BNPT: Mahasiswa Rentan Terpapar Radikalisme
Mahasiswa diajak untuk bersama-sama menangkal penyebaran paham radikalisme dan terorisme.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius menyebutkan, paham radikalisme dan terorisme semakin mudah tersebar era kemajuan teknologi. Gadget menjadi sarana ampuh dalam penyebaran gagasan-gagasan melawan hukum itu.
Dia menyebut keberadaan mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi penting. Mahasiswa diajak untuk bersama-sama menangkal penyebaran paham radikalisme dan terorisme.
-
Di mana pengungsi Rohingya di Aceh berlabuh? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
-
Dimana lokasi Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh? Terletak di pusat kota Provinsi Aceh, masjid ini tak hanya tempat ibadah, masjid ini juga saksi perlawanan rakyat Aceh atas penjajahan dan masa-masa era kejayaan kesultanan Aceh.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
-
Siapa Abu Bakar Aceh? Abu Bakar Aceh, seorang tokoh intelektual tersohor asal Aceh yang telah melahirkan banyak karya di bidang keagamaan, filsafat, dan kebudayaan.
-
Bagaimana cara masyarakat Aceh mengatasi potensi kebakaran di Rumoh Aceh? Untuk mengantisipasi hal tersebut, masyarakat Aceh menggunakan pengikat tali yang tidak tersambung satu sama lain. Apabila terjadi kebakaran, pemilik rumah hanya perlu memotong satu tali saja sehingga seluruh atap rumah yang terhubung dengan tali tadi akan terjatuh sehingga meminimalisir api menyebar ke bagian rumah lainnya.
-
Bagaimana Raden Ario Soerjo meninggal? Lalu mereka disuruh turun kemudian dibawa ke hutan dan dihabisi nyawanya oleh PKI.
Ajakan ini disampaikan dalam kuliah umum 'Resonansi Kebangsaan & Bahaya serta Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme' yang berlangsung di Gedung AAC Dayan Dawood, Banda Aceh, Kamis (31/10).
Hampir setiap orang di Indonesia, kata dia, memiliki akses untuk menerima dan menyebarkan informasi. Bahkan, para teroris menggunakan media sosial dalam menyebarkan pahamnya.
"Salah satu target doktrin mereka adalah mahasiswa karena dianggap masih muda, emosi belum stabil, memiliki semangat tinggi dan sedang mencari jati diri. Para mahasiswa perlu kewaspadaan terhadap hal ini," ujar Suhardi.
Untuk itu lanjutnya, dibutuhkan sifat tabayyun dan kroscek setiap kali menerima informasi. Terlebih lagi saat ini, berita hoax begitu banyak beredar.
Dia juga mengajak para civitas akademika perguruan tinggi untuk berperan dalam pencegahan paham radikalisme dan terorisme. Para akademisi dapat berperan sebagai agen perubahan sekaligus memberikan koreksi konstruktif positif kepada penyelenggara negara.
Dalam kesempatan yang sama, Suhardi menegaskan jika terorisme dan radikalisme tidak boleh diidentikkan dengan agama Islam. Sebab ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan perdamaian.
Dia juga mendefinisikan radikalisme dalam empat klasifikasi, yaitu intoleransi, anti pancasila dan NKRI, penyebaran paham takfiri (suka mengkadirkan orang lain saat berbeda pendapat) serta menyebabkan disintegrasi bangsa.
Sementara itu, Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal, memastikan tidak ada bibit radikal di kampus Unsyiah. Para mahasiswa Unsyiah fokus untuk membangun Aceh sekaligus berjuang menuju Indonesia emas di tahun 2045.
"Unsyiah adalah tempat perubahan peradaban di Aceh, sesuai dengan semangat para pendirinya," ujar Samsul.
Baca juga:
Mahfud Md: Kita Tangani Radikalnya, Bukan Islamnya
Jokowi Usul Ganti Istilah Radikalisme Jadi Manipulator Agama
NasDem Sebut Pertemuan Paloh & Sohibul untuk Pastikan PKS Bebas dari Radikalisme
Idham Azis Tegaskan Radikalisme Dilakukan Oknum Bukan Representasi Ajaran Agama
Tes Wawasan Kebangsaan CPNS 2019 Akan Membahas Tentang Pencegahan Radikalisme