Hasil analisa ahli psikologi forensik: Miryam tak ditekan penyidik KPK
Keterangan srikandi Hanura itu saat proses penyidikan di KPK sebagai saksi perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Menurutnya ada beberapa keterangan Miryam tidak konsisten.
Ahli psikologi forensik, Reni Kusumowardhani menyimpulkan tidak ada tekanan yang dilakukan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Miryam S Haryani saat proses penyidikan. Hal ini disampaikan setelah dirinya bersama tim melakukan analisa video pemeriksaan Miryam sebagai saksi kasus korupsi proyek e-KTP sebanyak empat kali.
"Hasilnya tidak dijumpai secara signifikan tekanan yang dilakukan oleh penyidik," ujar Reni menjawab pertanyaan hakim anggota, Anshori, di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (18/9).
Dia juga menambahkan, keterangan srikandi Hanura itu saat proses penyidikan di KPK sebagai saksi perlu dipertimbangkan lebih lanjut. Menurutnya ada beberapa keterangan Miryam tidak konsisten.
Meski demikian, dia enggan menegaskan keterangan Miryam dalam proses tersebut bohong.
"Di dalam kesimpulan saya bisa disampaikan apakah ada relevansi hal yang disampaikan patut diduga kebenarannya atau tidak. Artinya ada indikasi," tukasnya.
Diketahui, jaksa penuntut umum KPK menghadirkan Reni sebagai saksi ahli. Tujuannya, untuk membuktikan adanya keterangan tidak benar yang disampaikan oleh Miryam sehingga mencabut keterangannya di berita acara pemeriksaan (BAP). Sebelumnya jaksa juga menghadirkan ahli hukum pidana.
Miryam berstatus terdakwa setelah dijerat Pasal 22 Jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi oleh jaksa penuntut umum KPK.
Jaksa penuntut umum KPK menerapkan pasal tersebut setelah pihaknya menilai keterangan Miryam tidak benar dan tidak bersesuaian dengan proses penyidikan dan keterangan para saksi lainnya dalam sidang korupsi proyek e-KTP. Saat itu politisi Hanura tersebut menjadi saksi dalam persidangan kasus korupsi e-KTP dengan dua terdakwa, Irman dan Sugiharto.