Dipindah ke Lapas Mojokerto, napi terorisme minta HP & rice cooker
Lapas klas IIB Mojokerto menerima limpahan seorang napi kasus terorisme bom Sarinah dan Thamrin, Wildan Fauzie Bahriza (26), dari Rutan Brimob, Selasa (11/7) kemarin. Di dalam Lapas, pria lulusan S2 Informatika itu meminta peralatan yang tidak diperbolehkan.
Lapas klas IIB Mojokerto menerima limpahan seorang napi kasus terorisme bom Sarinah dan Thamrin, Wildan Fauzie Bahriza (26), dari Rutan Brimob, Selasa (11/7) kemarin. Di dalam Lapas, pria lulusan S2 Informatika itu meminta peralatan yang tidak diperbolehkan.
"Banyak permintaannya barang-barang yang dilarang untuk para napi, seperti handphone, rice cooker, dan lain lain," kata Hanafi, Kepala Lapas Mojokerto, Selasa (12/7).
Setibanya di Lapas Mojokerto Selasa kemarin, warga Bangil Pasuruan itu dikawal anggota Densus 88. Dia kemudian ditempatkan di ruang sel terpisah dengan napi lainnya. Lokasi sel sengaja dipisah di blok C untuk proses pembinaan secara khusus.
"Kita tetap mempertimbangkan kemanusiaan sesuai Undang-undang No 12 tentang Kemasyarakatan. Untuk melakukan pembinaan saya bersama 5 sampai 6 alim ulama. Karena ideologinya garis keras dan SDM yang agak tinggi karena dia lulusan S2," ujar Hanafi.
Menurut Hanafi, sesuai petikan putusan yang diterima, Wildan Fauzie Bahriza divonis 5 tahun penjara karena terlibat peristiwa bom Sarinah, Thamrin, lalu. Dia sudah menjalani hukuman satu tahun lebih di Rutan Mako Brimob.
"Kapasitas di Rutan Brimob sudah penuh makanya dilakukan pemerataan, di antaranya dipindah ke Lapas Mojokerto," jelas Hanafi.
Diketahui, Wildan ditangkap Densus 88 Antiteror saat berada di rumah istrinya, di Indramayu, Jawa Barat, pada Januari 2016 lalu. Dia ditangkap karena terlibat serangan bom Sarinah dan Thamrin, Jakarta. Wildan merupakan jaringan jihad di Suriah anggota ISIS.