Dua Kasus Mafia Tanah di Jatim Terbongkar, 5 Orang Jadi Tersangka
Dua Kasus Mafia Tanah di Jatim Terbongkar, 5 Orang Jadi Tersangka
Dua kasus yang melibatkan dugaan mafia tanah di Jawa Timur diungkap Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dua Kasus Mafia Tanah di Jatim Terbongkar, 5 Orang Jadi Tersangka
Kedua kasus itu disebut terjadi di Kabupaten Sampang, Madura dan Banyuwangi.
Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, kasus ini sudah dinyatakan P21 alias berkas sudah lengkap. Satgas Mafia Anti Mafia Tanah sendiri sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka.
"Terdapat berkas perkara yang sudah P21 atau lengkap sebanyak dua kasus di Banyuwangi dan Pamekasan dengan jumlah lima orang tersangka," ungkap AHY di Mapolda Jatim, Sabtu (16/3).
Dia menjelaskan, modus kasus tanah di Banyuwangi berupa penggunaan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat di Kantor Pertanahan Banyuwangi.
Dari kasus ini, terdapat kerugian hingga mencapai Rp17 miliar lebih. "Kerugian sekitar Rp17,769 M dengan luas tanah 14.250 meter persegi. Potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp506 juta," tegasnya.
Pada kasus ini terdapat sekitar 1.200 sertifikat palsu yang masih ditahan Kantor Pertanahan Banyuwangi atas instruksi Satgas Anti Mafia Tanah.
Lebih detail kemudian diungkapkan Kasatgas Anti Mafia Tanah Brigjen Pol Arif Rachman. Dia menjelaskan, pengungkapan kasus ini atas laporan dari Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan.
Untuk kasus Banyuwangi, kejadian tersebut terjadi pada Januari 2023 lalu dengan korban AKR yang merupakan ahli waris tanah. Dalam kasus tersebut, terdapat dua orang tersangka yakni P (54) dan PDR (34).
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses pemisahan sertifikat. Korban kemudian menggunakan jasa P sebagai calo untuk membantu.
Dari itu, P kemudian melakukan proses namun terungkap menggunakan surat kuasa palsu dengan melampirkan siteplan yang bertanda tangan, stempel dan nomor registrasi dari Kantor Dinas PU yang ternyata palsu.
P kemudian dibantu oleh PDR yang berperan menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN, kemudian membuat Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR), serta melengkapi persyaratan secara online dan menjadi saksi Akta Jual Beli (AJB) padahal pemilik tanah sudah meninggal dunia.
"Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 miliar. Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya jadi aset pemda tidak terealisasi," jelasnya.
Adapun barang bukti yang diamankan berupa satu unit laptop, sejumlah dokumen, satu lembar kuitansi pembayaran pemisahan bidang sebesar Rp411 ribu.
Atas tindakannya, dua tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP tentang membuat, memalsu dan atau menggunakan surat palsu dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.
"Sedangkan kasus Pamekasan, di mana fakta terhadap objek perkara terbit SHM 476 atas nama D. Tersangka 3 orang sedang diproses di Kejari Pamekasan. Ada bukti dokumen dan beberapa pendukung," kata Arif.
Dalam kasus itu terdapat tiga tersangka berinisial B (57), MS (53), dan S (51) asal Pamekasan. Ketiganya berperan sebagai makelar dengan korban berinisial D. Tersangka S sendiri saat ini diketahui sudah meninggal dunia.
Kasus ini berkembang di tanah seluas 1.418 meter persegi dengan sertifikat tanah atas nama D. Terhadap tanah tersebut, almarhum S membuat dokumen palsu untuk mengajukan permohonan SHM ke Kantor Pertanahan Pamekasan lalu terbit SHM 02559 atas nama S dengan luas 1.408 meter persegi tahun 2020 lalu.
Dalam praktiknya almarhum S bersama tiga tersangka menjual tanah tersebut dengan harga Rp1,3 M kepada Rudy Darmanto. Hal tersebut menimbulkan kerugian bagi D.
Dari hasil penjualan tersebut, tersangka mendapat keuntungan Rp675 juta yang dibagi tiga. Di mana B mendapat Rp45 juta, MS mendapat Rp615 juta, dan S mendapat Rp15 juta.
Atas tindakannya tiga tersangka dijerat Pasal 385 ayat 1 e KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang turut serta menjual tanah padahal diketahuinya yang mempunyai atau turut mempunyai hak di atasnya adalah orang lain dengan ancaman 4 tahun penjara.