'Dosa Besar' Soeharto Versi Setara Institute
New York Times serta Forbes, memberi 'gelar kebesaran' untuk Soeharto. Yakni 'Presiden Terkorup Sedunia'.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi merilis catatan tentang Soeharto. Dia menuturkan, ada yang perlu diingat lagi oleh publik.
"Glorifikasi nama Soeharto perlu ditandingkan dengan pendapat berbeda dan dilengkapi dengan sejumlah informasi agar kita tidak terperangkap dalam kultus pribadi," ucap Hendardi kepada Liputan6.com, Sabtu (8/12/2018).
-
Bagaimana cara Soeharto memilih wakil presiden di era Orde Baru? Menurut Soeharto, tim ini yang akan memberikan penilaian akhir dari nama-nama yang muncul untuk menjadi wakil presiden Soeharto."Saya tidak sendiri memilih wakil presiden," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto mendapat gelar Jenderal Besar? Presiden Soeharto mendapat anugerah jenderal bintang lima menjelang HUT Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke-52, tanggal 5 Oktober 1997.
-
Siapa yang berencana meracuni Soeharto? Rupanya tamu wanita yang tidak kami undang itu berencana meracuni kami sekaluarga," kata Soeharto.
-
Kapan Soeharto ditugaskan ke Markas Besar Angkatan Darat di Bandung? Menjelang Perang Pasifik pecah, Sersan Soeharto ditugaskan ke Markas Besar Angkatan Darat di Bandung sebagai pasukan cadangan.
-
Kapan Soeharto bertugas di Sulawesi Selatan? Soeharto dan keluarga BJ Habibie sudah saling kenal dan dekat sejak tahun 1950. Kala itu, Soeharto berdinas di Sulawesi Selatan dan kebetulan rumah BJ Habibie tepat di depan markasnya, Brigade Mataram.
-
Apa yang pernah dititipkan Soeharto kepada Sudjono Humardani? Ceritanya pada tahun 1967, Sudjono pernah diberi tugas oleh Soeharto untuk meminjam topeng Gadjah Mada yang disimpan di Pura Penopengan Belah Batu Bali.
Menurut dia, Soeharto hanya tinggal pelajaran saja. Pertama yang harus diingat adalah bagaimana bisa meraih gelar sekaligus dalam militer. Yakni, Panglima AD, Pangkostrad, kemudian Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) di tahun 1965.
"Kebesaran Soeharto adalah sukses memborong tiga jabatan Panglima militer sekaligus hanya dalam dua minggu saja," jelas Hendardi.
Meski menjabat rangkap, masih kata dia, keadaan darurat tetap dijalankannya. Maka, perkiraan secara moderat selama 1965 sampai 1966, sebanyak 500.000 warga sipil jadi korban pembantaian. Serta 1,6 juta orang dijebloskan ke penjara.
"Kebesarannya adalah catatan rekor jumlah korban pembantaian, serta penahanan warga negara secara sewenang-wenang," ungkap Hendardi.
Selain itu, lanjut dia, ada korban juga dalam invasi militer ke Timor Timur (1975-1976), memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh (1989-1998), pembunuhan misterius (1982-1984), dan pembataian Tanjungpriok (1984).
Kemudian, dari sanalah dia justru dinobatkan sebagai Jenderal besar, dengan pangkat bintang lima.
Hendardi juga mengingatkan, bagaimana Soeharto selalu berkutat dengan isu pembangunan sejak 1973, yang disebutnya dengan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I sampai Pelita VI tahun 1998.
"Meski periode pemerintahannya menimbulkan korban penggusuran, kesengsaraan buruh, serta hutan gundul dan tambang terkuras, Soeharto diberi gelar Bapak Pembangunan. Hal itu sesuai dengan Ketetapan MPR No. V/MPR/1983," jelas Hendardi.
Dia juga membeberkan, gaji Soeharto sebesar 1.764 dolar AS per bulan, yang membuatnya bertengger menjadi presiden yang memiliki kekayaan tak tertandingi di dunia. Dengan kisaran kekayaan keluarganya 15-73 miliar dollar AS.
"Jumlahnya mengalahkan penguasa Filipina Ferdinand Marcos dan penguasa Zaire Mobutu Sese Seko," tutur Hendardi.
Kekayaan keluarganya, menurut dia, bersumber dari dua sayap. Yaitu kerajaan bisnis keluarga dan kerabat, serta puluhan yayasan dalam pengumpulan dana.
"Bayangkan, satu yayasan saja, misalnya, Yayasan Supersemar, digugat Rp 4,4 triliun. Perkara ini dimenangkan Kejaksaan Agung. Kini dijalankan eksekusi termasuk menyita kantor Partai Berkarya, Gedung Granadi. 'Kebesaran Soeharto' berdasarkan catatan-catatan itu diakui dunia. Banyak lembaga dan media luar negeri menobatkan Soeharto sebagai 'Diktator Kejam' atas berbagai pembantaian sipil dilakukannya. Ia (Soeharto) disejajarkan dengan penguasa kejam dunia seperti Hitler, Stalin, dan Polpot," ulas Hendardi.
Studi yang dibungkus sejumlah pakar sejarah dan politik, masih kata dia, terdokumentasi dalam beberapa karya. Yaitu Robert Cribb atas pembantaian 1965-1966, John Taylor mengenai invasi Timor Timur, Amnesty International atas diberlakukannya DOM di Aceh, serta aneka kekerasan Orde Baru yang disunting Ben Anderson.
Atas kekayaannya, masih kata dia, lembaga seperti Transparency International, dan media massa seperti New York Times serta Forbes, memberi 'gelar kebesaran' untuk Soeharto. Yakni 'Presiden Terkorup Sedunia'.
"Begitulah kebesaran Soeharto yang telah dicatat oleh beberapa lembaga dan banyak media. Dengan kebesaran yang sempurna itu, maka kampanye macam apa lagi yang mau dibesar-besarkan?. Hasil berbagai studi ini dapat menjadi pelajaran bagi generasi milenial yang mau belajar Soeharto," pungkasnya.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
'Korupsi Era Orde Baru Dilakukan Secara Besar dan Sistemik'
'Hanya Orang Gila yang Mau Kembali ke Orde Baru'
ICW Nilai Pemerintah Jokowi Tak Serius Ungkap Dugaan Korupsi Soeharto
ICW Sebut KPK Bisa Bantu Pemerintah Usut Dugaan Korupsi Soeharto
Pemuda Peduli Soeharto Laporkan Ahmad Basarah ke Bawaslu
Berkarya: Soeharto Pemimpin Tegas, Menumpas PKI dan Bapak Pembangunan