Cerita dua jenderal polisi tak lindungi anak terjerat kasus hukum
14 Taruna Akademi Kepolisian ditetapkan sebagai tersangka tewasnya Brigdatar Mohamad Adam. Hasil autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, taruna tingkat II ini tewas dengan luka lebam di bagian paru-paru akibat dihajar seniornya.
14 Taruna Akademi Kepolisian ditetapkan sebagai tersangka tewasnya Brigdatar Mohamad Adam. Hasil autopsi Rumah Sakit Bhayangkara Semarang, taruna tingkat II ini tewas dengan luka lebam di bagian paru-paru akibat dihajar seniornya.
Hasil pemeriksaan saksi menyebut sebelum tewas korban bersama rekan-rekannya sempat berada di kamar taruna tingkat III. Mereka diminta untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan Taruna Tingkat I yang tergabung dalam Korps Himpunan Indonesia Timur (HIT).
Mereka diminta seniornya melakukan posisi mersing atau badan terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Dalam posisi itu, korban dipukuli beberapa kali di bagian ulu hati. Adam sempat kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Nyawanya tak tertolong.
Satu tersangka ternyata anak Komandan Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail. Ke-14 orang tersangka yang merupakan senior Adam kini ditahan di Polda Jawa Tengah (Jateng).
"Anak saya yang kedua menjadi tersangka," ungkap Murad saat dikonfirmasi, Jakarta, Selasa (6/6).
Murad mengatakan, saat kejadian anaknya berada di lokasi. Namun, menurut dia, anaknya tidak ikut melakukan pemukulan. "Anak saya ada di sana, malah jadi tersangka. Dia enggak mukul tapi dia di sana," katanya.
Kendati begitu, jenderal bintang dua ini menyerahkan sepenuhnya kasus tersebut kepada institusi Polri. Menurutnya, bagaimana pun hukum harus ditegakkan sekalipun anaknya yang dianggap terlibat dalam kasus tersebut. Dia tidak akan melakukan intervensi.
"Saya berusaha membela, tapi ya hukum harus ditegakkan. Kita biarkan saja, mungkin nasibnya bukan jadi polisi. Kamu saja enggak jadi polisi bisa hidup," ujar Murad.
Keputusan Murad menyerahkan anaknya ke jalur hukum mengingatkan kisah mantan Kapolri Jenderal (Purnawirawan) Widodo Budidarmo. Semasa hidup Widodo dikenal tegas.
-
Dimana wisuda taruna Akpol berlangsung? Upacara wisuda Prajurit Bhayangkara Taruna (Prabhatar) Akademi TNI dan Akademi Kepolisian (Akpol) digelar di Lapangan Sapta Marga, Kompleks Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah, Selasa (28/11).
-
Siapa yang diwisuda menjadi taruna Akpol? Anak kedua Ferdy Sambo, Tribrata salah satu taruna yang diwisuda kemarin.
-
Siapa saja Taruna Akpol yang memberikan Kejutan pada Jenderal Bintang Dua Polri? Dua taruna turut menghadiahkan buket bunga di hari istimewa sang jenderal. Kedua sosok taruna tersebut pun lantas menjadi sorotan. Siapa kedua sosok tersebut? Simak ulasan selengkapnya berikut ini.
-
Kapan Tiko Aryawardhana meninggalkan Polres Metro Jakarta Selatan? Pada Rabu dini hari tanggal 17 Juli sekitar pukul 00.35 WIB, setelah selesai pemeriksaan, suami dari Bunga Citra Lestari ini terlihat berjalan cepat meninggalkan Polres Metro Jakarta Selatan.
-
Mengapa Taruna Akpol memberikan kejutan pada Jenderal Bintang Dua Polri? Diketahui, agenda tersebut tak lain sebagai penutup usai kelulusan para Taruna menempuh pendidikan Akpol selama empat tahun. "Gubernur Akpol beserta Ibu Asuh taruna menyelenggarakan dinning out dengan seluruh taruna Tk IV/ Angk 55 Yon Satya Dharma," demikian dikutip dari keterangan akun Instagram @humasakpol
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
Pada pertengahan Mei 1973 akan selalu diingat keluarga Jenderal Pol Widodo Budidarmo. Ketika itu, keluarga Widodo berduka setelah sopir keluarga mereka, Sugianto tertembak pistol yang dipegang Tono, putra Widodo yang saat itu baru duduk di bangku SMP.
