Dukung pasal santet, MUI bingung cara menghukum pelakunya
Sihir itu dilarang oleh agama Islam dan harus dihilangkan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung langkah DPR yang tengah memasukkan pasal santet ke dalam KUHP. MUI berpendapat, pelaku santet layak dipidanakan.
"Santet itu bagian dari sihir. Sihir itu ada di Alquran ada di sabda Nabi juga ada," kata Ketua MUI Maruf Amin di Kompleks Istana Presiden, Rabu (3/4).
Menurutnya, sihir itu dilarang oleh agama Islam dan harus dihilangkan. Karena itu, pihaknya setuju pelaku santet atau sihir dipidanakan.
"Tapi kami terus terang kami tidak punya info bagaimana itu mempidanakannya, bukti pidananya seperti apa itu kami minta pendapat ke ahli-ahli hukum pidana," ujarnya.
MUI sendiri sudah mengeluarkan fatwa haram soal perdukunan dan penggunaan sihir. "Kami harapkan ahli hukum pidana bisa mencari model pembuktiannya seperti apa," ujarnya.
Dalam revisi KUHP, tim penyusun memasukkan masalah santet ke dalam bagian tersendiri, yaitu Pasal 292. Pasal itu mengatur tentang tindak pidana penawaran jasa penggunaan kekuatan gaib.
Berikut bunyi Pasal 292 tentang santet:
Pada ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak kategori IV.
Kemudian ayat berikutnya menyebutkan jika pelaku tindak pidana tadi melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah sepertiga.