Ini Dampak Banjir Parah Palembang di Penghujung Tahun 2021
Sabtu 25 Desember 2021, sebagian besar wilayah Palembang diterjang banjir parah. Peristiwa serupa juga pernah terjadi delapan tahun lalu, tepatnya di 2013.
Sabtu 25 Desember 2021, sebagian besar wilayah Palembang diterjang banjir parah. Peristiwa serupa juga pernah terjadi delapan tahun lalu, tepatnya di 2013.
Berdasarkan catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan, banjir pada hari Natal itu mulai terjadi pagi hari akibat intensitas hujan dengan sangat deras. Banjir kali ini jauh lebih parah dibanding banjir-banjir lain yang kerap terjadi di kota itu setiap musim hujan.
-
Apa pasal yang menjerat pelaku pembunuhan siswi di Palembang? Para pelaku terjerat pasal penganiayaan dan pencabulan anak yakni pasal 76 C dan Pasal 80 ayat 3 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
-
Bagaimana cara Banyuwangi memanfaatkan insentif tersebut? “Sesuai arahan Bapak Wakil Presiden, kami pergunakan insentif ini secara optimal untuk memperkuat program dan strategi penghapusan kemiskinan di daerah. Kami juga akan intensifkan sinergi dan kolaborasi antara pemkab dan dunia usaha. Dana ini juga akan kami optimalkan untuk kegiatan yang manfaatnya langsung diterima oleh masyarakat,” kata Ipuk.
-
Siapa Panglima Jukse Besi? Andi Sumpu Muhammad yang diberi gelar Panglima Jukse Besi, dikenal dengan kesaktiannya.
-
Kenapa Emping Beras begitu istimewa di Bangka Belitung? Tak heran jika kuliner yang satu ini begitu legendaris di masyarakat Bangka Belitung.
-
Bagaimana cara Bendungan Pleret mengatasi banjir di Semarang? Bendungan Pleret merupakan bendungan tertua di Kota Semarang Bendungan Pleret Semarang belakangan mencuri perhatian warga sekitar. Kini lokasi di sekitar pintu air bendungan itu digunakan oleh warga sekitar khususnya pemuda setempat untuk kegiatan “seluncuran”. Mereka berseluncur melalui permukaan bendungan yang landai dan licin.
-
Apa yang ditemukan di Bekasi? Warga Bekasi digegerkan temuan kerangka manusia di sebuah lahan kosong. Polisi pun melakukan penyelidikan.
Baca juga:
Update Banjir Aceh Utara: 3 Orang Meninggal Dunia dan 31.843 Jiwa Mengungsi
Banjir Bandang Disertai Lumpur Terjang Aceh Tenggara, 2.267 Warga Terdampak
Ketinggian air saat itu sekitar 50 sentimeter hingga satu meter. Saking parahnya wilayah yang sebelumnya jarang terendam, kali ini turut tergenangi air dengan ketinggian mencapai 40 sentimeter.
Permukiman hampir merata di setiap kecamatan terendam, mulai dari Kecamatan Sukarami, Kemuning, Kalidoni, Alang-Alang Lebar, Ilir Timur II, Ilir Timur I, Ilir Timur I, Sako, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, dan daerah sekitar. Belum lagi akses jalan tak bisa dilintasi karena dipenuhi air sehingga menyebabkan kemacetan dan banyak kendaraan yang rusak lantaran memaksa melewati banjir.
Dua warga meninggal dunia dalam musibah itu. Pertama seorang dosen Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang yang tersetrum ketika rumahnya terendam banjir. Dan kedua seorang pengemudi ojek online wanita terjatuh dari motor saat melintasi jalanan. Badannya masuk ke gorong-gorong lalu terseret air sejauh 30 meter.
Kabid Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel Ansori mengungkapkan, banjir di penghujung tahun di Palembang tergolong sangat parah dengan ketinggian air hingga satu meter dan merata di hampir seluruh kecamatan. Pihaknya memantau sejumlah titik yang dianggap terjadi genangan tinggi, seperti di Sekip Bendung, Sukawinatan, Pipa Reja, dan sekitar Basuki Rahmat.
