Cari cacing di Gunung Gede Pangrango, Didin terancam 10 tahun bui
Didin mencari cacing sonari karena diminta untuk pengobatan. Keluarga tak menyangka Didin ditahan dan terancam dibui 10 tahun gara-gara hal itu. Banyak yang menyayangkan, dan menilai penangkapan Didin diduga untuk menutupi kasus hukum yang tak terungkap di area Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Didin (48) warga Kampung Rarahan, Desa Cimacan, Cipanas, Jawa Barat terancam hukuman 10 tahun bui gara-gara mencari dan mengambil cacing untuk obat di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur.
Ela Nurhayati (41) istri Didin terkejut dengan aturan hukum apa yang akan memenjarakan suaminya. Didin mencari dan mengambil cacing di kawasan hutan yang tidak jauh dari kampung tempat tinggal mereka.
Keluarga tidak menyangka Didin yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang asongan di Kebun Raya Cibodas itu, akan terjerat hukum karena disuruh mencari cacing sonari dengan dalih untuk obat dan dibudidayakan.
Mendapati permintaan tersebut, Didin menyanggupi dan mencari cacing yang tidak masuk dalam hewan dilindungi itu di kawasan taman nasional karena keberadaanya tidak di dalam tanah melainkan di atas pepohonan, sehingga tidak sulit untuk mencarinya.
"Suami saya biasa berjualan jagung bakar dan kupluk penutup kepala di kebun raya, tapi ada yang menyuruh mencari cacing sonari katanya untuk obat. Merasa ingin membantu suami saya mencarikan cacing tersebut," kata Ela, Selasa (9/5). Sumber Antara.
Selang beberapa hari, ungkap dia, rumah mereka kedatangan 10 pria yang mencari Didin, mereka mengaku petugas dari Kehutanan didampingi aparat Kepolisian.
Mereka menggeledah di dalam dan di luar rumah, ember berisi cacing sonari yang tersimpan di bagian belakang rumah dibawa sebagai barang bukti.
"Pada hari itu, suami saya langsung dibawa petugas tersebut, mereka bilang mau meminjam suami saya sebentar. Tapi selang beberapa jam saya harus menandatangani surat penahanan. Suami saya ditahan di Polres Cianjur, sebagai tahanan titipan dari Petugas PPNS Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan," katanya.
Dalam surat tersebut tambah dia, suaminya dituduh sebagai pelaku perusakan hutan dengan aktivitas mencari cacing, meskipun dia hanya mencari cacing untuk membantu warga yang membutuhkan untuk obat.
"Cacing sonari adanya di dalam kadaka, bukan di dalam tanah dan suami saya tidak merusak apapun dalam kawasan lindung," katanya.
Namun penyidik tetap mengenakan pasal 78 atas (5) dan atau ayat (12) jo Pasal 50 ayat (3) hurup r dan hurum m Undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Ancaman hukuman katanya sampai 10 tahun penjara. Saya ada keadilan untuk suami saya agar dapat segera dibebaskan karena dia tulang punggung keluarga," katanya.
Dia menjelaskan, sejak suaminya ditahan Ela terpaksa menjadi buruh serabutan mulai dari memberi makan ternak atau menjadi kuli cuci dari tetangga, untuk menghidupi dua anaknya.
"Kalau ada uang ya makan kalau tidak ada ngutang dulu ke tetangga. Kami orang tidak punya, hanya berharap suami saya dibebaskan," katanya.
Sementara itu pihak Gakum Lingkungan Hidup dan Kehutanan tetap menilai jika Didin menyalahi aturan, meskipun pihak keluarga mengaku keberatan dengan penangkapan Didin yang hanya mencari cacing sonari untuk obat warga sekitar yang sakit.
Sementara Asep Khaerudin (35) Ketu RT setempat, mengatakan, warganya mengambil cacing sonari bukan untuk dikomersilkan atau dijual, namun untuk obat yang dipakai warga sekitar atau yang membutuhkan. Mencari cacing bukan mata pencarian warga sekitar, namun sering diminta untuk mencarikan untuk digunakan sebagai obat.
Cacing sonari berbeda dengan cacing kalung, di mana cacing sonari berada di permukaan tanah, sehingga tidak merusak alam apalagi sampai menebang pohon.
"Ini yang kami sayangkan, tuduhan terhadap Didin terkesan dibuat-buat untuk menutupi kasus yang lebih besar yang tidak pernah diungkap pihak Gakkum. Kami akan membela agar warga kami segera dibebaskan," katanya.