Bule Bisnis Usaha Mikro di Bali Menjamur, Ini Hasil Temuan Imigrasi
Temuan izin usaha bule ini terungkap saat anggota Imigrasi menggelar operasi
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim mengungkapkan menjamurnya bisnis usaha mikro, milik warga negara asing (WNA) atau bule di Bali.
Silmy menerangkan temuan izin usaha bule ini terungkap saat anggota Imigrasi menggelar operasi di lapangan. Faktanya para WNA yang memiliki usaha punya izin lengkap.
- Kisah Sukses Pelaku Usaha Ultra Mikro, Dapat Akses Pendanaan & Pemberdayaan Usaha Hingga Naik Kelas
- Bisnisnya Gulung Tikar saat Pandemi, Begini Kisah Perempuan Bali Kembali Bangkit Jual Olahan Ikan, Cuannya Melimpah
- Menkop Teten Bongkar Penyebab Pelaku Usaha Mikro di RI Sulit Berkembang
- Cara Cetak Wirausaha Unggul di Indonesia, Kini Sudah Terkumpul 29.780 Ide Bisnis
"Karena anggota saya ketika melakukan operasi, mereka izinnya lengkap punya NIB (Nomor Induk Berusaha), punya izin salon," kata Silmy saat memberikan sambutan di acara Grand Launching Autogate Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara I Gusti Ngurah Rai, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (1/10) sore.
Kemudian, saat dia mengecek di peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) untuk investasinya minimal itu Rp1 miliar. Sehingga untuk hal tersebut pihaknya berkoordinasi dengan Bahlil Lahadalia yang sebelumnya sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Terus saya cek peraturan BKPM untuk investasi minimal Rp1 miliar. Hah, ini mikro, sulit kita menindaklanjuti. Makanya, kami waktu itu berkoordinasi dengan Menteri Investasi yang sebelumnya Pak Bahlil," ujarnya.
"Saya sampaikan kalau syarat PMA (penanaman modal asing) itu Rp1 miliar, itu masuk ke dalam mikro Pak Menteri. Sehingga, otomatis di Bali banyak usaha mikro dimiliki orang asing, jadi syaratnya harus ditingkatkan minimum Rp10 miliar masuk ke menengah," lanjutnya.
Kemudian, agar tidak menjamur WNA di Bali memiliki usaha mikro, pihaknya berharap agar aturan diperketat lagi.
"Sehingga ketika memohon perusahaan ke notaris itu tidak bisa diberikan, itu kan salah satu masuk kepastian hukum juga. Jadi orang berpikir imigrasi membiarkan, padahal mereka punya izin ini yang perlu kita obrolkan, imigrasi, Kementerian Investasi pemerintah daerah, supaya kita sama-sama dalam menjaga Bali," jelasnya.
Kemudian, dengan ditingkatkannya PMA hingga Rp10 miliar bagi WNA yang akan memiliki usaha di Bali diharapkan bisa mengurangi usaha mikro yang dimiliki oleh WNA di Bali.
"Kan tuntutan dari masyarakat Bali untuk kegiatan yang mikro kecil menengah mestinya dimiliki oleh masyarakat Bali atau WNI. Tapi ketika kita melakukan operasi, ternyata mereka memiliki NIB, memiliki akte pendirian perusahaan," ujarnya.
"Ternyata setelah ditelusuri, peraturan Kepala BKPM kalau tidak salah tahun 2017 itu minimum investasi di Indonesia Rp1 miliar. Sementara, kalau kita referensi dengan Undang-undang yang ada Rp1 miliar itu masuk kategori mikro. Otomatis ada masalah," lanjutnya.
Untuk WNA yang berinvestasi Rp1 miliar, akan diberikan tenggat waktu hingga Desember 2024 untuk meningkatkannya menjadi Rp10 miliar. Kalau tidak ditingkatkan, akan dicabut visa investornya.
"Sampai Desember ini. Tetapi saya sedang berdiskusi dengan internal apakah kita perpanjang satu tahun untuk mereka meningkatkan. (Kalau tidak diangkatkan), iya kita cabut visa investornya," ujarnya.
Silmy juga mengakui beberapa WNA yang bermasalah di Pulau Bali memiliki visa investor dan dideportasi dari Pulau Dewata.
"Saya yang menemukan itu, saya yang melakukan evaluasi terhadap visa investor. Jadi Pemprov Bali malah membaca hasil dari evaluasi kita," pungkasnya.