Hadiri Sidang Syahganda Nainggolan, Gatot Berpesan agar Hakim Berlaku Adil
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo hadir dalam sidang lanjutan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo hadir dalam sidang lanjutan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan. Sidang digelar di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Duduk di bangku depan kursi pengunjung, Gatot terlihat mengenakan pakaian warna hitam.
Dalam sidang siang tadi, agendanya adalah pembelaan terdakwa melalui kuasa hukum. Gatot mengatakan agar penegak hukum dapat berlaku adil sesuai dengan sumpah jabatan dan amanah Undang-undang Republik Indonesia.
-
Kapan Adi Suryanto meninggal? Kabar duka datang dari salah satu instansi pemerintah, Lembaga Administrasi Negara (LAN). Kepala LAN, Prof Dr. Adi Suryanto, meninggal dunia di Yogyakarta pada Jumat (15/12).
-
Kapan Nyi Mas Gamparan memimpin pemberontakan di Pandeglang dan Rangkasbitung? “Tahun 1836 Nyi Mas Gamparan memimpin pemberontakan terhadap kolonial Belanda di daerah Pandeglang dan Rangkasbitung. Meskipun pemberontakan dapat dipadamkan, namun banyak pejuang kita yang melarikan diri,” tulis keterangan di papan yang terdapat pada situs Nyi Mas Gamparan.
-
Kapan Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Oleh karena itu, saat terpilih menjadi Presiden Ganjar langsung menerapkan KTP Sakti ini.“Sebenarnya awal dari KTP elektronik dibuat. Maka tugas kita dan saya mengkonsolidasikan agar rakyat jauh lebih mudah menggunakan identitas tunggalnya,” tutup Ganjar.
-
Kapan Atang Sendjaja meninggal? Pada 29 Juli di tahun itu menjadi hari duka bagi AURI.
-
Kapan Kurniawan Dwi Yulianto lahir? Kelahiran Kurniawan Dwi Yulianto 13 Juli 1976
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
"Saya hanya mengingatkan saja tentang Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Gatot usai persidangan, Kamis (8/4).
Gatot juga berpesan supaya hakim berbuat adil. "Sehingga, menurut asumsi saya apabila hakim maupun jaksa penuntut umum melaksanakan segala putusan-putusannya karena titipan orang atau pesanan-pesanan, maka hakim atau jaksa menganggap bahwa Tuhannya adalah orang yang memberikan pesanan tersebut, bukan Tuhan Yang Maha Esa," tegasnya.
Dia menuturkan pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa adalah kepada Tuhan. "Sehingga pertanggungjawaban keputusan hakim dan jaksa bukan pada masyarakat, tapi pada Tuhan Yang Maha Esa. Saya hanya ingatkan itu saja," katanya.
Dia berkeyakinan bahwa jaksa dan hakim adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Sehingga mudah-mudahan segala putusan berdasarkan fakta peradilan tidak dipengaruhi apapun juga. "Karena putusan itu akan dipertanggungajwabkan pada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Subhanahu Wa Ta'ala," pungkasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Syahganda dituntut hukuman 6 tahun penjara dalam perkara penyebaran berita bohong terkait Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law dengan, Kamis (1/4).
Tuntutan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syahnan Tanjung. Dia menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat sebagaimana diatur dan diancam dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Seusai persidangan, Syahnan memaparkan alasannya menuntut Syahganda 6 tahun penjara. Hal yang memberatkan, kata dia, terdakwa tidak berterus terang. "Tapi dalam fakta, baik dari fakta saksi ahli maupun dokumen yang ada dalam barang bukti, kami sudah cukup yakin petunjuk rangkaian itu bahwa terdakwalah pelakunya," jelasnya.
Selain itu, kata Syahnan, Syahganda juga telah mengakui bahwa akun media sosial twitter yang digunakan untuk menyiarkan berita bohong itu adalah miliknya. "Dia terbukti secara valid dengan bukti twitter dia mengakuinya sendiri, itu memang buatan dia, dan tidak bisa dituduh orang lain twitter itu karena tidak bisa nama orang lain," sebut Syahnan.
Cuitan Syahganda terkait RUU Omnibuslaw Cipta Kerja dianggap membuat resah masyarakat. Padahal saat itu aturan tersebut baru berupa rancangan dan belum disahkan. "Kalimat yang tidak pas itu yang membuat orang emosi jadi panas, padahal tidak seperti itu. Ada yang dimanipulasi, ada yang disebut padahal nyatanya nggak (benar). Malahan mendukung Omnibus Law itu untuk kepentingan masyarakat yang bagus. Ini yang menjadi buat onar kemudian ribut dan demo," ucapnya.
Syahnan juga membeberkan bahwa terdakwa mengakui belum membaca draft Omnibuslaw. "Fakta kemarin dia mengakui seperti itu (belum membaca draft) karena kan masih RUU. Kenapa belum apa sudah dibilang jelek. Nyatanya DPR menerima," katanya.
Baca juga:
Ahli Forensik Digital Polri Gunakan Alat Buatan Israel Analisis Data Jumhur Hidayat
Pengacara Sebut Tuntutan Terhadap Syahganda Nainggolan Tak Sesuai Fakta Persidangan
Aktivis KAMI Syahganda Nainggolan Dituntut 6 Tahun Penjara
Kronologi Penemuan Bom Palsu di Depan Rumah Petinggi KAMI Ahmad Yani
Hakim Tolak Eksepsi Jumhur Hidayat, Kasus Hoaks UU Cipta Kerja Tetap Dilanjutkan
Hari Ini, Sidang Petinggi KAMI Jumhur Hidayat Masuk Putusan Sela