Imam Besar Istiqlal nilai perlu kerja keras tangani masalah terorisme
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menilai penanggulangan terorisme di Indonesia masih butuh perjuangan keras. Dia melihat deradikalisasi adalah sebuah sistem yang harus diterapkan, tetapi tidak bisa ditarget untuk jangka pendek.
Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar menilai penanggulangan terorisme di Indonesia masih butuh perjuangan keras. Dia melihat deradikalisasi adalah sebuah sistem yang harus diterapkan, tetapi tidak bisa ditarget untuk jangka pendek.
Nasaruddin mengajak seluruh pihak untuk mengerti anatomi terorisme di Indonesia. Menurutnya, terorisme di Indonesia tidak separah di Timur Tengah, namun harus tetap diwaspadai agar tidak terus menyebar seperti virus. Dia mendorong dilakukan pendekatan lunak untuk meredamnya.
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Bagaimana peran Ditjen Polpum Kemendagri dalam menangani radikalisme dan terorisme? Ketua Tim Kerjasama Intelijen Timotius dalam laporannya mengatakan, Ditjen Polpum terus berperan aktif mendukung upaya penanganan radikalisme dan terorisme. Hal ini dilakukan sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Dimana BNPT menemukan landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme? Ibnu menjelaskan, landasan pemerintah melakukan pembayaran kompensasi atau ganti rugi tertuang dalam PP No. 35 Tahun 2020 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban.
-
Kenapa Ditjen Polpum Kemendagri menggelar FGD tentang penanganan radikalisme dan terorisme? Direktorat Jenderal (Ditjen) Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Fasilitasi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Aula Cendrawasih, Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah, Rabu (23/8).
-
Apa yang dirayakan di Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme? Tujuan diadakannya peringatan ini untuk menghormati serta mendukung para korban terorisme serta melindungi hak asasi manusia.
"Ketika segalanya menjadi radikal, mau tidak mau harus dilakukan deradikalisasi terhadap itu. Caranya menghampiri dan mendekati mereka," kata Nasaruddin dalam keterangannya, Sabtu (9/6).
Mantan wakil menteri agama ini mendorong sinergi berbagai pihak dalam menangani masalah terorisme. Terlebih setelah Undang-Undang Antiterorisme disahkan. Menurutnya, kehadiran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hanya untuk meredam, memproteksi, membatasi, mereduksi, melokalisir kegiatan terorisme.
"Persoalan sekarang adalah harus ada penyelesaian non BNPT. Artinya, kesenjangan, urusan untuk merajut sang kaya makin kaya, si miskin makin miskin. Itu bukan wilayah BNPT, tapi wilayah bidang perekonomian, wilayahnya sosial dan Bappenas," tuturnya.
Nasaruddin menyarankan agar implementasi UU Antiterorisme itu harus sesegera mungkin dibuat Peraturan Pemerintah (PP). "Kita berharap PP segera dibuat, karena ada beberapa pasal yang mengharuskan segera ada PP. Semoga BNPT bisa lebih berdaya dengan adanya UU terorisme," tutur Nasaruddin.
Sejauh ini, Nasaruddin menilai deradikalisasi yang dilakukan BNPT selama ini on the right track. Merangkul kembali mantan napiter, bahkan mereka dijadikan kepanjangan tangan untuk menyadarkan teman-teman yang masih di lapangan agar kembali.
"Itu harus diapresiasi. Jangan menjadikan BNPT seperti keranjang sampah. Begitu ada teroris, langsung keluar penilaian bahwa BNPT tidak berfungsi," tuturnya.
Dalam konteks kewajiban membayar zakat, Nasaruddin menilai bisa menjadi solusi untuk mewujudkan keadilan sosial, terutama untuk membendung 'virus' radikalisme dan terorisme. Pasalnya, radikalisme dan terorisme tidak hanya dipicu faktor ideologi, tetapi juga faktor ekonomi, sosial, dan politik.
"Zakat memang bisa menjadi solusi meski tidak terlalu besar, mengingat jumlah penduduk miskin dibandingkan nilai zakat umat Islam di Indonesia sangat kecil. Tapi itu tetap sangat penting dalam mengurangi kesenjangan sosial yang menjadi incaran penyebaran radikalisme dan terorisme," tandasnya.
Baca juga:
Paham radikal juga susupi kampus di Prancis, Malaysia dan Singapura
Try Sutrisno ingatkan kampus agar tak disusupi radikalisme dan terorisme
Cegah radikalisme di kampus, Unnes kerjasama dengan BNPT
Anggaran BNPT tahun 2019 Rp 699 M, dikurangi Rp 155 M dari usulan Rp 836 M
Menko PMK minta Menristekdikti proaktif cegah kampus disusupi paham radikal
PP Muhammadiyah desak Sandiaga ungkap 40 masjid penyebar paham radikal