BNPB Perkuat Mitigasi Penyimpanan Minyak Tahan Gempa Antisipasi Tsunami Api Cilacap
Khusus di Cilacap, mitigasi harus dimulai dari penguatan penyimpanan minyak terhadap gempa.
Tsunami api atau tsunami fire diprediksi menerjang pesisir selatan Cilacap, Jawa Tengah. Tsunami jenis ini jarang terjadi di dunia, hanya tercatat dua kali menghantam Jepang.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, Indonesia bisa belajar dari Jepang dalam memitigasi tsunami api. Misalnya, dimulai dari sumber tsunami api.
-
Kapan mitigasi bencana diperlukan? Salah satu aspek utama dari mitigasi bencana adalah identifikasi risiko dan kerentanannya.
-
Apa tujuan utama dari mitigasi bencana? Tujuan mitigasi bencana adalah untuk mengurangi dampak buruk dari bencana alam atau bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.
-
Dimana mitigasi bencana bisa diterapkan? Dengan mengintegrasikan aspek mitigasi dalam perencanaan dan pengembangan wilayah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan.
-
Kenapa mitigasi bencana penting? Mitigasi bencana memainkan peran penting dalam melindungi kehidupan manusia, harta benda, dan lingkungan dari dampak merugikan bencana alam atau bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.
-
Bagaimana sabut kelapa bisa membantu mengurangi risiko bencana alam? Coco net adalah olahan dari sabut kelapa yang bentuknya menyerupai jarring-jaring. Coco net ini biasanya digunakan untuk mencegah terjadinya longsor di daerah yang banyak memiliki tebing-tebing atau undak-undakan.
-
Gimana cara mitigasi bencana melindungi investasi dan sumber daya manusia? Pentingnya mitigasi terletak pada upaya membangun ketahanan masyarakat dan infrastruktur terhadap ancaman bencana. Melalui konsep ini, mitigasi berfungsi sebagai investasi jangka panjang untuk melindungi investasi dan sumber daya manusia.
Plt. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Abdul Muhari menjelaskan, tsunami api di Jepang dipicu leaking atau kebocoran dari bensin. Baik itu dari oil tank maupun SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum).
Khusus di Cilacap, mitigasi harus dimulai dari penguatan penyimpanan minyak terhadap gempa. Upaya mitigasi ini harus mendapat dukungan dari PT Pertamina sebagai pengelola penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia.
"Konteksnya harus ada penguatan dari tempat penyimpanan minyak itu sendiri. Artinya kalau dulu kontruksi tempat penyimpanan minyak itu tidak mempertimbangkan misalkan potensi guncangan gempa sampai magnitude 8,5 gitu, nah ini harus di evaluasi kembali", ucapnya.
"Karena memang potensinya ada tapi kita enggak tahu kapan, mau enggak mau harus direview kembali konstruksi tempat penyimpanan minyak yang besar-besar itu. Kalau misalnya ada guncangan, apakah dia bergeser? Karena kalau misalnya bergeser pasti leaking atau bocor", lanjutnya.
Usai penguatan terhadap gempa, Muhari menilai perlu penguatan penyimpanan minyak dari tsunami. Dia mengambil contoh di Jepang, rumah tahan gempa belum tentu kuat menahan terjangan tsunami.
"Karena pengalaman di Jepang rumah yang tahan gempa belum saja belum tentu tahan tsunami. Itu dua hal yang berbeda. Kalau dihantam tsunami ada bidang tekan kan, kayak air menghantam dinding pasti dindingnya jebol", tutur dia.
Muhari menyebut, sejak awal 2021, BNPB telah berkomunikasi dengan pemerintah provinsi dan daerah Jawa Tengah untuk mengantisipasi tsunami api. Saat ini, BNPB masih mencari waktu untuk berdiskusi lebih lanjut dengan BUMN pemilik kilang minyak.
Selain itu, perlu dukungan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk instrumen peringatan dini. Kemudian masyarakat untuk meminimalisir risiko dari tsunami api.
"Paling tidak yang bisa kita lakukan kalau ada gempa dan ada peringatan dini tsunami, sebelum kita evakuasi pastikan listrik dan kompor di rumah dimatikan sebelum kita evakuasi ke tempat yang aman. Itu yang paling minimal yang harus dilakukan masyarakat di level komunitas," terangnya.
Dahsyatnya Tsunami Api
Ancaman tsunami api di pesisir selatan Cilacap patut diwaspadai. Jika belajar dari Jepang, dahsyatnya tsunami api menimbulkan banyak kerugian. Terutama korban jiwa.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com, tsunami api berbeda dengan tsunami biasa. Tsunami api terjadi ketika bencana tsunami diikuti dengan kebakaran.
