Kasus Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami di NTB, KPK Tetapkan Dua Tersangka
Kedua tersangka yakni Aprialely Nirmala (AN) selaku pejabat pembuat komitmen dan Agus Herijanto (AH) selaku pejabat BUMN karya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus pembangunan tempat evakuasi sementara alias Shelter Tsunami di Nusa Tenggara barat (NTB). Kedua tersangka yakni Aprialely Nirmala (AN) selaku pejabat pembuat komitmen dan Agus Herijanto (AH) selaku pejabat BUMN karya.
"Telah ditemukan bukti yang cukup tentang perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka AN dan AH," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di gedung KPK, Senin (30/12).
Ditahan
Kedua tersangka kemudian langsung dilakukan penahanan di Rutan Negara cabang Rutan dari Rutan Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari kedepan terhitung sejak hari ini.
Kerugian Negara
Asep kemudian menjelaskan akibat dari pembangunan Shelter NTB yang korupsi itu, berdasarkan perhitungan Badan Pengwasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan hasil Audit Perhitungan Negara telah membuat negara merugi hingga Rp18,4 miliar.
Pembangunan Shelter Tsunami tersebut sejatinya merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2014 lalu. Dalam pengerjaannya telah terjadi penyimpangan yang menyebab pembangunan tempat evakuasi sementara menjadi tidak layak.
Asep kemudian menyebut di NTB sempat terjadi gempa sebanyak dua kali sepanjang tahun 2018 yang mengakibatkan shelter itu menjadi tidak layak huni.
"Kondisi Shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung," ucap Asep.
Rupanya berdasarkan penilaian fisik oleh ahli didapatkan pembangunan shelter itu belum memenuhi tujuan perencanaan yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap tsunami sehingga menyebabkan kegagalan bangunan. Lalu pembagunannya juga tidak memenuhi nota desain yang menjadi rujukan.
"Sejak diselesaikan pembangunannya pada 2014, belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Pada saat terjadi bencana mengalami kegagalan bangunan sehingga tidak dimanfaatkan pada kondisinya saat ini," beber Asep.
Atas perbuatannya kedua tersangka disangkakan dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.