Cegah gerakan radikal, Pangdam Hasanuddin minta waspadai indekos dan masjid
Untuk mengantisipasi gerakan kelompok radikal dan penyebaran paham radikalisme, Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Mayjen TNI Agus Surya Bakti meminta kepada masyarakat mewaspadai indekos dan menjaga masjid sebagai tempat yang sakral.
Untuk mengantisipasi gerakan kelompok radikal dan penyebaran paham radikalisme, Panglima Kodam XIV/Hasanuddin, Mayjen TNI Agus Surya Bakti meminta kepada masyarakat mewaspadai indekos dan menjaga masjid sebagai tempat yang sakral. Masjid kata dia merupakan tempat ibadah dan harus dijaga dari penetrasi kelompok-kelompok tersebut.
Hal ini disampaikan Agus di depan para pejabat utama Kodam, pejabat utama Polda, kapolres-kapolres dan para lurah, kades dari Makassar dan kabupaten-kabupaten terdekat serta ratusan Babinsa, Bhabinkamtibmas yang mengikuti apel besar yang diisi pemaparan antisipasi gerakan radikal dan radikalisme. Acara berlangsung di balai Manunggal Prajurit Jenderal Sudirman, Senin, (4/6).
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
Selain Agus, pembicara lain adalah pejabat Gubernur Sulsel Sumarsono dan Kapolda Sulsel Irjen Umar Septono.
Mantan deputi I bidang pencegahan, perlindungan dan deradikalisasi BNPT ini memaparkan fenomena kelompok-kelompok radikal yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia.
Menurutnya, orang menjadi radikal dan radikalisme itu diawali dengan mempersiapkan diri. Sebelum merancang sebuah aksi teror, selalu didahului survei, rapat-rapat, berkumpul di rumah kos misalnya. "Hari-harinya penjual bakso, tiap hari bawa gerobak yang penghasilannya hanya Rp 50 ribu, Rp 100 ribu. Tapi kalau malam mereka berkumpul, banyak sandal di depan kosnya, 5 sampai 10 pasang lalu beli nasi goreng 10 bungkus. Itu uangnya dari mana," tuturnya.
Kemudian di masjid, tambahnya, kadang-kadang sangat berbahaya karena masjid dijadikan sebuah tempat untuk bersembunyi, menghindarkan diri dari kejaran petugas. Di Sulsel pernah terjadi, seorang pelarian dari Bima, dikejar-kejar Densus 88 Antiteror lalu dia menumpang di salah satu masjid.
"Pengakuan pelarian ini kalau dia berasal dari daerah tapi tidak punya biaya. Lalu mulailah bantu-bantu di masjid menyapu, mengepel dan oleh pengurus masjid diberi tumpangan bahkan diberi makan. Mulailah pelarian ini mengaji dan suaranya enak mengundang simpati. Diberi kesempatan azan, baca Alquran hingga diangkat jadi khatib dan dijadikan tempat belajar agama. Dia lalu dianggap ustaz padahal di daerah lain dia seorang pembunuh yang dikejar-kejar polisi," papar Agus.
"Fenomena seperti ini yang terjadi di masjid jadi tolong jaga masjid. Masjid itu tempat yang sakral, jangan digunakan untuk melakukan kegiatan yang tidak baik. Demikian juga dengan kos-kosan, harus diwaspadai," tukasnya.
Agus berpesan, tugas semua pihak saat ini adalah bagaimana mengidentifikasi orang-orang, terutama kelompok-kelompok yang eksklusif, menjauhkan diri atau tidak mau menyatu dengan masyarakat.
"Alihkanlah perhatian pada orang-orang yang keluar dari sistem, keluar dari pergaulan kita, yang mulai menyendiri harus diperhatikan. Banyak cara yang bisa dilakukan antara lain perkuat Siskamling, aktifkan wajib lapor 24 jam bagi pendatang. Ini jangan jadi jargon saja tapi harus diimplementasikan di lapangan," tandasnya.
Baca juga:
Tangkal radikalisme di kampus, Kemenristekdikti diminta gandeng BNPT
Densus 88 tangkap terduga teroris pelempar molotov di Candi Resto Solo
Fadli Zon tak yakin radikalisme berkembang di kampus-kampus
Wakapolri sebut penangkapan tiga terduga teroris di Unri pengembangan kasus lama
Densus 88 geledah Kampus Universitas Riau