Bos BCA akhirnya diperiksa KPK terkait kasus pajak Hadi Poernomo
Bos Bank BCA ini diduga mengetahui rentetan skandal korupsi yang dilakukan Hadi.
Direktur Utama (Dirut) Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja akhirnya masuk ruang penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jahja periksa penyidik sebagai saksi untuk membongkar dugaan korupsi yang dilakukan bekas Dirjen Pajak, Hadi Poernomo terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank BCA tahun 1999.
"Betul hari ini dilakukan pemeriksaan terhadap Dirut BCA, Jahja Setiaatmadja sebagai saksi untuk tersangka HP (Hadi Poernomo)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Jakarta, Jumat (22/5).
Pemanggilan terhadap Jahja untuk diperiksa merupakan yang kedua kalinya dilakukan oleh KPK. Diduga kuat, bos Bank BCA ini mengetahui rentetan skandal korupsi yang dilakukan Hadi.
Sejak menetapkan bekas Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan ini sebagai tersangka korupsi persetujuan surat keberatan transaksi non-performasce loan (NPL), atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun diajukan BCA, KPK menegaskan bakal memeriksa sejumlah pihak termasuk Bos BCA, Jahja Setiaatmadja guna mengungkap kasus korupsi tersebut.
Tak hanya itu, dikabarkan KPK menggandeng PPATK untuk menelusuri jejak harta kekayaan Hadi guna mengambil bukti adanya keterlibatan pihak BCA dalam proses pelolosan permohonan keberatan pajak Bank BCA. Dari hasil penulusuran itu, PPATK menemukan sesuatu yang janggal.
Saat itu, KPK pun berjanji bakal menjadwalkan pihak-pihak BCA untuk mengungkap adanya temuan dari penyelidikan PPATK tersebut. Namun, beredar kabar petinggi BCA melakukan upaya meredam informasi muncul ke publik dengan meminta KPK tidak mencantumkan nama-nama pihak BCA dalam jadwal pemeriksaan.
Hal itu dilakukan dengan dalil melindungi saham BCA agar tidak anjlok akibat terseret kasus korupsi pajak. Tapi, KPK menegaskan bahwa KPK tidak akan mengabulkan permohonan BCA. Menurut KPK, anjloknya saham BCA akibat terseret pidana korupsi merupakan risiko yang harus diterima.
Diketahui, KPK menjerat Hadi dengan dua pasal penyalahgunaan wewenang. Yakni Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat 1 kesatu KUHPidana.
Perbuatan melawan hukum dilakukan HP yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN PPH PT BCA Tbk tahun pajak 1999 diajukan pada 17 Juli 2003. Padahal saat itu bank lain juga mengajukan permohonan sama tapi semuanya ditolak.
Hadi selaku Dirjen Pajak 2002 sampai 2004 mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004. Menurut Hadi, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp 5,5 triliun itu dibatalkan. Karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp 375 miliar.