Duduk Perkara dan Deretan Barang Bukti Ditemukan Terkait Kasus Suap yang Seret Gubernur Kalsel Sahbirin Noor
Selain Sahbirin, ada enam orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka.
Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek pengadaan barang/jasa di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Selain Sahbirin, ada enam orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Bahwa pada tanggal 4 Oktober 2024, sekitar pukul 21.30 WIB telah dilakukan ekspos pimpinan dan disepakati atas peristiwa tersebut, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa Penerimaan Hadiah atau Janji oleh Penyelenggara Negara atau yang Mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024-2025," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (8/10).
- Cari Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, KPK Obok-Obok Kantor hingga Rumah Dinas
- Mengenal Sahbirin Noor, Gubernur Kalsel yang Sedang Jadi Sorotan
- Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Dicekal ke Luar Negeri Usai Jadi Tersangka Korupsi
- Reaksi Mendagri Usai Gubernur Kalsel Sahbirin Noor jadi Tersangka di KPK, Siapa Penggantinya?
Terbongkarnya kasus ini bermula saat KPK melakukan penyelidikan terkait proses pengadaan barang dan jasa untuk pengerjaan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan TA 2024. Saat itu, SOL sebagai kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan melalui YUL sebagai Kabid Cipta Karya sekaligus PPK) melakukan plotting penyedia sejumlah paket pekerjaan sebelum proses pengadaan dilakukan melalui e-katalog.
Kemudian ditunjuklah YUD dan AND sebagai pelaksana pekerjaan. Sesuai yang disepakati, proyek ini meliputi pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi
Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar. Kemudian pembangunan Samsat Terpadu dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar, di mana penyedia terpilih PT HIU dan pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV BBB yang nilainya mencapai Rp9 miliar.
Dalam perjalanannya, terendus ada rekayasa yang dilakukan YUD dan AND dalam proses pengadaan. Rekayasa yang dimaksud berupa pembocoran HPS dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang termasuk saat proses pemilihan e-katalog agar hanya perusahaan YUD bersama AND yang dapat melakukan penawaran. Tak hanya itu, konsultan perencana terafiliasi dengan YUD dan pelaksanaan pekerjaan ternyata sudah dikerjakan lebih dulu sebelum berkontrak.
Tak hanya itu, dengan terpilihnya YUD dan AND sebagai pelaksana pekerjaan, maka gubernur Kalsel mendapatkan fee sebesar 5 persen dan 2,5% untuk PPK.
"Kemudian pada tanggal 3 Oktober 2024, didapatkan informasi YUD telah menyerahkan uang Rp1 miliar yang diletakkan di dalam kardus warna coklat kepada YUL atas perintah SOL, bertempat di salah satu tempat makan. Bahwa uang tersebut merupakan fee 5% untuk SHB," kata Ghufron menjelaskan.
Atas perintah SOL, YUL dan MHD (sopir YUL) uang itu diantarkan ke Kantor Dinas PUPR Pemprov Kalimantan Selatan. Uang itu kemudian dipindahtangankan ke BYG (sopir SOL). Setelah itu, atas perintah AMD, uang tersebut BYG sampaikan kepada AMD yang merupakan salah satu pihak penampung uang/fee untuk SHB.
Setelah mendapatkan titik terang dari kasus ini, KPK kemudian mengamankan sejumlah pihak tanggal 4 Oktober 2024 sejak pagi hingga malam hari dan dititipkan sementera di Polres Banjarbaru, Kalimantan Selatan dan kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK. Mereka adalah YUL (Kabid Cipta Karya, PUPR Prov. Kalsel sekaligus PPK), YUD (swasta), MHD (sopir YUL), AND (swasta), ARS (Staff Cipta Karya, Prov. Kalsel), BYG (sopir SOL), AMD (pengepul uang/fee untuk SHB), SOL (Kepala Dinas PUPR Prov. Kalsel).
Setelah itu, penyelidik KPK juga mengamankan beberapa pihak lain yang terkait dengan pemberian dan penerimaan fee 2,5% untuk PPK/Dinas PUCK Prov. Kalsel dan fee 5% untuk
SHB. Di antaranya FEB (Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan, sekaligus pengepul uang/fee untuk SHB), DWI (Istri FEB), IRH (Kepala BAZNAS Prov. Kalimantan Selatan), FRI (swasta) dan beberapa pihak lainnya.
Dari mereka yang diamankan, masing-masing ada sejumlah barang bukti yang ditemukan. Seperti dari AMD ditemukan satu kardus coklat berisikan uang Rp1 Miliar, satu tas duffel warna hitam berisi uang Rp1,2 Miliar, satu tas ransel warna hitam berisikan uang Rp1 Miliar, satu 1 (satu) buah kardus kuning dengan foto wajah “Paman Birin” berisikan uang Rp800 juta, satu buah kardus bertuliskan “atlas” berisi uang Rp1,2 Miliar, satu buah kardus air mineral berisi uang Rp710 juta.
Sementara dari tangan YUL, disita koper warna merah berisikan uang sejumlah Rp1 Miliar, koper warna pink berisikan uang Rp1,3 Miliar, koper warna hijau bertuliskan YUL 3 yang berisikan uang Rp1 miliar, koper warna hijau bertuliskan YUL 4 berisi uang Rp350.000.000, empat bundle dokumen yang diduga terkait dengan perkara, dua (dua) lembar post it berwarna kuning bertuliskan “Logistik Paman: 200 juta, Logistik Terdahulu: 100 juta, logistik BPK: 0,5%.
Sementara dari YUD, adapun barang bukti yang disita satu lembar slip setoran/transfer/kliring/inkaso Bank Kalsel berwarna merah muda dengan keterangan “setoran tunai Rp600.000.000,00" Lalu koper warna pink berisikan uang sejumlah Rp1 miliar, koper warna merah berisikan uang sejumlah Rp 1 miliar, koper warna abu-abu berisikan uang sejumlah Rp 1 miliar, kresek hitam besar berisi uang sejumlah USD500 dan Rp236.960.000
Diduga, satu buah kardus coklat berisikan uang Rp1 miliar merupakan fee 5% untuk SHB dari YUD bersama AND terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu Pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, Pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan Pembangunan Gedung Samsat.
"Bahwa terhadap sejumlah uang lainnya yang ditemukan oleh Penyelidik KPK pada YUL, FEB dan AMD dengan total sekitar Rp12 miliar (Rp12.113.160.000,00) dan USD500,00 merupakan bagian dari fee 5% untuk SHB terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Prov. Kalsel," katanya.
Atas temuan itu pula, KPK akhirnya melakukan ekspos di hari yang sama pada 4 Oktober lalu dan disepakati ada tindak pidana korupsi dalam kasus itu untuk naik ke penyidikan. Hingga akhirnya KPK menetapkan tersangka tambahkan yakni, SHB (Gubernur Kalimantan Selatan).
"SBH bersama sama, SOL, YUL, AMD (pengurus Rumah Tahfidz Darussalam), FEB (Plt. Kepala Bag. Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan) diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," kata Ghufron.
Tak hanya pejabat di lingkungan Pemprov Kalsel, dua pihak swasta YUD dan AND juga ditetapkan sebagai tersangka kasus ini.
Keduanya diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap 6 tersangka untuk 20 hari terhitung mulai tanggal 07-26 Oktober 2024. Empat tersangka SOL, YUL, AMD, FEB, di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur, di Gedung KPK K4. Sedangkan tersangka YUD, dan AND di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur, di Gedung KPK C1," katanya