Ibunda Beberkan Bullying Dialami dr Aulia Berujung Kematian: Dibentak Saat Sakit Hingga Tugas Nyaris 24 Jam
Dia sempat meminta ke kaprodi agar anaknya bisa dilakukan lebih manusiawi, tetapi jawaban didapat tindakan itu untuk melatih mental.
Nuzmatun Malina, ibu almarhumah dr Aulia Risma, menceritakan kepahitan yang dialami anaknya hingga berakhir bunuh diri di kamar indekos.
Menurutnya, Aulia kerap mengeluh kelelahan sejak menjalani studi sebaga Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Undip Semarang di RSUP dr Kariadi Semarang. Saking lelahnya, Aulia pernah terjatuh dari motor hingga tak sadarkan diri.
- Kabar Terbaru Penyelidikan Kasus Kematian Mahasiswi PPDS Undip dr Aulia
- Kemendikbudristek Angkat Suara Usai Keluarga Desak Ikut Usut Kematian dr Aulia Diduga Korban Bullying
- Anak Bunuh Diri Diduga Dibully Senior, Ayah Dokter PPDS Undip Stres hingga Meninggal
- Bunuh Diri Diduga Akibat Dibullying Senior, Begini Sosok Dokter Muda FK Unair di Mata Tetangga
"Keluhan dari awal cerita kalau jam 03.00 dini hari sudah harus di ruangan dengan peralatan yang sudah siap. Sampai esoknya jam 02.00 dini hari lagi pulang naik motor, di tengah perjalanan jatuh ke selokan, sampai dia sadar sendiri. Itu karena kecapaian ikuti jadwal PPDS," kata Nuzmatun Malina, Rabu (18/9).
Kejadian itu sempat membuat bagian punggung dan kaki Aulia sakit. Meski dalam keadaan tidak fit, dia masih diminta bekerja bahkan di bulan Oktober 2022 dia mengalami kejadian sangat tidak mengenakkan.
"Waktu itu punggungnya sakit, kakinya saki, bahkan sakit kedua-duanya masih dibentak-bentak. Karena kerjanya lelet, suruh bawa makanan, minuman, naik dari lantai satu ke lantai dua tidak boleh pakai troli. Jahat sekali ya Allah. Dengan kakinya yang pincang-pincang diseret, sakit," ujarnya.
Merasa tak tega dengan yang dialami sang anak, Nuzmatun sempat berusaha menghadap ke Kaprodi meminta dispensasi perlakuan yang lebih manusiawi. Namun, jawaban yang didapat hal itu untuk melatih mental.
"Saya sampaikan, apakah tidak ada cara lain?" katanya mempertanyakan.
Tak hanya itu, Aulia juga sempat bercerita kepada keluarga diminta berdiri satu jam padahal kondisi kakinya sedang sakit. Nuzmatun kemudian kembali meminta tolong kepada Kaprodi, namun hasilnya sama saja.
"Disuruh berdiri satu jam. Saya bilang ke Kaprodi, dijawab 'saya dulu lima jam'. Bayangkan kakinya bengkak, suruh berdiri satu jam. Itu tidak manusiawi," jelasnya.
Dia sungguh miris dengan yang dialami Aulia. Apalagi, buntut kecelakaan itu, Aulia sempat dioperasi dua kali, tetapi kondisi itu tidak menjadi perhatian pihak kampus.
"Sebelum kuliah anak saya sehat. Boleh cek. Selama kuliah dokter umum sehat betul. Kerja di RS Kardinah tidak sakit, semua itu tahu," tegasnya.
Terkait permintaan uang selama PPDS, Nuzmatun membenarkan dan sudah memberikan buktinya ke Polda Jateng. Meski tidak menyebut nominal, namun nominal paling besar ada saat semester pertama.
"Uang untuk kebutuhan angkatan dan lainnya. Kalau yang besar itu semester satu. Di semester berikutnya masih ada," ujarnya.
Selama ini bahwa putrinya tidak biasa mendapatkan perlakuan kasar. Selama dikeluarga dia seorang penyayang, dia memutuskan untuk melanjutkan program PPDS karena sudah mengukur kemampuannya.
"Jadi dia status dokter PNS tahun 2019. Dia pilih melanjutkan anestesi karena keinginannya," ujarnya.
Tidak disangka menjalani pendidikan PPDS justru membuat putrinya mengalami tekanan mental karena perlakuan kasar yang diterima.
"Anak saya dididik dengan kata-kata kasar, suara yang melegar-legar. Anak saya jadi ketakutan," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak.
"Ini bahkan menjadi pelajaran bagi PPDS. Saya info hati-hati kalian, habis kalian kalau ini terbukti pidananya," tegasnya.
Nuzmatun juga meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Kesehatan untuk segera bertindak.
"Saya minta dikeluarkan suratnya supaya besok atau lusa bisa langsung lapor," tutupnya.