"Catatan kami kondisinya sama dengan banjir 2013, Gubernur Sumsel yang saat itu Alex Noerdin dan Eddy Santana Putra ketika itu jabat Wali Kota Palembang turun ke lokasi," ujarnya.
Sementara banjir pada 2017, tidak parah tetapi turut menyebabkan seorang warga meninggal akibat terseret air. "Setiap musim hujan, Palembang memang sering terjadi banjir, ada yang parah, ada hanya genangan biasa," kata dia.
Sekretaris Daerah Palembang Ratu Dewa mengatakan, pihaknya sudah mengoperasikan pompa-pompa yang disiapkan di daerah rawan banjir. Namun tingginya curah hujan tidak sebanding dengan debit air yang dihisap pompa membuat banjir sulit diatasi.
"Hujan yang kita alami masuk kategori ekstrem sehingga walau semua pompa sudah dioperasikan tetap saja banjir," kata Dewa.
Selain itu, sambung dia, terbatasnya kolam retensi menjadi faktor banjir parah terjadi. Saat ini baru 46 kolam dibangun, sementara idealnya sebanyak 77 titik.
Ada juga akibat tumpukan sampah yang menyumbat selokan dan saluran air. Sehari kemudian barulah disterilisasi semua sumbatan sehingga air surut.
"Kepala daerah harus tetap siaga mengantisipasi bencana, monitor kondisi wilayahnya setiap saat, kurangi keluar daerah yang bukan urusan wajib," tegas Deru.
Deru menyebut banjir Palembang tak lain akibat banyaknya rawa yang ditimbun untuk pembangunan, baik rumah maupun gedung, sehingga mengurangi resapan air. Belum lagi minimnya drainase yang ada, tak sebanding dengan volume air yang masuk saat musim hujan.
Karena itu Deru berharap pemerintah setempat menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur penjagaan rawa. Dirinya tak ingin terjadi kecerobohan dalam pembangunan sehingga meniadakan pentingnya menjaga rawa.
"Kita tidak bisa semena-mena menimbun rawa, harus ada hitungannya berapa tempat tangkapan airnya. Artinya jangan sampai fungsi rawa sebagai tangkapan air beralih tanpa kejelasan," ujarnya.
Kepala Stasiun Klimatologi Sumsel Wandayantolis menyebut, hujan pada malam Natal itu sangat ekstrem yang mencapai 159,7 milimeter akibat pengaruh fenomena La Nina. Dalam catatannya, hujan selebat itu baru terjadi selama 31 tahun terakhir.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri mengatakan, Pemkot Palembang diberikan waktu selama 21 hari mulai 29 Desember 2021 untuk serius mencari solusi agar banjir tak terulang lagi. Saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data kerugian warga terdampak banjir.
"Kami anggap Pemkot Palembang lalai melakukan pencegahan," kata dia.
Direktur LBH Palembang Juardan Gultom berharap Pemkot Palembang menanggapi somasi tersebut dengan segera melakukan pencegahan dan penanggulangan banjir. Pemerintah juga harus mengganti seluruh kerugian para korban, bukan sekedar pemberian santunan.
Pada jangka panjang, pihaknya melakukan advokasi kebijakan terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) banjir, menjaga kawasan rawa sebagai penampung air, dan menertibkan bangunan liar. Pemkot Palembang harus mengimplementasikan manajemen banjir terpadu, pengelolaan pengurangan resiko, persiapan dan penanggulangan saat banjir, peringatan dini, serta pemulihan pascabanjir.
Selain itu, Pemkot Palembang juga harus memenuhi kebutuhan kualitas dan kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) sebagaimana tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang mensyaratkan RTH harus disediakan 30 persen dari luas wilayah. Sebab, saat ini RTH di Palembang baru 12.018 hektare dari luas wilayah 40.061 hektare.
"Evaluasi dan perbaiki sistem jaringan drainase, keterbukaan informasinya, serta penertiban bangunan yang tidak memiliki izin. Karena bangunan itu membuat drainase tersumbat," tegasnya.
(mdk/cob)