Ini alasan artis terlibat prostitusi disebut menjadi korban
Tertangkapnya artis Nikita Mirzani dan Puty Revita menjadi bukti kasus prostitusi di lingkungan selebritis tanah air ada
Tertangkapnya artis Nikita Mirzani dan finalis Miss Indonesia 2014 Puty Revita menjadi bukti bahwa kasus prostitusi di lingkungan selebritis tanah air ada. Sayangnya dalam kasus ini baru mucikari saja yang dijerat pasal hukum.
Menurut kriminolog Edy Hasibuan belum ada Undang-undang yang membuat pelaku prostitusi dijerat hukum. Selama ini yang ada jika muncul kasus prostitusi hanya mucikari saja yang dijerat pasal hukum.
Seperti pasal 506 KUHP yang berbunyi "Barang siapa sebagai mucikari (souteneur) mengambil untung dari pelacuran perempuan, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan" terlihat jelas dari Pasal tersebut tidak ada yang mengatakan pelaku prostitusi bisa dijerat dengan pasal hukum.
"Ya memang undang-undang mengatur demikian karena yang mendapat keuntungan kan adalah mucikarinya," ujar Edi kepada merdeka.com saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (11/12).
Dia juga mengatakan sebenarnya tidak hanya mucikari saja yang bisa dikenakan pasal pidana namun penyedia tempat sebenarnya juga bisa dijerat hukum. Hal tersebut tertuang di Pasal 296 KUHP yang berbunyi.
"Barang siapa yang pencahariannya dan kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 15.000," katanya.
"Kalau memang terbukti ya pasti kena pasal," ujarnya.
Akan tetapi hal tersebut sepertinya sulit dideteksi untuk kasus prostitusi artis yang kebanyakan dari mereka melakukan transaksi atau "pelayanan" di tempat-tempat mewah dan tidak terlihat seperti hotel abal-abal. Lagipula, imbuhnya, pegawai hotel pun tidak mungkin menanyakan alasan pengunjung untuk menginap di tempatnya.
"Nah itu dia kan enggak mungkin juga mereka (petugas hotel) bertanya kepada pengunjung 'ada keperluan apa Anda menginap kesini?' kan enggak mungkin," ujarnya.
Untuk pengguna jasa prostitusi sendiri bisa dikenakan Pasal 12 Nomor 21 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi "Setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6".
"Bisa dikatakan, kita memiliki keterbatasan atau kekosongan hukum dalam hal ini," ujarnya.
Dari pandangan Edi sendiri terjadinya kasus prostitusi di kalangan artis sebaiknya dijadikan bahan pembelajaran dan sebagai bahan dasar adanya revisi Undang-undang soal prostitusi. Mengingat dalam kebanyakan kasus si pelaku prostitusi seperti tidak jera melakukan kegiatan rendah tersebut meski sanksi sosial dihadapi oleh mereka yang melakukan prostitusi.
"Kalau bisa ya ada revisi soal itu (UU Prostitusi) karena kan sepertinya masih banyak saja orang yang melakukan itu (prostitusi)," katanya.