Tsunami api pertama di Jepang terjadi pada 1993. Kejadian diawali dengan gempa di Hokkaido. Gempa itu disebut terkuat yang dialami Jepang selama 25 tahun terakhir. Tidak lama kemudian, tsunami menghantam pulau Okushiri dan diikuti api yang muncul dari lima perahu nelayan.
Arus tsunami membawa perahu-perahu nelayan yang terbakar ini ke kawasan pemukiman yang membuat rumah-rumah warga ikut termakan api. Data The Times menyebutkan, bencana itu mengakibatkan 97 orang meninggal dunia, 190 luka-luka, dan 160 hilang.
Profesor di Universitas Shinshu Jepang Yuji Enomoto mengatakan, para saksi melihat gelembung putih dari air laut beberapa menit sebelum muncul api. Menurutnya, gelembung putih tersebut kemungkinan dihasilkan dari senyawa metana.
Enomoto dan rekan-rekannya kemudian membuat penelitian untuk menguji apakah senyawa metana dapat menghasilkan api. Mereka menemukan bahwa ketika energi elektrostatik menghasilkan muatan sebesar 0,28 millijoules, metana akan terbakar.
Sementara tsunami api kedua menerjang Jepang pada 2011. Tsunami kali ini menyebabkan 19.747 orang meninggal dunia dan lebih dari 2.500 orang dinyatakan hilang.
Penelitian yang dilakukan oleh Akihiko Hokugo tahun 2013 dengan judul Mechanism of Tsunami Fires after the Great East Japan Earthquake 2011 and Evacuation From the Tsunami Fires menjelaskan penyebab terjadinya tsunami api di Jepang pada 2011.
Pertama, disebabkan karena kebocoran gas elpiji rumahan. Hal ini terjadi ketika tsunami menghantam rumah, gas elpiji ikut terbawa arus air dan menyebabkan regulator gas rusak. Sehingga terjadi kebocoran gas yang memicu munculnya api.
Kedua, kebocoran dari tangki bahan bakar mobil. Sama seperti yang terjadi pada gas elpiji, tsunami menghanyutkan mobil dan merusak tangki bahan bakar. Ketika bahan bakar bocor dan kemudian bertemu dengan material rawan terbakar seperti material kayu, maka dapat menyebabkan ledakan api.
Terakhir, tsunami api dapat terjadi akibat kebocoran tangki minyak. Kondisi ini secara khusus terjadi di Pelabuhan Kesennuma Jepang. Saat itu, terdapat tempat penyimpanan minyak yang bocor akibat tsunami.
Disimpulkan, terdapat tiga faktor utama penyebab tsunami api yang terjadi di Jepang pada 2011 lalu, yakni bocornya material berbahaya gas elpiji, tangki bahan bakal mobil, dan tangki minyak.
Material yang bocor ini kemudian bertemu dengan material mudah terbakar. Diperparah dengan arus air dari tsunami yang membuat api menyebar luas.
Tsunami Api Berpotensi Landa Cilacap
Pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi pesisir selatan Cilacap, Jawa Tengah berpotensi mengalami tsunami api. Hal ini disampaikan Plt. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari.
"Jika kita melihat Cilacap, maka ada potensi bahaya lain yang harus kita perhatikan," kata Muhari pada siaran bertajuk 'Disaster Briefing: Tsunami Selatan Jawa, Apakah Benar akan Terjadi?', Senin (8/8).
Muhari menemukan, Cilacap memiliki tempat penyimpanan minyak lebih dari satu. Ketika terjadi gempa dan tsunami bakal merusak penyimpanan minyak. Dengan demikian memunculkan tsunami-fire.
"Kita tahu di satu kota itu pasti ada stasiun pengisian BBM, atau mobil tangki, atau tempat penyimpanan bahan bakar, atau bahkan bahan bakar di mobil pun itu ada. Kalau ini lepas, kita tahu misalkan air bercampur dengan minyak, minyak ada di atasnya. Jadi, kalau minyaknya ini menyebar dan ada tiang listrik memercikan api, ini habis terbakar," kata Muhari.
Muhari juga menyinggung tsunami api yang terjadi di Jepang pada 2011. Kala itu, terdapat tiga kota di Jepang yang terendam akibat tsunami tetapi bangunannya habis terbakar.
"Ini adalah fenomena baru dan masih menjadi tantangan kita semua untuk mencari solusi mitigasi yang tepat. Bagaimana kita bisa mengamankan SPBU, penampungan-penampungan minyak, dan lain-lain," jelas Muhari.
Reporter magang: Michelle Kurniawan
(mdk/tin)