IDI Minta Komnas HAM Tegur Kemenkes Soal Larang Pegawai Bahas RUU Kesehatan
IDI menilai, Kemenkes melanggar HAM karena meminta pegawainya tidak membahas RUU Kesehatan di luar forum resmi.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegur Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Permintaan ini buntut surat edaran Kemenkes yang meminta pegawainya tak membahas RUU Kesehatan di luar forum resmi.
"Komnas HAM harus turun tangan menegur Kementerian Kesehatan," kata Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto, kepada merdeka.com, Senin (17/4).
-
Kapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) resmi terbentuk? Tepat pada 24 Oktober 1950, IDI secara resmi mendapatkan legalitas hukum di depan notaris.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Kenapa Jokowi meminta Kemenkes segera mengisi kekurangan dokter spesialis? "Tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000. Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi," kata Jokowi dalam Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, Senin (6/5).
-
Apa profesi Putra Dokter Boyke, Dhitya Dian Nugraha? Mengikuti jejak sang ayah, Dhitya merupakan alumnus Universitas Indonesia. Namun, perjalanan akademisnya tidak berhenti di sana. Ia melanjutkan pendidikannya di luar negeri, tepatnya di Universiteit Leiden, Belanda, dari tahun 2017 hingga 2020 dengan mengambil jurusan psikologi.
-
Kapan dokter Soebandi gugur? Mengutip situs Begandring, dokter tentara sekaligus wakil komandan Divisi Damarwulan ini gugur ditembak tentara Belanda dalam sebuah penyergapan di Desa Karang Kedawung, Jember pada 8 Februari 1949.
-
Apa tujuan utama dibentuknya Ikatan Dokter Indonesia (IDI)? Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat profesi dokter.
Slamet menilai, Kemenkes melanggar HAM karena meminta pegawainya tidak membahas RUU Kesehatan di luar forum resmi. Padahal, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berpendapat.
Dia menyebut, kebebasan berpendapat sudah diatur dalam Pasal 28 huruf f UUD 1945. Pasal ini berbunyi 'Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia'.
"Sebaiknya Kemenkes tidak melanggar ketentuan UUD 1945, yang mengatur kebebasan berpendapat karena ini berpotensi melanggar HAM," ujarnya.
Surat Kemenkes Larang Pegawai Bahas RUU Kesehatan di Luar Forum Resmi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melarang aparatur sipil negara (ASN) di kementeriannya membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di luar forum resmi. Larangan ini tertuang dalam surat edaran Nomor: HK 01.01/D/4902/2023.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi membenarkan adanya surat edaran tersebut.
“Benar,” kata Nadia saat dikonfirmasi merdeka.com, Minggu (16/4).
Surat edaran ini diteken 11 April 2023 oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Azhar Jaya. Surat ditujukan kepada para pimpinan satuan kerja di Kantor Pusat Ditjen Pelayanan Kesehatan dan para pimpinan Unit Pelaksana Teknis Ditjen Pelayanan Kesehatan. Surat ini ditembuskan ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi.
Isi Surat
Ada lima poin isi surat edaran ini.
1. Bahwa pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat saat ini sedang menyusun RUU Kesehatan sehingga diharapkan kepada seluruh ASN Kementerian Kesehatan pada kantor pusat dan unit pelaksana teknis serta pegawai BLU pada unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan untuk mendukung dan berpartisipasi dalam proses sosialisasi positif RUU Kesehatan.
2. Seluruh ASN Kementerian Kesehatan tidak diperkenankan membahas RUU di luar forum resmi atau ikut menandatangani/memberi saran melalui institusi/organisasi di luar Kementerian Kesehatan karena rawan disalahgunakan oleh organisasi/institusi lain tersebut sehingga seolah-olah berseberangan sikap dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
3. Pimpinan satuan kerja/unit pelaksana teknis serta ASN dan pegawai BLU di lingkungan Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan wajib mematuhi hal-hal sebagaimana tersebut di atas.
4. Pimpinan satuan kerja/unit pelaksana teknis wajib mengawasi seluruh ASN/pegawai BLU di lingkungan kerjanya dan mendukung sikap Kementerian Kesehatan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kementerian Kesehatan.
5. Ketidakpatuhan terhadap hal-hal sebagaimana tersebut di atas akan dilakukan pembinaan secara administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
RUU Kesehatan Tuai Penolakan
PB IDI menolak keras RUU Kesehatan yang sedang dibahas DPR. Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto menyebut, draf RUU Kesehatan justru mengancam keselamatan masyarakat.
Selain itu, berpotensi memecah belah organisasi profesi, mempersulit birokrasi tenaga kesehatan, mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing, hingga menjadikan Kementerian Kesehatan super power.
"Kesimpulan saya setelah baca RUU Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat, kriminalisasi tenaga kesehatan, dan kapitalisme kesehatan," jelasnya kepada merdeka.com, Rabu (1/2).
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, RUU Kesehatan bisa menyelesaikan masalah kesehatan dan kedokteran di Indonesia.
Budi berharap dengan adanya RUU Kesehatan ini, pemerintah bisa melakukan transformasi kesehatan di dalam negeri.
(mdk/tin)