Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Dituntut 15 Tahun Penjara Kasus TPPU
Gazalba dikenakan pasal berlapis oleh Jaksa berupaya tindak pidana Gratifikasi dan TPPU.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut pidana penjara terhadap hakim agung nonaktif, Gazalba Saleh selama 15 tahun atas kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gazalba Saleh dengan pidana penjara selama 15 tahun," kata Jaksa dalam amar tuntutannya, Kamis (5/9).
- Kasus Gratifikasi Penanganan Perkara di MA, Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Divonis 10 Tahun Penjara
- Dituntut 15 Tahun Penjara, Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh Doakan Dosa Jaksa Diampuni dan Dilancarkan Rezekinya
- Kejagung soal Hakim Minta Gazalba Saleh Dibebaskan: Belum Inkracht Masih Ada Upaya Hukum
- Dipanggil KPK, Dua Hakim Agung Minta Penjadwalan Ulang
Gazalba dikenakan pasal berlapis oleh Jaksa berupaya tindak pidana Gratifikasi dan TPPU dari pengkondisian sejumlah perkara yang ada di Mahkamah Agung (MA).
"Menyatakan terdakwa Gazalba Saleh telah terbukti bersalah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 12B Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah dibuat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang 31/1899 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama," ucap Jaksa.
"Gazalba Saleh telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama melanggar Pasal 3 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, sebagaimana dakwaan kedua," lanjut Jaksa.
Lebih lanjut, Gazalba dikenakan membayar biaya tambahan perkara sejumlah 18.000 dollar Singapura dan Rp1.588.085.000. Biaya tersebut harus dibayar hakim agung nonaktif itu paling lama satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," pungkas Jaksa.
Di perkaranya, Gazalba telah menerima uang senilai Rp25,9 miliar dari pengkondisian perkara yang ada di Mahkamah Agung (MA).
Jaksa KPK juga menyebut Gazalba menerima gratifikasi senilai 18.000 dolar Singapura (Rp200 juta) dan penerimaan lain berupa 1,128 juta dolar Singapura (Rp13,37 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2,9 miliar), serta Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.
"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi tersebut," ujar Jaksa.
Dalam gratifikasinya Gazalba menerima uang dari pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang sedang berperkara hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Lalu pada tahun 2022 Gazalba juga menerima uang dari Jawahirul melalui seorang pengacara Ahmad Riyad sebesar Rp450 juta pada tahun 2022.
"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ahmad Riyad menerima gratifikasi haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugas terdakwa sebagai Hakim Agung Republik Indonesia dan berlawanan dengan kewajiban terdakwa," ucap Jaksa.
Hasil uang tersebut pun dinikmati Gazalba bersama-sama dengan orang terdekatnya seperti kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.
Diantara hasil TPPU Gazalba dibelanjakan untuk pembelian satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T Warna Hitam, sebidang tanah atau bangunan di Jakarta Selatan, sebidang tanah atau bangunan di Tanjungrasa, Kabupaten Bogor, serta tanah atau bangunan di Citra Grand Cibubur, Kota Bekasi.
Jaksa juga membeberkan diantaranya juga guna membayarkan pelunasan kredit pemilikan rumah (KPR) satu unit rumah di Sedayu City @ Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur sebesar Rp2,95 miliar, dan menukarkan mata uang asing senilai 139 ribu dolar Singapura dan 171 ribu dolar AS menjadi mata uang rupiah Rp3,96 miliar.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.