Deretan Fakta Penangkapan Gubernur Bengkulu oleh KPK, Ada Barang Bukti Miliar Rupiah
KPK telah menangkap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, karena dugaan kasus korupsi.
Penangkapan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) menciptakan kegemparan di masyarakat. Tindakan ini merupakan salah satu upaya hukum yang tegas dari KPK di tengah situasi politik menjelang Pilkada 2024. Bersama Rohidin, dua orang lainnya juga ditangkap, yaitu Sekretaris Daerah Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudannya yang bernama Evriansyah alias Anca. Operasi ini dikatakan sebagai hasil dari penyelidikan mendalam terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan petahana di Bengkulu.
Sejumlah fakta dan kronologi terkait kasus ini mulai terungkap, termasuk modus operandi yang digunakan serta dampaknya terhadap stabilitas politik di daerah tersebut. Salah satu sorotan utama dari penangkapan ini adalah barang bukti sebesar Rp7 miliar. Berikut adalah tujuh fakta mengenai penangkapan Rohidin Mersyah oleh KPK yang berhasil dihimpun oleh Liputan6 pada hari Senin, 25 November.
- Bawaslu Ungkap Alasan Tak Coret Cagub Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah Usai Amplop 'Serangan Fajar' Disita KPK
- Peras Anak Buah hingga Rp7 Miliar, Intip Isi Garasi Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah
- Profil dan Kekayaan Rohidin Mersyah, Gubernur Bengkulu Tersangka Korupsi Usai Peras Anak Buah untuk Ongkos Pilkada
- Duduk Perkara Kasus Korupsi Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Minta Setoran Anak Buah untuk Biaya Pilkada
Penangkapan Dimulai Berdasarkan Transaksi Ajudan
Pada hari Jumat, 22 November 2024, KPK menerima informasi mengenai dugaan adanya transaksi uang yang melibatkan ajudan gubernur serta Sekretaris Daerah Bengkulu. Informasi ini menjadi landasan bagi KPK untuk melaksanakan operasi pada tanggal 23 November 2024.
Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menangkap delapan orang, termasuk beberapa pejabat tinggi daerah. Di antara yang ditangkap adalah Kadis Disnakertrans Provinsi Bengkulu, Syarifudin; Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu, Syafriandi; Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Saidirman; serta Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu, Ferry Ernest Parera. Selain itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso, juga termasuk dalam daftar yang ditangkap.
Kronologi Penangkapan
Operasi yang dilakukan dimulai sejak pagi hari dengan penangkapan sejumlah pejabat pemerintah. Pada malam harinya, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, beserta ajudannya ditangkap di Bandara Fatmawati Bengkulu. Dalam operasi tersebut, pihak berwenang berhasil mengamankan total uang tunai sekitar Rp 7 miliar yang terdiri dari berbagai mata uang.
Uang Tunai Rp 7 Miliar Jadi Barang Bukti
KPK telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah uang tunai yang diduga merupakan hasil dari praktik pemerasan dan pungutan liar. Uang yang disita terdiri dari berbagai pecahan, termasuk Rupiah, Dolar Amerika, dan Dolar Singapura. Modus operandi dalam pengumpulan uang tersebut dilakukan dengan cara memotong anggaran dinas serta honorarium untuk pegawai tidak tetap. Hal ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.
Dalam konteks ini, tindakan KPK sangat penting untuk menegakkan hukum dan mencegah praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Penyitaan uang tunai ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku yang terlibat dalam praktik tidak etis tersebut. Selain itu, langkah ini juga mencerminkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi di berbagai sektor, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan anggaran publik.
Korupsi untuk Pendanaan Pilkada
Rohidin diduga memanfaatkan dana yang berasal dari praktik korupsi untuk mendanai kampanyenya dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024. Sejak Juli 2024, ia meminta para stafnya untuk mengumpulkan uang dengan berbagai metode, termasuk dengan mengancam akan melakukan rotasi jabatan terhadap kepala dinas yang gagal mencapai target pengumpulan dana.
Pasal yang Dikenakan
Rohidin dan dua orang tersangka lainnya dikenakan dakwaan berdasarkan Pasal 12 huruf e serta Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sesuai dengan Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ketiga tersangka tersebut akan menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi yang terletak di Jakarta.
Kontroversi dalam Penegakan Hukum saat Pilkada
Pengacara Rohidin mengajukan pertanyaan mengenai penahanan yang terjadi pada masa tenang Pilkada. Di sisi lain, KPK menegaskan bahwa proses penegakan hukum akan terus berjalan dan tidak terpengaruh oleh tahapan politik yang sedang berlangsung.
Pengaruh Politik terhadap Dinamika Daerah
Penangkapan ini telah mengganggu stabilitas politik di Bengkulu. Banyak simpatisan Rohidin yang berkumpul di sekitar lokasi penahanan untuk menuntut kejelasan mengenai situasi tersebut. Selain itu, kasus ini juga menarik perhatian secara nasional, terutama karena waktunya yang bertepatan dengan persiapan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Apa alasan KPK menahan Gubernur Bengkulu?
Gubernur Bengkulu telah ditangkap karena diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dan pemerasan. Kasus ini berkaitan dengan pengumpulan dana yang diduga digunakan untuk keperluan Pilkada 2024.
Berapa jumlah uang yang disita oleh KPK sebagai barang bukti?
KPK berhasil menyita uang dengan total sekitar Rp 7 miliar yang terdiri dari berbagai mata uang, termasuk Rupiah, Dolar Amerika, dan Dolar Singapura. Tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang marak terjadi.
Apakah penangkapan ini akan mempengaruhi Pilkada 2024?
Penangkapan ini memiliki pengaruh signifikan terhadap dinamika politik di tingkat lokal, terutama karena melibatkan salah satu calon petahana dalam pemilihan kepala daerah di Bengkulu. Situasi ini bisa memengaruhi persepsi publik terhadap kandidat tersebut serta dapat mengubah arah dukungan pemilih menjelang pemilihan yang akan datang.
Pasal apa yang diterapkan kepada para tersangka?
Para pelaku dihadapkan pada Pasal 12 huruf e serta Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang berhubungan dengan pemerasan dan gratifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan mereka tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menciptakan dampak negatif bagi masyarakat dan integritas hukum secara keseluruhan.