Gugat perusahaan pembakar hutan, Kejagung tunggu surat kuasa
"Kita sifatnya menunggu, jika kita diberi SKK, tentu kita punya Legal Standing untuk menggugat," kata HM Prasetyo.
Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) mengisyaratkan bakal menggugat korporasi pembakar hutan. Namun hal tersebut hanya bisa dilakukan jika ada permintaan dari instansi terkait, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau pemerintah daerah.
"Kita sifatnya menunggu, jika kita diberi SKK (Surat Kuasa Khusus), tentu kita punya Legal Standing (kedudukan hukum) untuk menggugat (korporasi)," kata HM Prasetyo usai pelantikan di Kejagung, Jakarta, Jumat (30/10).
Prasetyo mencontohkan, PT Kalitas Alam yang terlibat kasus pembakaran hutan telah digugat dan dapat dibuktikan sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) dan korporasi. Dalam putusannya, PT Kalitas Alam dihukum membayar ganti rugi kepada pemerintah sebesar Rp 400 miliar.
Prasetyo memastikan jika ditemukan sejumlah alat bukti yang mengarah keterlibatan korporasi, Kejagung bisa saja menjerat pihak-pihak tersebut ke dalam tindak pidana korupsi. Hanya saja, hal itu bisa dibuktikan dengan adanya perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan unsur kerugian negara.
"Jadi kenapa tidak. Kita sepakat ada kerusakan massif (akibat kebakaran hutan), seperti dalam sambutan saya (saat melantik empat jaksa agung muda) ada kerugian sampai triliunan rupiah," tegas dia.
Sementara itu, Kapuspenkum Amir Yanto mengungkapkan sampai saat ini Kejaksaan baru menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik Polri sebanyak 51 perkara. Di antaranya, 3 SPDP dari Mabes Polri, 10 sari Polda Kalteng, 13 SPDP dari Polda Kalbar, 2 SPDP dari Polda Kaltim, 15 SPDP dari Polda Sumsel dan 8 SPDP dari Polda Jambi.
"Tiga SPDP dari Mabes Polri, atas nama PT Bumi Mekar Hijau, PT Tempirai Palm Resources dan PT Waimusi Agroindah," ungkap Amir.