BPK ditakutkan jadi lembaga syarat kepentingan politik
"Saya kira dari proses yang cacat seperti ini sulit bagi BPK untuk menjadi lembaga yang marwah dipercaya masyarakat."
Koordinator Indonesia Budget Centre Roy Salam mengatakan bahwa permasalahan dalam pemilihan pimpinan BPK bukanlah hal yang baru. Untuk menghindari adanya opini publik yang makin menjelekkan dua lembaga elit negara ini, DPR harus berani melakukan pengembalian marwah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kalau kita lihat dari hasil keputusan Komisi XI, kita punya catatan dari hasil seleksi pimpinan BPK sebelumnya. Beberapa masalah ini juga ada sebelumnya. Kalau kita tanya beranikah DPR untuk mengembalikan marwah BPK? Ya seharusnya berani karena harusnya proses seleksi BPK ini harus mendasar dan berdasar UU yang mereka buat," kata Roy, saat mengisi diskusi di Cheese Cake Factory, Cikini, Jakarta Selatan, Minggu (21/9).
Menilai pernyataan tentang adanya pertempuran politik di balik pemilihan pimpinan BPK, Roy mengatakan hal tersebut pasti terjadi melihat betapa strategisnya lembaga tersebut untuk menjadi alat politik yang ampuh.
"Lagipula kalau kita lihat BPK ini sebagai lembaga yang strategis mendorong kepentingan politik. Tentu menjadi sorotan utama karena bisa menjadi alat menaikkan elektabilitas dalam pemilihan kepala daerah," katanya.
Dari alasan ini, dia mengatakan bahwa BPK sendiri mudah terkena intervensi dari parpol manapun. "Nah ini kan keliatan bahwa BPK mudah diintervensi dari atasan parpol," singkat dia.
Roy pun mengatakan selain menjadi alat untuk menaikkan elektabilitas parpol, BPK juga menjadi kekuatan politik yang sanggup untuk menggulingkan suatu pemerintahan.
"Terlepas pascapilpres, BPK ini cukup kuat untuk menggulingkan pemerintahan," katanya.
Dengan keadaan yang seperti ini, menurutnya, BPK akan sulit menjadi lembaga yang dipercaya oleh masyarakat sebagai badan pengaudit keuangan negara. Selain itu, dalam memilih pimpinan BPK, DPR tidak perlu mencalonkan orang yang berpangkat sebagai deputi atau setaranya.
"Saya kira dari proses yang cacat seperti ini sulit bagi BPK untuk menjadi lembaga yang marwah dipercaya masyarakat. Nah sebetulnya pejabat pengelola negara tidak harus deputi, dibawahnya juga bisa (menjadi pimpinan BPK) sebab setiap pejabat yang mengeluarkan kebijakan, dia masuk kategori pengelola keuangan negara," katanya.
Dalam pemaparannya tentang peraturan pencalonan pimpinan BPK, Roy pun menantang DPR untuk meninjau ulang dan mengusut status kepegawaian Edi Mulyadi yang diduga masih menjadi Deputi Investigasi BPKP Jabar.
"Betul anggota BPK tidak boleh dari parpol. Lalu paling tidak 2 tahun sebelum mendaftar sudah tidak aktif nah sekarang berani nggak DPR usut Edi Mulyadi?" ujarnya.
"Jadi saya pikir memang perlu ada proses yang lebih bagus untuk mengkonfirmasi catatan administrasi calon pimpinan BPK seperti syarat-syarat pemilihan lainnya," lanjut dia.