Peristiwa itu terjadi saat Widodo masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dengan pangkat mayor jenderal polisi. Ketika itu Tono dan Sugianto menjemput adiknya Tina di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan. Sebelum berangkat, rupanya Tono masuk ke kamar kerja Widodo di rumah dinas.
Saat itu, tidak seperti biasanya, Widodo lupa mengunci ruang kerjanya. Tono melihat sepucuk pistol di laci meja kerja ayahnya. Pistol itu dibawanya.
Dalam perjalanan, pistol itu diperlihatkan kepada Sugianto yang kemudian memberi Tono sebutir peluru. Saat menunggu Tina, di jok belakang Tono memainkan pistol itu. Ia ingin tahu cara kerja pistol itu. Dia putar-putar dan gerakkan hingga tiba-tiba pistol itu menyalak. Tono terperanjat dan panik saat melihat darah keluar dari tubuh Sugianto yang duduk di jok sopir.
Orang-orang di sekitar langsung mengerubungi mobil. Nyawa Sugianto tak bisa diselamatkan. Peristiwa itu membuat Widodo terkejut dan sedih. Dia yakin peristiwa itu akan menjadi berita di koran-koran. Sebagai orangtua dia juga membayangkan dampak buruk peristiwa itu bagi Tono.
Apa langkah Widodo berikutnya? Dia langsung mengumpulkan stafnya. Dia meminta masukan terhadap kasus yang menimpa anaknya. Ada staf yang menyarankan agar kasus ini ditutup-tutupi dengan alasan bisa memengaruhi karir Widodo.
Setelah berpikir, Widodo pun ambil keputusan. Dia tidak akan menutupi kasus itu. Dia memilih bertanggung jawab dan menyelesaikan kasus ini secara hukum. Widodo kemudian menyerahkan kasus ini agar diperiksa aparat Polsek Kebayoran Baru, Jaksel.
Widodo kemudian menggelar jumpa pers untuk menjelaskan kejadian itu. Di depan pers, dia kembali menegaskan sikapnya, menyerahkan kasus ini untuk diproses hukum.
"Kalau pers akan memberitakan peristiwa ini terserah. Hanya saja, saya pesankan agar objektif. Ini hanya suatu kecelakaan. Jangan sampai nanti anak saya dicap sebagai pembunuh dan sebagainya sehingga mempengaruhi pertumbuhannya," kata Widodo seperti dikutip dari buku biografinya, Karena Kuasa dan Kasihnya terbitan Praja Bhakti Nusantara dan Q Communication tahun 2004.
Selanjutnya Widodo melaporkan peristiwa itu kepada atasannya Kapolri Jenderal Polisi M Hasan, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro, dan Menhankam/Pangab Jenderal M Panggabean. Widodo juga melapor kepada Presiden Soeharto. Dia mengaku lalai dan siap meletakkan jabatannya. Tetapi, semua menyatakan apa yang dialami Widodo adalah musibah yang harus diambil hikmahnya.
Tono kemudian diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia dihukum masa percobaan selama setahun. Peristiwa itu terbukti tidak menghalangi karier Widodo Budidarmo. Dia bahkan dipromosikan untuk menjabat sebagai Kepala Polri tahun 1974.
Baca juga:
Jenderal Widodo Budidarmo, Kapolri baik & punya selera humor
Kapolri Hoegeng ke Jenderal Widodo: Jangan sampai polisi bisa dibeli
'Jenderal Widodo, Kapolri terbaik yang pernah dimiliki Polri'
Jenderal polisi jujur ini diangkat jadi penasihat Bakamla RI
Ketika anggota polisi bersedekah tiap hari demi keberkahan
Cara polwan cantik ini lestarikan budaya dengan tarian Jawa