BNPT Awasi 600 Akun Media Sosial Berpotensi Sebar Paham Radikal
Akun tersebut diduga menyebarkan konten-konten terorisme.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkap adalah 600 akun di dunia maya yang berpotensi mengandung paham terorisme. BNPT tengah melakukan pengawasan terhadap akun-akun ini bekerja sama dengan kepolisian, TNI, BIN, Kominfo dan BSSN.
"Kami mencatat setidaknya ada 600 akun berpotensi radikal," kata Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (25/1).
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Dimana BNPT menemukan landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme? Ibnu menjelaskan, landasan pemerintah melakukan pembayaran kompensasi atau ganti rugi tertuang dalam PP No. 35 Tahun 2020 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Apa yang dirayakan di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme? Tujuan diadakannya peringatan ini untuk menghormati serta mendukung para korban terorisme serta melindungi hak asasi manusia.
Akun tersebut diduga menyebarkan konten-konten terorisme. Rinciannya, 650 konten propaganda, 409 konten umum dan informasi serangan, 147 konten anti NKRI, 85 konten anti Pancasila, tujuh konten intoleran, dan dua konten paham takfiri atau mengkafirkan, serta ada 13 konten berkaitan dengan pelatihan aksi terorisme.
40 Konten Pendanaan Terorisme
Selanjutnya, ada 40 konten pendanaan terorisme. Boy menjelaskan, belakangan platform di dunia maya banyak dimanfaatkan untuk pendanaan aksi teror.
"Karena pendanaan terorisme di dunia maya ini dengan menggunakan platform yang ada cukup dominan akhir-akhir ini," kata Boy.
"Seluruh nya kami kerjasamakan dengan berbagai stakeholder yang ada apakah di kepolisian, BSSN, BIN, TNI dan juga Kominfo," ucapnya.
Penyebaran konten terorisme di dunia maya ini juga menyebabkan aksi teror seorang diri alias lone wolf meningkat. Telah terjadi beberapa kali. pelaku aksi teror seorang diri di Indonesia.
"Kemudian fenomena teror seorang diri Lone wolf ini juga cukup meningkat berkaitan dengan penyebarluasan paham radikalisme di sosial media sehingga seorang diri di antara warga negara kita ini telah berapa kali menjadi pelaku terorisme," jelas Boy.
Reporter: Delvira Hutabarat/Liputan6.com
(mdk/gil)