Gelar Profesor Dicabut, 2 Guru Besar UNS Melawan Nadiem
Dua guru besar UNS Surakarta tak terima gelar profesor mereka dicopot Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. Keduanya mengajukan keberatan dan gugatan ke PTUN.
Dua guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Hasan Fauzi dan Tri Atmojo Kusmayadi, tak terima dengan keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim yang mencopot gelar profesor mereka belum lama ini.
Gelar Profesor Dicabut, 2 Guru Besar UNS Melawan Nadiem
Hasan dan Tri Atmojo melakukan perlawanan dengan mengajukan keberatan hingga menggugat ke PTUN.
"Kami sudah mengajukan keberatan ke Kementerian dan akan PTUN," ujar Hasan.
- Usai Gelar Guru Besar Dicopot Mendikbud, 2 Profesor UNS Laporkan Dugaan Korupsi Rp57 Miliar ke Gibran
- Gaduh Pemilihan Rektor Berujung Gelar Guru Besar 2 Profesor Dicabut, Ini Penjelasan UNS
- Tak Terima Gelar Guru Besar Dicabut, Dua Profesor UNS Kirim Surat Keberatan ke Mendikbud Nadiem
- Mendikbud Nadiem Cabut Gelar Guru Besar Dua Profesor UNS, Begini Duduk Perkaranya
Surat yang ditujukan ke PTUN juga sudah dikirimkan tak lama setelah surat keputusan pencopotan gelar guru besar dari Mendikbud Ristek diterima.
Hasan menilai tugas sebagai pengurus Majelis Wali Amanat (MWA) UNS tidak ada hubungannya dengan gelar dosen atau profesor. Karena itu, keputusan pencopotan yang dilakukan Nadiem tersebut tidak benar.
"Kenapa kok dikaitkan dengan ini, nggak ada hubungannya. Kami membuka semua penyimpangan, itu dalam kapasitas sebagai tugas MWA. Dan harus dilakukan karena itu amanat dari pemerintah."
Hasan Fauzi, Selasa (18/7).
Hasan menduga hukuman berupa pencopotan gelar profesor tersebut dilakukan seusai dirinya dan Tri Atmojo membongkar dugaan korupsi di UNS.
"Logikanya kan dari urutannya kan. Setelah kami membuka, kok diberi sanksi. Kami nggak merasa salah dengan pendidikan dengan pengajaran dengan penelitian, nggak ada masalah. Jabatan guru besar itu jabatan yang terkait dengan Tri Darma. Jabatan fungsional dosen. Kami mengajar oke, penelitian oke, publikasi oke, nggak ada masalah. Lho kok tiba-tiba ini apa, hubungannya apa. Berarti ada kaitannya dengan pengungkapan dong," ucapnya.
Hasan mengatakan, tidak hanya dirinya dan Tri Atmojo, saat ini seluruh anggota MWA juga diperiksa tim investigasi Kemendikbud Ristek.
"Yang diperiksa 3, sama Prof Adi (Adi Sulistiyono). Yang lain sekarang ini juga diperiksa semua. Baru kami (yang dijatuhi hukuman). Antara hukuman dengan ini nggak nyambung," tandasnya.
Hasan juga menolak jika dianggap menyalahgunakan wewenang selama menjabat sebagai pengurus MWA UNS.
Hasan yang dulunya menjabat Wakil Ketua MWA mengaku jika dirinya dan dan Tri Atmojo yang menjabat Sekretaris MWA tidak menyalahgunakan wewenang. Dikatakannya, saat itu ia atas nama MWA hanya berkirim surat ke Kemendikbud Ristek. Surat tersebut berisi laporan hasil pemilihan rektor. "Jadi tidak ada penyalahgunaan wewenang. Karena kami hanya berkirim surat ke Pak Menteri. Kami melaporkan hasil pemilihan rektor dan menyampaikan yang terjadi di UNS serta mengusulkan solusi kepada Pak Menteri berdasarkan kondisi tersebut," terang Hasan.Ia pun mempertanyakan, apakah tindakan yang dilakukannya sudah menyalahgunakan wewenang. Ungkapan senada disampaikan Tri Atmojo. Menurutnya, tuduhan penyalahgunaan wewenang tersebut tidak benar. "Apakah yang demikian itu menyalahgunakan wewenang? Saya hanya menjelaskan ke Ketua P3CR (Panitia Pemilihan Rektor) juga dituduh menyalahgunakan wewenang. Padahal menjalankan tugas sebagai Ketua P3CR," ungkapnya.
Tri menduga, tuduhan penyalahgunaan wewenang dilakukan karena dirinya yang berkirim surat ke Kementerian dianggap memengaruhi Menteri.