Rupiah Makin Anjlok Usai Pengumuman Kenaikan PPN 12 Persen
Laju Rupiah sore ini dipengaruhi oleh kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Mata uang Rupiah ditutup pada level Rp16.001 per Dolar Amerika Serikat (USD) pada penutupan perdagangan Senin (16/12) sore. Laju mata uang garuda ini menguat 7 point dari penutupan sebelumnya di level Rp16.008 per USD.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyebut laju Rupiah sore ini dipengaruhi oleh kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kenaikan tarif PPN ini menyasar barang dan layanan jasa kategori mewah.
"Pemerintah resmi memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Namun, sejumlah barang dan jasa tetap dibebaskan dari PPN, sementara beberapa barang lain mendapatkan fasilitas diskon tarif," ujar Ibrahim dalam keterangannya di Jakarta, Senin (16/12).
Ibrahim menilai, sektor konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama ekonomi Indonesia, dengan kontribusi mencapai 50 persen. Menyusul, adanya paket kebijakan stimulus ekonomi untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Termasuk pembebasan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah dan kendaraan bermotor," ucapnya.
Stimulus lainnya, pemerintah akan tetap memberikan bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan kepada masyarakat kurang mampu di desil I dan II. Rumah tangga dengan daya listrik di bawah 2.200 VA juga akan menerima diskon tagihan listrik sebesar 50 persen pada Januari sampai Februari 2025.
Dari sisi eksternal, pergerakan Rupiah dipengaruhi aksi waspada para pedagang terhadap penguatan dolar AS sebelum pertemuan Fed minggu ini. Bank sentral diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada akhir pertemuan pada hari Rabu, sehingga suku bunga akan turun total 100 bps pada tahun 2024.
"Namun, Fed diperkirakan akan memberi sinyal lebih hati-hati atas pelonggaran di masa mendatang, yang dapat membuat suku bunga tetap tinggi dalam jangka panjang," ucapnya.
Faktor lainnya, produksi industri China tumbuh seperti yang diharapkan pada bulan November karena langkah-langkah stimulus terbaru dari Beijing mendukung aktivitas bisnis, data menunjukkan pada hari Senin.
Namun, penjualan ritel tidak mencapai perkiraan, mencerminkan pelemahan yang sedang berlangsung dalam belanja konsumen meskipun ada dukungan kebijakan turut membayangi pergerakan mata uang dunia, termasuk Rupiah.
Sedangkan untuk perdagangan besok mata uang rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif. Namun, Rupiah berpotensi ditutup melemah direntang Rp15.090 - Rp16.050 per USD.