Dualisme Kadin, Prof Jimmly: Gantian lah, Cuma Caranya Kurang Mulus
Jimmly enggan berpihak, karena antara Arsjad dan Anindya dekat dengan dirinya.
Dualisme Kamar Dagang Indonesia (Kadin) antara kubu Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie menjadi perhatian mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Jimmly Asshiddiqie. Jimmly enggan berpihak, karena antara Arsjad dan Anindya dekat dengan dirinya.
"Kita tidak boleh berpihak, dua-duanya dekat saya. Jadi jangan karena permainan politik jangka pendek, kita bisa merusak tradisi negara berhukum dan beretika," ujarnya kepada wartawan di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar.
- Sempat Gaduh Dualisme Kepengurusan, Anindya Bakrie Ternyata Bukan Ketum Kadin
- Dualisme Kadin, Anindya Bakrie Pede Bisa Akur dengan Arsjad Rasjid
- Dualisme Kadin Memanas, Kubu Anindya Bakrie Larang Konferensi Pers Arsjad Rasjid di Menara Kadin
- Dualisme di Tubuh Kadin Hingga Angkat Anindya Bakrie Jadi Ketua Umum Hasil Munaslub
Jimmly berharap ada mediasi antara kedua pihak agar dualisme Kadin cepat diselesaikan. Jimmly menyebut Anindya sebenarnya cocok menjadi Ketua Umum Kadin, meski tidak seharusnya menzalimi Arsjad.
"Mediasi saja biar Arsjad tidak merasa dizalimi, tapi kalau Anindya cocok juga ketua umum itu. Gantian lah, cuma caranya kurang mulus, itu aja," tuturnya.
Jimmly menyarankan langkah positif yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan dualisme di Kadin yakni melalui pengadilan.
"Kalau dia merasa diberlakukan secara tidak adil, maka tentu ada pihak ketiga yang melerai melalui cabang kehakiman, bisa PTUN. Kita lihat bagaimana ini, kita serahkan pada mekanisme," kata Jimmly.
Jimmly mengenang saat menjabat sebagai hakim MK memutuskan Kadin adalah lembaga negara. Untuk itu, dirinya meminta agar melihat Kadin bukan sebagai lembaga swasta.
"Kadin itu sudah diputuskan MK di zaman saya. Bahwa Kadin itu adalah lembaga negara dalam arti luas, walaupun dalam praktik kita susah sebagai lembaga negara," bebernya.
Kadin, kata Jimmly, dibentuk berdasarkan Undang Undang dan Peraturan Pemerintah (PP). Untuk itu, negara bertanggungjawab untuk menyelesaikan dualisme Kadin.
"Maka negara punya tanggung jawab untuk memastikan dia tidak pecah," tegasnya
Jimmly mengungkapkan sebelumnya muncul Kadin tandingan. Saat itu, ada pihak yang ingin membentuk Kadin UMKM dengan menggugat ke MK.
"Kami batalkan, tidak boleh, karena mereka berargumen Kadin ini hanya mengurusi pengusaha besar. Mereka mau bikin Kadin UMKM berdasarkan prinsip Freedom of Organisation," ungkapnya.
"Di putusan MK, diputuskan Kadin bukan ormas sehingga tidak tunduk pada prinsip Freedom of Organisation, kemerdekaan berorganisasi, tidak boleh, Kadin hanya satu saja," tegasnya.
Untuk itu, dirinya berharap negara tidak ikut campur hingga melanggar ketentuan UU dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin. Ia berharap penyelesaian dualisme Kadin tidak mengedepankan hawa nafsu.
"Jangan sampai ketentuan UU, ketentuan anggaran dasar dari Kadin itu dilanggar. Tapi ini cermin di dalam politik King. Jadi mengabaikan (menggunakan) segala cara untuk (kepentingan) hawa nafsu. Tapi penyelesaian tergantung pemerintah kan, tentu masing-masing pihak berargumen sudah benar," ucapnya.