Busyro Muqoddas Sentil Komisioner KY, Minta Rekam Jejak Calon Hakim Agung Dibuka
Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas dan Suparman Marzuki yang menilai proses seleksi tersebut tidak transparan akuntabel dan partisipatif.
Komisi Yudisial (KY) tengah menggelar seleksi wawancara secara terbuka terhadap para Calon Hakim Agung (CHA) Tahun 2021 terhadap kepada 24 CHA dari 15 orang calon hakim agung memilih kamar pidana, 6 orang kamar perdata dan 3 orang kamar militer.
Mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas dan Suparman Marzuki yang menilai proses seleksi tersebut tidak transparan akuntabel dan partisipatif.
-
Mengapa KH. Abdurochim Syadzily membentuk majelis pembacaan maulid simthuduror? Dia kemudian membentuk majelis pembacaan maulid simthuduror yang dikarang oleh al Habib Ali bin Muhammad bin Husin al Habsy yang dirangkai dengan majelis ta'lim.
-
Siapa Briptu Mustakim? Briptu Mustakim adalah seorang polisi yang berhasil menarik perhatian banyak orang berkat penampilannya yang menawan. Banyak yang berkata bahwa ia mirip dengan beberapa aktor ternama seperti Ali Syakieb dan Herjunot Ali.
-
Kapan KPK menahan Mulsunadi? "Untuk kebutuhan penyidikan tim penyidik melakukan penahanan MG untuk 20 hari pertama terhitung tanggal 31 Juli 2023 sampai dengan 19 Agustus 2023
-
Siapa saja keturunan Syekh Jumadil Kubro? Secara keturunan, Syekh Jumadil Kubro merupakan ayah dari Sunan Ampel dan Sunan Giri.
-
Siapa yang memimpin Majelis Nurul Musthofa? Kabar berpulangnya Habib Hasan ini diketahui dari unggahan akun Instagram Rabithah Alawiyah (@rabithah_alawiyah). Kabar duka dari Habib Hasan Bin Ja'far Assegaf. Pimpinan Majelis Nurul Musthofa ini wafat pada Rabu (13/3) pagi.
-
Siapa yang memimpin Kunjungan Kerja Komisi II DPR RI ke Medan? Selain bersilaturahmi, kunjungan kerja (kunker) Komisi II DPR RI yang diketuai Junimart Girsang ini dalam rangka mendengar dan mengetahui kesiapan Pemilu 2024 di Kota Medan.
"Mencermati proses seleksi CHA yang sedang berlangsung sekarang, dari informasi media dan sumber-sumber lain yang patut dipercaya, disampaikan bahwa proses seleksi yang dilakukan KY tidak sepenuhnya dijalankan secara transparan, akuntabel dan partisipatif," kata Busyro dalam surat yang turut ditanda tangani bersama Suparman Marzuki, Kamis (5/8).
Bahkan, Busyro menilai seleksi wawancara KY terang-terangan melanggar UU KY No. 18 Tahun 2011 Pasal 18 ayat (1) dan (2) serta Peraturan Komisi Yudisial No. 2 Tahun 2016 Pasal 2, Pasal 21 ayat (1) dan (6) yang pada pokoknya menegaskan bahwa seleksi wawancara harus dilakukan transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel.
"Oleh sebab itu, kami selaku mantan pimpinan Komisi Yudisial RI dengan iktikad baik, demi kehormatan KY dan untuk kepentingan perbaikan Mahkamah Agung," ujarnya.
Oleh sebab itu, Busyro mendesak kepada para Komisioner KY agar menegakkan martabat dan kehormatannya sebagai lembaga negara independen, dan menunjukkan serta meneguhkan personalitinya dengan yang jujur, profesional dan bertanggungjawab.
"Pimpinan dan Komisioner Komisi Yudisial agar melakukan seleksi CHA secara transparan, partisipatif, obyektif, dan akuntabel," katanya.
"Melakukan penelusuran rekam jejak CHA secara ekstra ketat, dan tidak meloloskan calon-calon yang memiliki catatan buruk secara personal (pribadi) dan profesional (sebagai hakim)," lanjutnya.
Termasuk, Busryo juga meminta kepada KY sebagai lembaga negara independen, perlu kembali meningkatkan peran aktif elemen masyarakat sipil dalam agenda akselerasi reformasi peradilan sebagai wujud pengharkatan atas demokrasi dan prinsip negara hukum.
KY Diminta Soroti Profil dan Integritas CHA
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) telah merampungkan proses seleksi wawancara hari pertama yang dipimpin oleh Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata terhadap beberapa Calon Hakim Agung (CHA) pada kamar hukum pidana yang digelar Selasa (3/8) kemarin.
