Cerita Bahlil Lahadalia Raih Gelar Doktor UI Dalam Waktu Singkat: Mimpi Ayah Saya 30 Tahun Lalu
Bahlil mengangkat disertasi bertemakan Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjalani Sidang Terbuka Promosi Doktor di Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI). Bahlil mengangkat disertasi bertemakan Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia.
Bahlil tercatat sebagai mahasiswa doktor pada SKSG UI mulai pada tahun akademik 2022/2023 term 2 hingga 2024/2025 term 1. Dia menjalani masa studi selama dua tahun atau empat semester. Dengan gelar doktornya ini, berhasil mewujudkan keinginan almarhum ayahnya untuk berkuliah di UI.
“Ada satu saya mau cerita sedikit, tahun 1994-1995, ada anak kampung di pelosok Nusantara, ujung Timur sekali, waktu itu nakal sekali itu anak, nakalnya minta ampun karena hidupnya di terminal. Ayahnya dan ibunya sudah susah untuk mengatur kira-kira begitu. Sampai suatu ketika sore hari, ayahnya mengatakan begini, Kamu kalau begini terus kapan kamu jadi manusia,” kata Bahlil saat memberikan sambutan, Rabu (16/10).
Kata-kata yang diucapkan ayahnya itu terus terngiang di pikirannya. Sebagai orang yang tinggal di desa, ayahnya beranggapan bahwa kuliah di UI adalah sesuatu yang sangat hebat.
"Jadi waktu itu ayah mengatakan begini, suatu saat dia bermimpi ada anaknya yang sekolah di UI, karena waktu itu pikiran orang kampung itu di UI itu hebat banget, sangat hebat dan memang hebat gitu kira-kira memang hebat, dan memang hebat," ujarnya.
Bahlil selalu berharap suatu saat impian ayahnya bisa terjadi. Dia pun bersyukur pada tahun 2022 dirinya mendaftar di program Doktoral SKSG UI dan diterima.
“Anak tersebut selalu menjadikan sebagai inspiring, nggak pernah terpikir untuk bisa diwujudkan, tapi dia selalu ada dalam hatinya terpikir, kapan itu terjadi Wallahualam. Tahun 1994-1995, tapi anak tersebut tidak bisa ke Jakarta karena nggak punya duit, akses juga susah, naik kapal perintis, susah. Ke Jayapura aja naik 14 hari kapal perintis yang isinya itu campur ayam, kambing, sama bahan-bahan sembako. Waktu berjalan, 28 tahun kemudian anak tersebut masuk di Jakarta dan bisa masuk di UI,” ceritanya.
Bahlil bersyukur telah berhasil menyelesaikan studinya dalam waktu cepat. Dia pun sangat berterimakasih pada seluruh keluarga.
“Dan Alhamdulillah hari ini menyelesaikan mimpi ayahnya yang 30 tahun lalu. Jadi itulah ayah saya dan saya berterima kasih karena dorongan dari keluarga, kepada ibu saya, istri anak-anak saya,” ucapnya.
Bahlil juga mengucapkan terima kasih pada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang memberikan dukungan padanya untuk dapat menjalani studi di UI. Bahlil menuturkan kerap ijin dari rapat selama menjalani pendidikan Doktoral.
“Dan lebih khusus kepada Bapak Presiden Jokowi dan Bapak Wapres Pak Kiai Ma'ruf Amin yang selalu memberikan support kepada kami untuk bisa melanjutkan studi, karena kalau kami tidak bisa melanjutkan biasanya rapatnya tidak mengenal hari soalnya Sabtu Minggu pun kadang-kadang rapat. Tapi tidak kuliah pun kita bilang, pak saya lagi kuliah. Jadi UI ini juga membuat privilege bagi saya untuk meminta izin dengan sedikit, tapi untuk kebaikan,” kataya.
Dalam sidang yang digelar di Makara Art Center (MAC) UI, hadir sejumlah tokoh dan pejabat. Antara lain Wakil Presiden Ma’ruf Amin; mantan Wapres Jusuf Kalla; pimpinan MPR Ahmad Muzani, Kahar Muzakir dan Dr. Lestari Moerdija; Wakil Ketua DPR Adies Kadir; Ketua DPD RI, Sultan Baktiar Najamudin; Wakil Ketua MK Anwar Usman dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Sujono Djojohadikusumo.
Sidang diketuai oleh Prof. Dr. I Ketut Surajaya, Prof. Dr. Chandra Wijaya, sebagai promotor, serta Dr. Teguh Dartanto dan Athorm Subroto sebagai ko-promotor. Tim penguji terdiri dari para ahli seperti Dr. Margaretha Hanita, Prof. Dr. A. Hanief Saha Ghafur, Prof. Didik Junaidi Rachbini, M.Sc., Ph.D, Prof. Dr. Arif Satria, S.P., M.Si., dan Prof. Dr. Kosuke Mizuno.
“Dalam menyelesaikan studi S3 saya di SKSG UI dan tadi baru selesai ujian terbuka, Alhamdulillah sudah selesai tugas saya. Karena saya melakukan studi ya kajian, jadi pasti tidak bisa diharapkan oleh hanya daftar pustaka. Jadi pasti turun lapangan, analisa, kompikasi aturan regulasi dengan negara lain pembanding,” katanya.
Dia mengaku agak sulit membagi waktu kuliah dengan kesibukannya sebagai menteri dan politikus. Namun dengan tekad yang bulat akhirnya Bahlil pun meraih gelar Doktornya.
“Agak susah (membagi waktu) tapi saya harus lakukan karena sejak saya masih mahasiswa S1 saya konsisten dengan waktu sekolah. Dan saya dalam proses tidak pernah ada pemberian, dalam konteks pemberi cuma-cuma, harus perjuangan. Perjuangan salah satunya konsekuensinya adalah fokus dan memberikan waktu sekalipun sempit. Jadi saya mengerjakan,” ungkapnya.
Ketua Umum Partai Golkar itu mengambil kajian mengenai hilirisasi nikel berkelanjutan. Dengan kajiannya itu Bahlil harus terjun langsung ke lapangan untuk melakukan pengujian.
“Ini kan menyangkut hilirisasi nikel jadi harus betul-betul lebih detil. Kemudian dampak positif dan negatif untuk negara dan kita lakukan hilirisasi secara berkeadilan,” ujarnya.
Bahlil menekankan pentingnya hilirisasi nikel yang berkelanjutan dan memperhatikan lingkungan. Selama hampir lima tahun bekerja di Kementrian Investasi sebagai menteri kata Bahlil dan mendapat tugas hilirisasi maka dia merasa perlu melakukan pengujian secara akademik.
“Saya coba menguji secara akademik apa yang kita sudah lakukan dalam negara ini, sudah bagus atau belum. Kalau sudah bagus saya akan tingkatkan, kalau belum apa yang harus kita revisi, apa yang akan kita lakukan perbaikan. Makanya salah satu pendekatan teori adalah tentang evaluasi dari kebijakan yang ada,” ungkapnya.
Bahlil menuturkan, dalam disertasinya dikatakan bahwa menurut beberapa pakar ekonomi tidak ada sebuah negara di dunia ini yang industrialisasinya jalan tanpa ada keterlibatan negara. Negara dalam konteks by design, tidak parsial.
“Karena kalau kita merujuk pada Korea, Jepang, Cina, Eropa itu ada kementrian khusus yang membidangi hilirisasi atau lembaga. Nah kita ini kan masih parsial. Karena itu saya merekomendasikan harus ada yang membidangi hilirisasi khusus,” ujarnya.