Fantastis, Omzet Laboratorium Narkotika di Bali Rp4 Miliar Selama Enam Bulan
Dua WNA yang mengendalikan laboratorium itu mengaku meracik narkotika otodidak.
Dua WNA yang mengendalikan laboratorium itu mengaku meracik narkotika otodidak.
Fantastis, Omzet Laboratorium Narkotika di Bali Rp4 Miliar Selama Enam Bulan
Polisi mengungkap peran Warga Negara Asing (WNA) asal Ukraina bernama Ivan Volovod (31) dan Mikhayla Volovod (31), pengendali laboratorium narkoba rahasia atau clandestine lab hydroponic ganja dan mephedrone jaringan hydra Indonesia di kompleks vila Sunny Village, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Dua saudara kembar itu mengaku meracik narkotika belajar secara otodidak.
"Pengakuannya dia belajar otodidak dari internet. Itu kata dia. Tapi menurut saya dia juga pasti ahli kimia juga," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Mukti Juharsa saat ditemui di lokasi usai konferensi pers, Senin (13/5).
- Bermula Hobi Eksperimen, Sarjana Kimia Bersama Ibu dan Adiknya Bikin Laboratorium Narkoba Jenis DMT di Vila Bali
- Digerebek, Clandestine Lab di Medan Bisa Produksi 314 Ribu Butir Ekstasi
- Vila Jadi Pabrik Narkoba di Bali Dibongkar, Dikelola WNA Jaringan Fredy Pratama
- Jaringan Fredy Pratama Bikin Laboratorium untuk Produksi Narkoba di Rumah Mewah Jakut
Polisi masih menyelidiki pembuatan konsep desain clandestine laboratorium di vila tersebut. Penyelidikan dilakukan sebab dalam vila ditempati para tersangka ada basement diduga telah didesain para tersangka.
"Karena di bawah ada basement. Sifatnya underground. Sinyal pun tidak masuk. Jadi kalau kita melacak nomor handphone tidak bisa terkoneksi oleh alat-alat kita," ujar Mukti.
Kronologi Pengungkapan
Polisi menjelaskan pengungkapan laboratorium narkotika ini berawal dari pengembangan Warga Negara Indonesia (WNI) berinisial LM jaringan Fredy Pratama dari kasus clandestine laboratorium Sunter, Jakarta Utara, pada tanggal 4 April 2024. Tersangka LM kabur ke Bali dan ditangkap berujung ditemukan pabrik narkotika tersebut.
"Masalah Fredy kita dalami, karena kita dari pengembangan ke Sunter, ada DPO kita yang lari ke Bali. Setelah dapat baru kita tau di sini lab-nya untuk pembuatan ganja dan mephedrone," ujar Mukti.
Kedua tersangka diketahui mengoperasikan laboratorium narkoba rahasia sejak September 2023 atau setahun yang lalu.
Sementara, alat-alat pembuatan narkotika dibeli secara online dari China dan bahan-bahan narkotika seperti biji ganja dibeli dari Rumania.
Kemudian untuk produksi ganja sudah dilakukan para tersangka dua kali dan untuk mephedrone baru satu kali.
Polisi menyebut tersangka sempat transaksi atau menjual narkotika itu lewat tersangka Konstantin Krutz WNA Rusia yang berperan sebagai penjual.
"Udah sempat (transaksi). Tapi ketangkap yang Rusia untuk ganja (dalam satu kali produksi) itu 10 kilogram, kalau yang lain itu 100 gram," ujar Mukti.
Untuk pembayaran barang haram dari para tersangka ini salah satunya lewat kripto karena mereka memiliki grup untuk transaksi narkotika dan omzet mereka dalam enam bulan mencapai sekitar Rp4 miliar.
"Pakai kripto, yang penting kita amankan dalam kripto ada Rp 4 miliar. Itu (selama) enam bulan ada Rp4 miliar di kripto," ujar Mukti.
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, para tersangka menggunakan jaringan hydra Indonesia yang merupakan semacam grup untuk transaksi narkoba menggunakan aplikasi telegram.
"Jadi pesertanya kalau sudah masuk di situ, iya bisa ke mana saja tidak hanya di Bali, cuma sementara masih ada di wilayah Bali," kata Wahyu, saat konferensi pers di lokasi.
