Dinilai Inkonstitusional, Kewenangan Jaksa Mengajukan Peninjauan Kembali Dihapus MK
Menurut MK, wewenang jaksa dalam mengajukan PK tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum.
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa kewenangan jaksa untuk mengajukan peninjauan kembali (PK), sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 30C huruf h, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 karena menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan, dipantau dari kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, di Jakarta, Jumat (14/4).
-
Kapan Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi? Sebelumnya, Masinton Pasaribu berupaya menggalang dukungan anggota Dewan untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Apa yang dikembalikan Achsanul Qosasi ke Kejagung? “Telah berhasil mengupayakan penyerahan kembali sejumlah uang sebesar USD 619.000 dari tersangka AQ, sehingga total penyerahan uang tersebut senilai USD 2.640.000 atau setara dengan Rp40 miliar,” tutur Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).
-
Apa yang sedang dilakukan Kejaksaan Agung terkait korupsi timah? Kebakaran Agung (Kejagung) tengah berkodinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara akibat mega korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah 2015-2022.
-
Apa yang diubah Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024? Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang. “Ada kesepakatan baru, sekarang 19 orang. Sebelumnya MK hanya memperbolehkan pemohon membawa 17 orang terdiri dari 15 saksi dan 2 ahli,” kata Fajar kepada awak media di Gedung MK Jakarta, Selasa (26/3/2024).
-
Kenapa PDIP berencana membawa kasus kecurangan ke Mahkamah Konstitusi? PDI Perjuangan siap membawa sejumlah bukti dan saksi ke Mahkamah Konstitusi (MK) di antaranya seorang kepala kepolisian daerah (kapolda) terkait gugatan hasil Pilpres 2024 setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Menurut MK, wewenang jaksa dalam mengajukan PK tidak hanya menimbulkan ketidakpastian hukum, tetapi kewenangan ini juga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan oleh jaksa, khususnya dalam hal pengajuan PK terhadap perkara yang notabene telah dinyatakan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Perkuat Putusan MK
Sebelumnya, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016, MK telah nyatakan jaksa tidak berwenang mengajukan PK, tetapi hanya terpidana atau ahli warisnya.
"Mahkamah perlu menegaskan kembali perihal empat landasan pokok yang tidak boleh dilanggar dan ditafsirkan selain apa yang secara tegas tersurat dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP," ucap Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul.
Adapun empat landasan pokok tersebut, yaitu: peninjauan kembali hanya dapat diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; PK tidak dapat diajukan terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Selanjutnya, permohonan PK hanya dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya; dan keempat adalah PK hanya dapat diajukan terhadap putusan pemidanaan.
"Oleh karena itu, berkenaan dengan norma Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Nomor 11 Tahun 2021, telah ternyata tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam empat landasan pokok untuk mengajukan PK," ujar Manahan, demikian dikutip Antara.
Gugatan ini diajukan oleh seorang notaris Hartono dengan nomor perkara 20/PUU-XXI/2023.
(mdk/gil)