Dinas Kesehatan Diminta Perketat Pengawasan Setelah Tarif Tes PCR Turun
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan pemerintah harus mengawasi implementasi penyesuaian tarif Polymerse Chain Reaction (PCR) di setiap fasilitas kesehatan.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengatakan pemerintah harus mengawasi implementasi penyesuaian tarif Polymerse Chain Reaction (PCR) di setiap fasilitas kesehatan. Menurut dia, sebelumnya setiap fasilitas kesehatan yang menyediakan tes Covid-19 tersebut telah mendapat ruang yang lebih luas mematok harga setiap kali tesnya.
"Menurut saya kemarin-kemarin sudah relatif mendapat keleluasaan sehingga ini pun yang disampaikan pemerintah ini saya kira sudah memberi ada ruang, tidak rugi lah," kata Dicky saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (18/8).
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
-
Bagaimana peningkatan kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Peningkatan kasus Covis-19 di DKI Jakarta aman dan sangat terkendali. Tidak ada kenaikan bermakna angka perawatan rumah sakit juga.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
Karena itu, Dinas Kesehatan mesti memonitor secara ketat agar tidak ada penyedia tes yang melanggar aturan tersebut. Bila ada yang melanggar aturan itu, pemerintah mesti memberikan hukuman berupa sanksi administrasi.
"Saya kira ya kalau ada yang melanggar, mudah-mudahan bisa disanksilah ya, bukan pidana ya, bisa pengukuhan sementara izinnya, ditegur dan tindakan administratif lainnya," kata dia.
Dia mengatakan bahwa kebijakan pemerintah yang menurunkan batas maksimal harga PCR tersebut sudah dalam batas normal dan relatif lebih banyak masyarakat yang dapat menjangkau layanan itu.
Menurut dia, harga suatu tes PCR dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni bahan baku, riset, dan biaya pengembangannya.
"Kita nggak bisa memaksakan sama banget dengan India, berat. Satu, jasa dari orangnya juga murah banget India tuh, kemudian terutama nih yang gak bisa kita samain tuh karena 'reagen' atau komponen lain banyak yang sudah dibuat domestik dan lokal," katanya.
Kendati telah diturunkan, Dicky menuturkan bahwa harga tersebut masih dapat diturunkan tergantung kesiapan pemerintah dalam menyiapkan kebijakan.
"Masih bisa turun lagi, dan itu tapi tergantung pada menurut saya gini, satu juga ini kan komponennya masih impor, nah seberapa jauh pemerintah menurunkan bea masuk itu," kata Dicky.
Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP) sudah melakukan evaluasi terkait batasan tarif tertinggi tes polymerase chain reaction (PCR). Mengacu proses evaluasi tersebut, maka pemerintah resmi menurunkan batas tarif tertinggi PCR untuk Jawa-Bali Rp495 ribu dan luar Jawa-Bali Rp525 ribu.
Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polhukam-PMK, Iwan Taufik Purwanto, penetapan tarif tersebut berdasarkan surat permohonan JP.02.03/I/2841/2021 dari Kementerian Kesehatan, pada 13 Agustus 2021. Serta merujuk pada surat BPKP sebelumnya pada bulan September 2020 lalu tentang masukan standar biaya uji usap (tes pcr).
"Hasil perhitungan kami sudah disampaikan Kemenkes melalui surat Kemenkes melalui surat Nomor 606, tanggal 14 Agustus 2021 dan diharapkan menjadi pertimbangan Dirjen Pelayanan Kesehatan untuk menetapkan langkah kebijakan lebih lanjut," kata Iwan saat konferensi pers virtual, Senin(16/8).
Dia menjelaskan, pihaknya melakukan evaluasi berdasarkan kondisi yang diperoleh dari hasil audit BPKP selama ini terkait pelaksanaan PCR tes yang dilakukan BNPB, Kemenkes dalam rangka penanganan pandemi Covid-19. Tidak hanya itu, evaluasi tersebut juga berdasarkan dari E-katalog, maupun dari informasi lainnya.
"Beberapa yang kami sampaikan sudah diinformasikan melalui surat kami, dan diharapkan jadi pertimbangan Menkes untuk menetapkan langkah kebijakan lebih lanjut dalam rangka menindaklanjuti arahan dari Bapak presiden," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin agar biaya tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) diturunkan menjadi Rp 450.000-550.000. Perintah tersebut seiring keluhan masyarakat terkait harga tes PCR yang hingga saat ini masih terbilang mahal.
"Iya salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah menurunkan tes PCR, dan saya sudah berbicara dengan menteri kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR di kisaran Rp450.000-550.000," kata Jokowi dalam akun youtube sekretariat presiden, Minggu(15/8).
Selain itu Jokowi juga meminta agar hasil tes PCR dikeluarkan secepatnya. Maksimal 1x24 jam, bisa diketahui hasilnya.
"Selain itu saya minta agar tes PCR diketahui hasilnya maksimal 1x24 jam, kita butuh kecepatan," ungkapnya.
Baca juga:
Polda Lampung Awasi Penerapan Tarif Baru Tes RT-PCR di Fasyankes
Pemkot Belum Terbitkan Edaran, Tes PCR di Kota Tangerang Masih Mahal
Tarif Tertinggi Tes PCR di Jawa-Bali Kini Rp495 Ribu
Tarif Tes Covid-19 di Kimia Farma, PCR Rp495.000 dan Antigen Rp85.000
Wagub DKI Sebut Turunnya Harga PCR Bisa Tekan Laju Kasus Covid-19
Pemprov DKI Gandeng 119 Lab Swasta Agar Tes PCR Lebih Terjangkau