Selain itu, dalam telegram itu ada kode yang di tempel di wilayah darkweb atau situs gelap diduga banyak orang tidak tahu kode tersebut.
"Kita nanti bisa berkoordinasi dengan Kapolda Bali juga tolong diawasi tempat-tempat yang lainnya. Sebelum ini terungkap, kan kita enggak tahu kalau itu adalah kode-kodenya," ujar Wahyu.
Wahyu menerangkan, para tersangka telah menempati clandestine lab hydroponic ganja dan mephedrone dari September 2023 dan sebelumnya mereka sudah pernah masuk ke Indonesia di tahun yang sama.
"Sehingga pada saat proses pembangunan vila mereka mendesain sendiri untuk ruangan basement. Karena selain ini (vila nomer 6), tidak ada basement yang ada basement hanya (vila tersangka)," ujar Wahyu.
Letak laboratorium itu diduga didesain para tersangka sendiri.
"Di desain sendiri, kalau kita lihat ke dalam ada ruangan untuk bunker, ada tempat hydroponik, ada juga saluran udara yang dipersiapkan supaya mereka punya sirkulasi udara dari luar termasuk di dalam boks, supaya tidak menganggu. Karena, ini baunya pasti berbeda ada bau ada suara supaya tidak terdengar tetangga sebelah. Mereka bangun sendiri dengan desain mereka sendiri," ujarnya.
Sementara untuk pasar narkotika yang diedarkan para tersangka paling banyak adalah orang asing.
"Apakah hanya orang asing? Siapapun yang bisa masuk (di grup mereka) ini bisa untuk membeli, tapi sampai saat ini sebagian besar yang menggunakan dan membeli dari mereka adalah orang asing," kata Wahyu.
Untuk nilai estimasi narkotika yang berhasil disita sekitar Rp11,5 miliar dan itu di luar bahan narkotika.
"Kalau dilihat dari estimasi nilai keseluruhan narkotika yang berhasil diamankan dalam pengungkapan ini sekitar Rp11,5 miliar. Tapi di luar yang bahan tadi, kalau sudah jadi (narkotika) akan lebih besar lagi," kata Wahyu.
Sebelumnya, pabrik narkotika yang berada di kompleks vila Sunny Village, di kawasan Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, diungkap tim gabungan Bareskrim Polri.
Pabrik narkotika ini berisi laboratorium rahasia atau clandestine lab dalam sebuah vila dengan narkoba berbagai jenis seperti mephedrone dan ganja hidroponik dan lainnya yang merupakan jaringan hydra Indonesia.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada mengatakan, kasus ini terungkap atas kerja sama Direktorat Tindak Pidana Narkotika Bareskrim Polri, dengan Ditresnarkoba Polda Bali, dan Polres Badung, dan dengan Ditjen Bea Cukai, Kanwil Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Kanwil Bea Cukai Bali, Kanwil Imigrasi Bali.
"Bareskrim Polri telah berhasil mengungkap clandestine laboratorium hidroponik ganja dan mephedrone jaringan hydra Indonesia, serta melakukan penangkapan terhadap DPO clandestine laboratorium narkoba ekstasi Sunter Bali dan menangkap empat orang tersangka, terdiri dari dua tersangka WNA Ukraina, satu tersangka WNA Rusia, dan satu orang WNI," kata Komjen Wahyu Widada saat jumpa pers di lokasi, Senin (13/5).
Dalam pengungkapan pabrik narkotika Vila Sunny di vila nomer 6 ini yang ditangkap sebanyak 4 orang, 2 orang adalah Warga Negara Asing (WNA) asal Ukraina bernama Ivan Volovod (31) dan Mikhayla Volovod (31) yang merupakan saudara kembar, dan berperan sebagai pengendali laboratorium, dan juga peracik serta memproduksi narkotika.
Kemudian, seorang WNA asal Rusia bernama Konstantin Krutz yang berperan sebagai pemasar hasil produksi narkotika dan satu seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernisial LM yang merupakan Daftar Pencarian Orang (DP0) dari kasus clandestine laboratorium Sunter, Jakarta Utara pada 4 April 2024 milik Fredy Pratama, dan melarikan diri ke Bali, dan merupakan jaringan dari pabrik narkoba di vila tersebut.
Selain itu, masih ada dua orang yang masih menjadi DPO berinisial RN dan OKA yang merupakan WNA asal Ukraina dalam kasus ini.