Bripda FN Dituduh Hamili dan Paksa Mantan Pacar Aborsi, Ini Temuan Propam Polda Sulsel
Kasus ini juga tengah ditangani Ditreskrimum Polda Sulsel.
Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel telah memeriksa Brigadir Polisi Dua (Bripda) FN (23) yang dilaporkan menghamili mantan pacarnya, R (23) dan memaksa perempuan itu melakukan aborsi.
Bripda FN Dituduh Hamili dan Paksa Mantan Pacar Aborsi, Ini Temuan Propam Polda Sulsel
Bintara yang bertugas sebagai sopir dinas Wadir Binmas Polda Sulsel itu dinyatakan melanggar Peraturan Polri.
Kepala Bidang Propam Polda Sulsel Komisaris Besar Zulham Effendi menjelaskan, berdasarkan hasil penyelidikan, termasuk pemeriksaan saksi, pihaknya tidak menemukan tindak pemerkosaan dilakukan Bripda FN. Namun, dia dinyatakan telah melakukan perbuatan perzinahan.
- Mahfud MD Jadi Cawapres Ganjar, PKS: Pilihan Bagus, Berkelas
- Polisi di Makassar Hamili Mantan Pacar Lalu Paksa Aborsi, Polda Sulsel: Tinggal Tunggu Sidang
- Sisi Lain Bripka Mustaqim Romli, Sering Sadarkan Pelaku Kejahatan dengan Siraman Rohani
- PPP dan PBB Minta Bawaslu-KPU Duduk Bersama Bahas Usulan Penundaan Pilkada 2024
"Hasil dari penyelidikan dilakukan oleh anggota kami, termasuk pemeriksaan beberapa saksi itu tidak ada pemerkosaan, yang ada adalah hubungan suami istri yang dilakukan oleh anggota kita inisial FN kepada seorang wanita. Itu dilakukan beberapa kali," ujarnya saat jumpa pers di Mapolda Sulsel, Rabu (18/10).
Zulham memaparkan perzinahan dilakukan Bripda FN dengan R terjadi sejak sekolah menengah atas (SMA) sebanyak lima kali. Hubungan badan kembali terjadi saat Bripda FN menjalan pendidikan kepolisian.
"Kemudian saat melakukan pendidikan, ada delapan kali berhubungan badan. Jadi tidak ada pemerkosaan di situ. Dasarnya adalah mereka menjalin hubungan sejak tahun 2015. Kemudian hubungan terjalin sekian lama, terjadilah hubungan layaknya suami istri," sebutnya.
Meski membantah adanya pemerkosaan, tetapi Propam Polda Sulsel menyebut Bripda FN melakukan pelanggaran. Setidaknya ada empat pasal yang dikenakan terhadap Bripda FN.
"Terhadap anggota terbukti melakukan pelanggaran itu, kami akan melakukan upaya penegakan hukum sesuai aturan berlaku. Kami terapkan Pasal 13 ayat (1) PP (Peraturan Polri) Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri yang berbunyi anggota Polri dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas kepolisian RI karena melanggar sumpah dan janji anggota Polri melakukan pelanggaran kode etik."
Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Zulham Effendi.
Selanjutnya, Bripda FN melanggar Pasal 5 ayat (1) PP nomor 7 tahun 2022 tentang etika kelembagaan. Isi pasal ini setiap pejabat Polri wajib menjaga citra, soliditas, kredibilitas, reputasi, dan kehormatan Polri.
"Kemudian kami terapkan juga Pasal 8 huruf c angka 1 dan 2 tentang PP Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri. Di sini juga sama, setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian wajib mentaati dan menghormati norma hukum dan agama," lanjutnya.
Tak sampai di situ, Bripda FN juga dikenakan Pasal 13 PP nomor 7 Tahun 2022. Pasal ini menjelaskan setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang melakukan perzinahan dan atau perselingkuhan.
"Jadi 4 pasal ini akan kami terapkan kepada anggota kita inisial FN. Yakinlah kami akan memproses siapa pun anggota yang terlibat dan pelanggaran akan kami proses sesuai perintah Kapolda dan Kapolri," tegasnya.
Sementara terkait pengancaman dengan akan menyebarkan video mesum korban dilakukan Bripda FN, Zulham mengaku tak menemukannya. Pasalnya, video yang dipakai pengancaman terhadap korban agar mau berhubungan badan ternyata tidak ada.
"Terkait pengancaman, kami telah melakukan pemeriksaan, ternyata video yang digunakan FN ternyata tidak ada. Video itu hanya digunakan untuk menakut-nakuti agar si korban mau mengikuti keinginannya," sebutnya.
Sementara terkait pengakuan korban yang dipaksa aborsi oleh Bripda FN, Zulham mengaku hal itu sedang ditangani oleh Direktorat Reserse Kiminal Umum (Ditreskrimum). Ia menegaskan Propam Polda Sulsel hanya menangani kasus etik Bripda FN.
"Terkait dengan aborsi, itu kasus ditangani pidana umum atau Ditreskrimum. Kami hanya menangani pelanggaran yang dilakukan anggota soal kode etik maupun disiplin," tegasnya.
Setelah dinyatakan melanggar aturan, imbuh Zulham, saat ini Bripda FN sudah ditahan dalam Penempatan Khusus (Patsus). Bripda FN ditahan agar tidak menghilangkan barang bukti.
"Kemarin kita lakukan upaya penahanan khusus (Patsus). Kita amankan karena memang perbuatannya kita (takutkan) dia menghilangkan barang bukti. Ini sebagai bentuk bahwa wujud perbuatan itu dinyatakan bersalah," tegasnya.
Terpisah, Pengacara korban, Miftahul Chaer Amiruddin mengatakan, selain melaporkan Bipda FN ke Propam Polda Sulsel, pihaknya juga melapor ke Ditreskrimum. Ia mengaku melaporkan Bripda FN dengan tiga pasal yakni Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Kami juga laporkan oknum polisi itu Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS. Terus KUHP soal aborsi itu pasal 346 dan 347," bebernya.
Miftahul mengaku saat ini kliennya sedang menjalani pemeriksaan lanjutan di Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Sulsel. Selain pemeriksaan lanjutan, kata Miftahul, penyidik juga memeriksa satu orang saksi yang merupakan teman korban dan pelaku semasa di SMA.
"Dalam rangka untuk pemeriksaan. Ada satu saksi teman korban dan pelaku. Dan ada pemeriksaan tambahan dari penyidik," bebernya.
Miftahul menambahkan saat ini kondisi kliennya masih trauma. Apalagi, keputusannya untuk melaporkan Bripda FN, membuatnya siap menerima konsekuensi, seperti ancaman.
"Dia mengalami trauma, psikis kena. Jadi mungkin agak takut juga setelah ini, karena dia memberanikan diri melapor. Jadi dia siap terima konsekuensi apapun yang akan dihadapi," pungkasnya.