Namun demikian, Koalisi Pemantau Peradilan menemukan adanya sejumlah masalah pada pelaksanaan wawancara yang digelar secara tersebut tersebut, dimana para panelis dinilai tidak mengajukan pertanyaan yang profesional kepada para CHA.
"Seperti menunjukan sikap tidak respect terhadap para CHA dengan menunjukan ekspresi garang. Namun, pada saat yang bersamaan, tidak menukik kepada pertanyaan-pertanyaan yang mendalami kompetensi minimum yang dibutuhkan oleh CHA, seperti integritas dan kapabilitas," kata salah satu anggota koalisi, Julius Ibrani, melalui keterangan tertulis, Rabu (4/8).
Selain itu, koalisi juga menyoroti terkait proses pendalaman profil berupa klarifikasi rekam jejak setiap calon hakim agung yang dalam wawancara kali ini malah dilakukan secara tertutup. Padahal dari 24 calon yang lolos tahap wawancara ada sejumlah catatan patut dipertanyakan seperti kekayaan yang dinilai tidak wajar serta dugaan perilaku yang tidak profesional.
"Publik tidak bisa lagi mengetahui proses klarifikasi terhadap data-data atau informasi yang bersifat publik yang dimiliki CHA. Hal itu tentu saja sebuah kemunduran proses seleksi dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya yang lebih terbuka dan transparan," ujarnya.
Oleh karena itu, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menuntut Komisi Yudisial agar lebih serius dalam proses wawancara selanjutnya yang dilakukan kepada 24 CHA dari 15 orang calon hakim agung memilih kamar pidana, 6 orang kamar perdata dan 3 orang kamar militer.
"Proses wawancara ini seharusnya menjadi sarana bagi Komisi Yudisial untuk menggali lebih dalam terkait kompetensi, rekam jejak, dan integritas calon," pintanya.
Pasalnya proses transparan seharusnya menjadi perhatian bagi Komisi Yudisial, mengingat amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan peran Komisi Yudisial sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Oleh karena itu, berikut desakan dari Koalisi Pemantau Peradilan kepada Komisi Yudisial untuk:
1. Melakukan proses wawancara dengan memberikan pertanyaan yang bermanfaat untuk menguji kompetensi CHA dan bukan pertunjukan kegarangan.
2. Memilih CHA yang memiliki profil berupa kompetensi yang mumpuni dan integritas yang baik.
3. Menelusuri rekam jejak, termasuk dari sumber LHKPN para CHA agar bisa memastikan bahwa CHA yang terpilih memiliki rekam jejak yang bersih dan berintegritas.
4. Memilih CHA dengan mempertimbangkan semua hasil penilaian tahapan seleksi.
5. Memastikan CHA yang terpilih memiliki pemahaman dan komitmen terhadap hak asasi manusia dan keberpihakan pada kelompok rentan dan minoritas
6. Tidak meloloskan CHA yang memiliki rekam jejak buruk dan tidak berintegritas.
Perlu diketahui bahwa saat ini Komisi Yudisial sedang menggelar seleksi kepada Calon Hakim Agung, yang terbagi untuk Kamar Pidana terdapat 15 peserta yang lolos tahap tiga, yakni Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Adly, Artha Theresia Silalahi, Aviantara, Catur Irianto, Dwiarso Budia Santiarto, Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, Jupriyadi, Prim Haryadi, Subiharta, Suharto, Suradi, dan Yohanes Priyana.
Selanjutnya, untuk Kamar Perdata terdapat enam peserta yang dinyatakan lolos, yakni Berlian Napitupulu, Ennid Hasanuddin, Fauzan, Haswandi, Mochammad Hatta, dan Raden Murjiyanto.
Sedangkan, untuk Calon Hakim Agung untuk Kamar Militer, yakni Brigadir Jenderal TNI Slamet Sarwo Edy, Brigjen TNI Tama Ulinta Boru Tarigan dan Brigjen TNI Tiarsen Buaton.
Baca juga:
Calon Hakim Agung Suharto Tegaskan Pidana Hukuman Mati Tak Bisa Dijatuhi Kepada Anak
Kerja Bareng Anak & Mantu, Calon Hakim Agung Ini Dicecar Potensi Konflik Kepentingan
Sempat Dikritik, Tanya Jawab Terkait Integritas Calon Hakim Agung Kini Bisa Diakses
Calon Hakim Agung Adly Nilai OTT KPK Dikurangi Demi Investasi Masuk
Seleksi Calon Hakim Agung, KY Diminta Beberkan Data Kekayaan dan Rekam Jejak
Pemerintah Disebut Langgar HAM saat Tangani Covid, Calon Hakim Agung Nilai Berlebihan