Rohidin Mersyah Terkena OTT KPK, Apa Dampak Terhadap Pencalonannya?
KPK telah menangkap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Apa pengaruhnya terhadap Pilkada Serentak 2024? Mari kita simak analisisnya.
Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Bengkulu sekaligus calon gubernur petahana, Rohidin Mersyah, mengejutkan masyarakat.
Penangkapan ini terjadi hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, sehingga menimbulkan banyak pertanyaan mengenai nasib pencalonan Rohidin.
Rohidin ditangkap bersama beberapa pejabat lainnya, termasuk Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu dan ajudannya, terkait dengan dugaan pengumpulan dana untuk keperluan Pilkada. Situasi ini memicu spekulasi tentang kelangsungan proses pemilihan di provinsi tersebut.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu, Rusman Sudarsono, menegaskan bahwa tahapan Pilkada akan tetap berlangsung sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Namun, muncul pertanyaan besar mengenai status pencalonan Rohidin di tengah permasalahan hukum yang dihadapinya.
Kronologi OTT Rohidin Mersyah oleh KPK
Pada hari Sabtu, 23 November 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, yang juga merupakan calon petahana dalam pemilihan kepala daerah Bengkulu. Penangkapan ini berlangsung di Bengkulu dan melibatkan tujuh orang lainnya, termasuk Sekretaris Daerah Bengkulu, Isnan Fajri, serta ajudan gubernur, Evriansyah yang akrab disapa Anca.
Dalam operasi tersebut, KPK berhasil menyita sejumlah uang tunai yang diduga merupakan hasil pungutan untuk kebutuhan kampanye Pilkada. Salah satu modus operandi yang terungkap adalah permintaan Rohidin kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, yang dikenal dengan inisial SD, untuk mengumpulkan dana sebesar Rp2,9 miliar dari honor pegawai dan guru tidak tetap. Setelah penangkapan, Rohidin dan para pihak yang terlibat segera diterbangkan ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK.
Selanjutnya, pada hari Minggu, 24 November 2024, Rohidin secara resmi ditetapkan sebagai tersangka. Hal ini menandai langkah serius KPK dalam memberantas praktik korupsi di tingkat daerah, terutama menjelang pelaksanaan pemilihan umum. Penangkapan ini juga menunjukkan komitmen KPK untuk menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.
Aturan KPU dan UU Pilkada Terkait Kasus
Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 Pasal 16 menjelaskan bahwa proses Pilkada akan tetap dilanjutkan meskipun calon dinyatakan sebagai tersangka, terdakwa, atau terpidana menjelang hari pemungutan suara. Ketua KPU Bengkulu, Rusman Sudarsono, mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat kepada KPPS di seluruh TPS untuk memberitahukan status Rohidin.
Dalam Pasal 163 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Pilkada, dinyatakan bahwa calon kepala daerah yang berstatus tersangka masih dapat dilantik jika terpilih.
Namun, jika status hukumnya berubah menjadi terdakwa atau terpidana, pelantikan akan tetap berlangsung, tetapi mereka akan diberhentikan sementara atau langsung setelah pelantikan. "Norma yang ada di PKPU dan UU Pilkada menjadi pedoman kami dalam menyikapi situasi ini," kata Rusman pada hari Minggu (24/11), seperti dilansir dari Antara.
Sikap KPU Bengkulu Pasca Penangkapan Rohidin
KPU Bengkulu menegaskan bahwa proses tahapan Pilkada akan tetap berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, meskipun isu mengenai operasi tangkap tangan (OTT) terhadap calon petahana menjadi sorotan masyarakat.
Hingga hari Minggu, 24 November 2024, KPU telah memasuki masa tenang dan mulai melakukan distribusi logistik Pilkada ke tempat pemungutan suara (TPS) yang berada di lokasi terpencil.
"Distribusi logistik kami pastikan selesai pada 26 November, sehingga pencoblosan tetap berlangsung pada 27 November," ungkap Rusman.
Mengenai status calon petahana Rohidin, KPU menyatakan bahwa mereka hanya akan bertindak berdasarkan informasi resmi yang diterima dari lembaga hukum yang berwenang.
"Kami tidak bisa menafsirkan di luar norma PKPU yang ada," tambahnya. Dengan demikian, KPU berkomitmen untuk menjaga integritas dan kelancaran pelaksanaan Pilkada meskipun terdapat isu yang mengemuka di masyarakat.
Reaksi Publik dan Partai Pengusung
Operasi tangkap tangan (OTT) yang menimpa Rohidin memicu beragam reaksi dari masyarakat dan partai-partai pendukungnya. Hingga saat ini, koalisi partai yang mengusung Rohidin, seperti Golkar, PKS, dan Hanura, belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai langkah-langkah yang akan diambil setelah OTT tersebut.
Di sisi lain, pasangan calon nomor urut 1, Helmi Hasan-Mian, juga menarik perhatian publik. Helmi Hasan, yang sebelumnya menjabat sebagai Wali Kota Bengkulu, dianggap memiliki potensi besar untuk meraih suara jika kasus yang menimpa Rohidin berdampak pada tingkat elektabilitas pasangan nomor urut 2.
Di kalangan masyarakat Bengkulu, penangkapan ini dianggap sebagai indikasi lemahnya integritas dari calon kepala daerah. "Kami kecewa jika pemimpin kami terlibat korupsi, apalagi untuk kepentingan politik," ujar warga setempat.
Sentimen ini menunjukkan bahwa publik mengharapkan pemimpin yang bersih dan dapat dipercaya. Dengan adanya kejadian ini, masyarakat semakin kritis terhadap calon-calon pemimpin yang akan memimpin daerah mereka. Kejadian OTT ini tidak hanya mengganggu stabilitas politik, tetapi juga menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan pemilih terhadap calon-calon yang ada.
Dampak OTT terhadap Pilkada Bengkulu
Kasus hukum yang dihadapi oleh Rohidin bukan hanya merupakan ujian bagi dirinya, tetapi juga bagi sistem demokrasi di daerah Bengkulu. Dengan waktu yang tersisa sangat singkat sebelum pelaksanaan pemungutan suara, tantangan utama adalah mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan kepala daerah.
KPU, Bawaslu, dan aparat penegak hukum perlu berkolaborasi untuk memastikan bahwa Pilkada dapat berlangsung dengan jujur dan adil. "OTT ini menjadi perhatian, tetapi tidak boleh mengganggu hak pilih masyarakat," ujar Komisioner KPU Pusat, Idham Holik. Jika Rohidin berhasil terpilih meskipun berstatus sebagai tersangka, maka proses hukum yang dihadapi akan menjadi lebih rumit.
Hal ini semakin diperparah dengan ketentuan dalam UU Pilkada yang tetap mengatur pelantikan meskipun calon tersebut menjadi terdakwa atau terpidana. Situasi ini tentunya memerlukan perhatian khusus agar tidak merusak integritas pemilu dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada.
Q: Apakah pencalonan Rohidin akan dibatalkan?
Tidak, sesuai PKPU Nomor 17 Tahun 2024, pencalonan tetap berjalan hingga ada putusan berkekuatan hukum tetap.
Q: Bagaimana jika Rohidin terpilih tetapi berstatus tersangka?
Dia tetap akan dilantik, namun status hukum akan memengaruhi keberlanjutan jabatannya.
Q: Apa dampak kasus ini pada pasangan calon lain?
Pasangan Helmi Hasan-Mian kemungkinan diuntungkan secara elektabilitas karena kasus ini.