Hasan, pengungsi tampan ingin jadi dokter dan ubah nasib Rohingya
Keinginan ini timbul setelah melihat fenomena sosial yang terjadi di negaranya.
Wajahnya tampan, pakaian rapi, keseharian pria bernama Muhammadul Hasan (17) sibuk melayani keluhan dan keperluan ratusan pengungsi Rohingya di Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh. Bila dia sedang berada di tengah-tengah masyarakat pribumi, Hasan tidak tampak seperti pengungsi Rohingya. Dia berparas wajah mirip dengan orang Aceh dan berperawakan bersih dan rapi.
Hal yang membedakan pengungsi Rohingya dengan pribumi adalah gelang warna kuning yang melingkar di tangannya. Semua pengungsi, baik anak-anak, wanita dan pria dewasa semua menggunakan gelang untuk memudahkan membedakan tamu, pribumi dan pengungsi.
Di antara ratusan pengungsi lainnya, hanya Hasan yang terlihat necis dan rapi. Baik dari cara berpakaian, tutur kata dan selalu sibuk dengan bermacam aktivitas untuk proses pelayanan pengungsi.
Hasan adalah salah satu dari ribuan anak remaja yang memiliki potensi harus putus sekolah di negaranya. Kekacauan politik yang dipimpin oleh Junta Militer yang kerap melakukan kekerasan dan diskriminasi pada etnis Rohingya membuat dia harus menguburkan niatnya untuk melanjutkan sekolah.
Padahal, Hasan tergolong remaja yang cerdas. Kenapa tidak, di tengah-tengah kecamuk politik tak menentu di negaranya, Hasan masih sempat belajar dan bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik. Bahkan Hasan juga telah berhasil lulus sekolah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) kalau di Indonesia.
"Pernah sekolah setingkat SMA, tetapi tidak bisa melanjutkan, kerena kondisi daerah dan tidak memungkin untuk sekolah," kata Hasan dalam bahasa Inggris di camp pengungsian Kuala Langsa, Kota Langsa, Aceh, Senin (25/5).
Hasan mengaku memiliki cita-cita yang besar untuk mengubah nasib dirinya dan seluruh etnis Rohingya lainnya yang mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh pemerintah Junta Militer, Myanmar. Keinginan kuat ini hingga dia keluar dan mencari pekerjaan agar bisa melanjutkan sekolah.
Dia memiliki cita-cita besar yaitu ingin menjadi seorang dokter. Keinginan ini timbul setelah melihat fenomena sosial yang terjadi di negaranya. Ada banyak saudaranya jatuh sakit tanpa ada pengobatan dan tragisnya hingga nyawa merenggang.
Atas dasar itulah dia bercita-cita jadi dokter agar bisa membantu pengobatan seluruh saudaranya yang menderita sakit. Karena selama ini, etnis Rohingya yang diusir dari negaranya sendiri ada banyak penyakit yang dideritanya tanpa ada penanganan medis sama sekali.
"Saya cita-cita ingin dokter, makanya saya ingin sekolah terus untuk memperbaiki nasib orang kami," jelasnya.
Alasan inilah kemudian Hasan memberanikan diri untuk keluar dari daerah asal kelahirannya. Hasan rela berpisah dengan kedua orang tuanya untuk mengejar cita-cita. Hingga ia terdampar di perairan Aceh dan berhasil diselamatkan oleh nelayan Aceh di Langsa.
Hasan mengaku berangkat dari rumah hingga terdampar ke Aceh mulanya hendak mencari pekerjaan. Akan tetapi pemerintah Junta Militer telah membuat dia harus melarikan diri dari negara asalnya.
"Karena itu keluar dari daerah saya, saya ingin sekolah dan ingin mencari kerja," tuturnya.
Pada saat Menteri Sosial Republik Indonesia (Mensos RI), Khofifah Indar Parawansa blusukan ke camp pengungsian di Kuala Langsa, Hasan termasuk salah satu orang yang mendampingi menteri. Saat Mensos hendak berkomunikasi dengan pengungsi, Hasan yang menerjemahkannya.
Di hadapan Mensos, Hasan meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk memberikannya suaka politik agar jelas statusnya dan bisa melanjutkan sekolahnya. Sehingga cita-citanya yang sempat tertunda bisa dilanjutkan kembali untuk mengubah nasib seluruh saudaranya. "Kalau saya diterima di Indonesia, saya mau sekolah," tukasnya.
Kalau pun Indonesia tidak bisa menerimanya suaka politik, Hasan meminta pertolongan bangsa Indonesia untuk mencarikan negara lainnya yang bisa menerimanya. Keinginannya untuk mendapatkan suaka politik hanya satu, ingin melanjutkan sekolah dan bisa membantu saudaranya keluar dari kesulitan atas perlakuan semena-mena pemerintah Junta Militer.
"Atau kirim ke negara lainnya biar bisa melanjutkan sekolah," harapnya.
Hal yang membuat Hasan pilu sekarang adalah memikirkan kedua orangtuanya yang masih berada di Myanmar di bawah kepemimpinan Junta Militer. Meskipun berkat pertolongan seorang dokter memberikan sebuah HP hingga Hasan bisa berkomunikasi dengan orangtuanya.
Baca juga:
Tepatkah Pengungsi Rohingya diberi suaka politik oleh Indonesia?
Kisah Hasan, remaja Rohingya ganteng penerjemah di pengungsian
Mensos janji akan bantu pulihkan trauma pengungsi Rohingya
Mensos Khofifah ajak pengungsi Rohingya baca Alquran
Terkendala bahasa, ini cara etnis Rohingya berkomunikasi di Aceh
Tiga opsi Pemerintah Indonesia hadapi pengungsi Rohingya
Semangat imigran Rohingya pelajari Bahasa Indonesia, Inggris & Aceh
-
Di mana pengungsi Rohingya di Aceh berlabuh? Pantai di Pidie, Bireuen, Aceh Timur, dan Sabang yang menjadi tempat mereka bersandar.
-
Apa yang dilakukan Rohingya ini? Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
-
Dimana para pengungsi Rohingya dijemput oleh warga Aceh? Warga Aceh ini menjemput pengungsi Rohingya di sekitar perairan laut Sabang.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Rohingya di Pekanbaru? Mereka tiba tadi malam dan mengaku tidak tahu siapa yang membawa. Polisi mengamankan sebanyak 13 orang etnis Rohingya yang masuk wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Mereka terlantar di jalan protokol yakni di pinggir Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.
-
Apa yang dilakukan oleh warga Aceh terhadap pengungsi Rohingya? Warga Aceh ini menjemput pengungsi Rohingya di sekitar perairan laut Sabang. Mereka diminta mengerjakan pekerjaan ilegal itu oleh seorang agen penyelundup di Malaysia.
-
Mengapa warga Aceh terlibat dalam penyelundupan Rohingya? Mereka diminta mengerjakan pekerjaan ilegal itu oleh seorang agen penyelundup di Malaysia.