Geramnya Pj Gubernur Jabar dengar Ada Manipulasi Nilai Rapor 51 Siswa SMP Demi Masuk 8 SMA di Depok
Plh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, Ade Afriandi menjelaskan praktik ini dilakukan oleh pihak sekolah. Artinya, siswanya tidak tahu menahu.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 di Depok diwarnai dugaan manipulasi nilai raport untuk meloloskan siswa. Kasus itu diduga terjadi di SMPN 19 Kota Depok. Mereka mengkatrol nilai untuk meloloskan 51 siswanya ke sejumlah SMAN.
- Guru Pelaku Pelecehan 15 Siswi di SMK Jakarta Utara Bakal Dipecat
- KPU Jabar: Administasi 4 Pasangan Bakal Calon Gubernur-Wakil Gubernur Belum Lengkap
- Kejaksaan Kantongi 50 Dokumen Rapor Palsu SMPN 19 Depok Dipakai Daftar Masuk SMA, Modus Lewat Les Pelajaran
- Terbukti Manipulasi Nilai Rapor, 51 Siswa SMP di Depok Dicoret Masuk 8 SMA
Penjabat (Pj) Gubernur Jabar, Bey Machmudin mengaku geram dengan hal tersebut karena hal itu menciderai etika dan moral. Temuan ini sudah dilaporkan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sekaligus mengevaluasi pelaksanaan PPDB untuk perbaikan.
Sebab PPDB semula digelar dengan semangat menindak tegas kecurangan seperti manipulasi nilai hingga praktik titip siswa atau mengakali zonasi.
"Kami sedih karena seharusnya tingkat pendidikan ini dimulai kebaikan tapi ini diawali dengan kecurangan," ujar Bey di SMKN 1 Bandung, Jalan Wastukencana, Rabu (17/7).
"Fokus kami cuma satu, menegakan aturan dan pada tahap pertama kami membatalkan menganulir 223 PDB, tahap dua 54 PDB, itu salah satunya di Depok," ucapnya.
Diketahui, 51 calon peserta didik (CPD) dari SMPN 19 Kota Depok didiskualifikasi karena memanipulasi nilai raport agar masuk ke delapan sekolah menengah atas (SMA) di Kota Depok.
Plh Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat, Ade Afriandi menjelaskan praktik ini dilakukan oleh pihak sekolah. Artinya, siswanya tidak tahu menahu.
Menurutnya, selama proses dua tahap PPDB 2024 total sudah ada 277 CPD yang didiskualifikasi karena terbukti melakukan kecurangan, mulai dari memalsukan kartu keluarga (KK) hingga perubahan nilai rapor.
Rinciannya, sebanyak 223 CPD pada tahap satu dibatalkan karena keterangan domisili tidak sebenarnya atau KK tidak valid.
Sebanyak 54 CPD pada PPDB tahap dua dibatalkan karena nilai rapor yang diupload tidak sesuai dengan buku nilai sekolah dan atau e-Rapor. Kejadian ini terjadi di Kota Depok 51 CPD, Kota Bandung 1 CPD, dan Kabupaten Sumedang 2 CPD.
Adapun total delapan SMAN Kota Depok yang kedapatan menggunakan nilai rapor yang telah dimanipulasi dari SMPN 19 Kota Depok, yakni SMAN 1 sebanyak 21 CPD, SMAN 2 sebanyak 2 CPD, SMAN 3 sebanyak 5 CPD, SMAN 4 sebanyak 1 CPD.
Lalu, SMAN 5 sebanyak 4 CPD, SMAN 6 sebanyak 9 CPD, SMAN 12 sebanyak 5 CPD dan SMAN 14 sebanyak 4 CPD.
"(Gurunya) Sebagai ASN (sanksinya) diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, tapi kalau pelaporan menyangkut pidana, tentu diserahkan ke aparat penegak hukum (APH) terkait pemalsuan keterangan," ujar Ade.
"Kami sudah koordinasi, dari Kemdikbud melalui inspektorat Kota Depok, diminta untuk menindaklanjuti dengan Disdik Kota Depok," katanya.
Ia mengungkap modus dalam praktik manipulasi, pihak sekolah mengubah semua nilai di dalam rapot saat pendaftaran PPDB. Namun, saat dicek ternyata nilai rapotnya berbeda dengan e-rapot yang ada di Kemendikbud.
"Jadi, nilainya tidak berubah (di E-Rapot). Kasus cuci rapot itu tidak cuma di Depok, di tempat lain, Sumedang ada dua. Tapi itu mark up nilai Calon Peserta Didik (CPD) menambah nilai dalam dokumen yang diupload," ucapnya.
51 CPD yang didiskualifikasi dari delapan SMA di Depok diarahkan untuk masuk ke sekolah swasta, Madrasah Aliyah atau pesantren.