Divonis 1,5 tahun, Buni Yani urus proses pengajuan banding
Terdakwa Buni Yani dan kuasa hukumnya akan segera mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung yang menjatuhkan vonis selama 1,5 tahun terkait kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Terdakwa Buni Yani dan kuasa hukumnya akan segera mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung yang menjatuhkan vonis selama 1,5 tahun terkait kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Buni Yani dianggap bersalah karena telah melakukan pemotongan terhadap video pidato Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dalam putusan hakim, Selasa (14/11) lalu.
Buni Yani dan kuasa hukumnya melegalisir surat kuasa untuk banding dan meminta salinan putusan ke Pengadilan Negeri Bandung, Senin (20/11).
"Kita melegalisir dan melakukan daftar permohonan banding. Dasarnya banding kan kita butuh salinan putusan hakim. Kami memiliki pendapat hukum berbeda dengan hakim. Kami sangat yakin klien kami tidak bersalah dan di persidangan pun tidak ada buktinya ia bersalah," kata kuasa hukum Buni Yani, Syawaludin.
Menurutnya, apa yang disangkakan dalam Pasal 32 ayat 1 tidak ada saksi fakta, ahli dan yang bukti surat yang menyatakan Buni Yani terkait.
Ia menyebut, hakim dalam menjatuhkan vonis tidak sesuai etika hukum berlaku. Buni ini dilaporkan dengan pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 oleh Andi Windo dan sc. Namun jaksa menuntut dengan pasal 32 ayat 1. "Mengubah, menambahkan, memotong itu tidak buktinya pak Buni melakukan itu. Buni Yani hanya meng-upload ulang dari media NKRI. Dan menambahkan caption. Jadi tidak termasuk milik orang atau milik publik," ucapnya.
Di tempat yang sama, Buni Yani Mengatakan, laporan dari pendukung Ahok tidak dilakukan research yang baik oleh penyidik juga dinaikan ke PN. Padahal, ia sebut dirinya sudah menghadirkan 6 ahli untuk membantah yang didakwakan.
"Betul gak sih secara logika mereka (hakim) lebih pintar dari ahli kita yang 6 itu. Kita main logika saja. Ini putusan gila tidak masuk akal," ucapnya.
"Makanya kami anggap ini kriminalisasi yang sangat tidak profesional oleh polisi jaksa dan hakim. Mudah-mudahan dalam banding nanti ada keadilan. Seorang dosen berdiskusi di FB dianggap punya unsur pidana. Kan ini gila," terangnya menambahkan.