Dahnil Anzar: Kasus Penculikan Seperti Kaset Rusak yang Diulang Saat Pemilu
"Kasus penculikan ini selalu diulang-ulang setiap pemilu seperti halnya kaset rusak," kata Dahni Anzar
Dahnil Anzar mengatakan isu penculikan sengaja dimunculkan oleh lawan politiknya untuk menyerang Prabowo
- Ganjar Soal Hak Angket Pemilu: Kami Tidak Pernah Menggertak, Kami Serius
- Ganjar Dorong Hak Angket Usut Dugaan Kecurangan Pemilu, Anies: Koalisi Perubahan Siap Ambil Bagian
- Ganjar soal Ratusan Kader PDIP Mundur: Hilang Satu Tumbuh Seribu
- Diadukan ke Bawaslu, Ganjar: Mungkin Sekarang Musim Mengadu, Enggak Apa Nanti Saya Jelaskan Semua
Dahnil Anzar: Kasus Penculikan Seperti Kaset Rusak yang Diulang Saat Pemilu
Juru Bicara (Jubir) Calon Presiden (Capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, isu penculikan yang kerap dialamatkan kepada Prabowo dalam Pemilu, sengaja dimunculkan oleh lawan politiknya untuk menyerang Prabowo.
"Kasus penculikan ini selalu diulang-ulang setiap pemilu seperti halnya kaset rusak. Ini hanya untuk kepentingan elektoral dan untuk men-downgrade Pak Prabowo," kata Dahnil saat ngobrol bareng Eddy Wijaya, Selasa (6/2).
Menurutnya, Prabowo sudah mempertanggungjawabkan dirinya dalam kasus tersebut dengan berhenti sebagai perwira TNI. Walaupun dalam putusan sidang Mahkamah Militer, Prabowo disebutnya dinyatakan tidak terlibat secara langsung.
"Prabowo diberhentikan karena bertanggungjawab terhadap pasukan yang diduga terlibat dalam kasus ini. Inilah yang saya sebut sebagai loyalitasnya beliau. Kadang yang bukan tanggungjawab beliau secara langsung, tapi beliau mau mengembannya demi menjaga kepentingan bangsa dan negara," sebutnya.
Sikap Prabowo itu diungkapnya, membuat banyak orang yang dulu berhadapan dengannya pada akhirnya menjadi teman dekat. Bahkan, hingga bergabung menjadi barisan pendukung Prabowo dalam perpolitikan nasional.
"Sebelum Pak Budiman Sudjatmiko (eks politikus PDIP), ada banyak aktivis yang kemudian mendukung Pak Prabowo seperti Pius Lustrilanang, almarhum Desmond Junaidi Mahesa dan Haryanto Taslam," ungkapnya.
Dahnil pun tidak menepis sikap para aktivis tersebut kerap dikaitkan dengan sindrom stockholm, istilah yang pernah dicetuskan oleh seorang kriminolog Nils Bejerot, terhadap para korban yang memiliki ikatan psikologis dengan penculiknya.
Namun, Dahnil menurutnya sikap para aktivis terletak pada upaya mereka menemukan kebenaran pada peristiwa 98.
"Pertama, mereka mengetahui bahwa Pak Prabowo tidak bersalah. Kedua, mereka melihat ada nilai ksatria dan patriotisme dari Pak Prabowo, dan ketiga, ada nilai-nilai kemanusiaan. Ini ibarat pepatah Jawa yaitu becik ketitik ala ketara artinya pada saatnya yang benar akan terbuka dan yang salah akhirnya terlihat,"
ucap Dahnil.
Strategi Bongbong Marcos dan Joget Gemoy Dalam podcast EdShareOn bersama Eddy Wijaya, Dahnil juga menjawab isu strategi politik Prabowo yang menggaet Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres, yang mirip dengan Bongbong Marcos, anak dari diktator Filipina yang menggaet anak Duterte untuk menang Pemilu. Menurut Dahnil isu itu hanyalah framing media terhadap Prabowo.
"Sejak awal Pak Prabowo yakin bahwa cawapres potensial adalah Mas Gibran. Pak Prabowo mewakili generasi lintas zaman sementara Mas Gibran mengimplementasikan anak muda yang dekat dengan sosial media dan teknologi," jelasnya.
Menurut Dahnil, langkah besar Prabowo menggaet Gibran sebagai Cawapres adalah untuk menjadi jembatan masa depan generasi muda, yang akan menghadapi bonus demografi pada 2045.
"Makanya program Pak Prabowo itu yakni berfokus pada anak-anak balita menjadi lebih sehat dan lebih cerdas untuk menjadi generasi emas 2045," paparnya.
Dahnil juga menyampaikan soal strategi 'gemoy' yang kini melekat dengan Prabowo. Menurut Dahnil, istilah gemoy itu bukanlah buatan timnya, tapi julukan netizen yang senang dengan tari Gatot Kaca yang sering diperagakan oleh Prabowo. "Bahkan Pak Prabowo sempat bertanya karena tidak tahu apa itu gemoy," ucapnya.
Menurut Dahnil, Prabowo memang senang dengan tari Gatot Kaca karena terinspirasi dari kakeknya, yang juga salah satu tokoh bangsa yakni Margono Djojohadikoesoemo, saat menyambut cucunya.
“Itu memang otentiknya Pak Prabowo. Kalau lagi gembira dia langsung joget begitu dari dulu. Bahkan pada 2019 itu sudah juga diperlihatkan. Sekarang saja di-framing seperti itu seolah-olah baru," pungkasnya.