Gara-gara rupiah anjlok, ukuran tahu dan tempe jadi diperkecil
Selain kedelai, pendorong inflasi selanjutnya terjadi di harga daging.
Bank Indonesia (BI) Purwokerto mewaspadai kenaikan sejumlah komoditas bahan pangan serta dampak pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika. Kepala Perwakilan BI Purwokerto Rahmat Hernowo mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan komoditas impor untuk pendukung proses produksi naik. Akibatnya, biaya produksi juga ikut naik.
"Dari sisi faktor produksi otomatis naik. Karena itu, agar tidak mengurangi marjin keuntungan maka produsen biasanya menaikkan harga," kata Hernowo, Minggu (31/8).
Dia mencontohkan, kondisi tersebut terjadi pada produksi pangan berbasis kedelai. Dari amatannya di beberapa media, perajin tahu atau tempe memilih untuk mengecilkan ukuran bahan pangan tersebut.
"Mereka (perajin tahu dan tempe) membeli kedelai dengan harga mahal akibat dolar AS menguat. Secara otomatis, mereka akan menaikkan harga atau mengurangi ukuran produk," tuturnya.
Selain kedelai, pendorong inflasi selanjutnya terjadi di harga daging. Ia mengemukakan beberapa hewan ternak di Indonesia bergantung dari unsur impor.
"Seperti harga day out chicken (DOC) dan pakan ternak, sangat ditentukan oleh dollar. Ketika harga DOC dan pakan ternak ikut naik akan berimbas pada kenaikan harga dan telur ayam ras. Kenaikan harga di pasar karena input dari petani naik," ujarnya.
Selain faktor tersebut, sambung Hernowo, ada kecenderungan naiknya harga sewa rumah, kontrak rumah dan upah pekerja. Padahal, lanjutnya, upah minimum regional (UMR) dinaikkan satu tahun sekali.
"Jika seperti ini akan kurang menguntungkan bagi pekerja penghasilan tetap," katanya.
Sementara itu, risiko lain yang perlu diwaspadai adalah inflasi karena faktor volatile food. Seperti yang terjadi saat ini, persoalan kekeringan karena dampak El Nino lumayan kuat terhadap sektor pertanian tanaman pangan. "Untuk Banyumas, masih terhitung beruntung karena airnya masih mengalir," katanya.
Dalam kondisi kekeringan saat ini, masa panen padi pada masa tanam kedua pada beberapa waktu lalu. Ia mengemukakan untuk produktivitas berbeda dengan masa tanam pertama karena produksi yang dihasilkan pada musim ini lebih sedikit.
"Apakah hasilnya terdistribusi dengan baik ke pasar? Jika baik, bisa mendorong pedagang untuk tidak menaikkan harga," katanya lagi.
Ia menambahkan kenaikan berkala tarif listrik, kenaikan harga BBM juga menjadi penyebab kenaikan harga pada komoditas.