DPR Desak Apple Bertanggung Jawab atas Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia
Berdasarkan audit, Apple harus memenuhi kurang lebih Rp300 miliar lagi dari total komitmen investasi sebesar Rp1,7 triliun.
Komisi XI DPR RI mengecam ketidakseimbangan kontribusi Apple terhadap perekonomian Indonesia. Meski meraih pendapatan lebih dari Rp30 triliun di Indonesia, perusahaan teknologi asal AS ini belum memenuhi total komitmen investasinya.
Berdasarkan audit, Apple harus memenuhi kurang lebih Rp300 miliar lagi dari total komitmen investasi sebesar Rp1,7 triliun. Angka yang jauh dari proporsional untuk mendukung perkembangan ekonomi nasional.
“Ini bukan hanya soal angka, tapi soal keadilan. Dengan pendapatan sebesar itu, Apple seharusnya memberikan kontribusi nyata yang sebanding untuk mendukung pembangunan ekosistem teknologi dan digital di Indonesia,” tegas Muhammad Hanif Dhakiri, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Hanif menilai, kontribusi Apple yang minim menunjukkan lemahnya tanggung jawab sosial perusahaan terhadap negara tempat mereka meraup keuntungan besar.
Dalam hal ini, pemerintah diminta untuk lebih tegas.Pertama, kata Hanif, Apple harus dipanggil secara resmi untuk memberikan penjelasan mengenai ketimpangan ini.
Kaji Ulang Instentif untuk Asing
Kedua, Hanif meminta agar pemerintah mengkaji ulang insentif dan kebijakan investasi asing. agar perusahaan yang mendulang keuntungan besar di Indonesia diwajibkan memberikan kontribusi ekonomi yang lebih signifikan.
Ketiga, pemerintah harus menyusun regulasi yang mendorong redistribusi ekonomi, seperti peningkatan local content requirement (TKDN) untuk produk yang dipasarkan di Indonesia.
“Jika Apple tidak segera merealisasikan komitmennya, bahkan memperbesar kontribusinya, maka pemerintah harus mempertimbangkan langkah tegas, termasuk evaluasi regulasi perdagangan dan investasi untuk perusahaan asing,” lanjut Hanif.
Komisi XI DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal isu ini agar kepentingan nasional dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama, bukan sekadar keuntungan bagi perusahaan global.