Ini para pengemis tajir punya harta ratusan juta rupiah
Bahkan, ada yang memiliki tabungan ratusan juta rupiah dari hasil mengemis.
Pakaian lusuh dan wajah memelas tidak menjamin seorang itu miskin. Banyak modus yang dilakukan oleh para pengemis dengan cara menipu penampilan seperti layaknya orang miskin, seperti pura-pura cacat sehingga mendapat rasa kasihan dari orang lain meminta uang recehan di pinggir jalan. Uang yang terkumpul dari mengemis itu bahkan bisa sampai ratusan juta rupiah.
Tentu saja fakta ini mengejutkan banyak masyarakat ibu kota di tengah kecilnya upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta, sebesar Rp 2,7 juta per bulan. Sedangkan pengemis mampu mendapatkan dua kali lipat dari itu.
Bila dihitung secara kasar, pendapatan pengemis rata-rata ada yang mencapai hingga Rp 200.000 per hari atau Rp 6 juta per bulan. Bahkan, ada yang memiliki tabungan ratusan juta rupiah dari hasil mengemis.
Berikut para pengemis tajir berharta ratusan juta rupiah yang dihimpun merdeka.com, Selasa (22/3):
-
Dimana saja lokasi kemacetan yang paling parah di Jakarta? Kondisi kemacetan lalu lintas kendaraan pada jam pulang kerja di Jalan Gatot Subroto, Jakarta
-
Siapa yang menemukan pendatang yang menjadi pemulung di Jakarta? "Ada juga yang beberapa waktu lalu ketemu ya kita pemulung segala macam. Kita kembalikan,"
-
Apa yang menjadi salah satu solusi untuk kemacetan di Jakarta? Wacana Pembagian Jam Kerja Salah satu ide yang diusulkan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono adalah pembagian jam masuk kerja para pekerja di Jakarta. Menurutnya, cara itu bisa mengurangi kemacetan hingga 30 persen.
-
Apa yang menjadi daya tarik utama dari Kota Tua Jakarta? Kota Tua adalah harta karun sejarah yang tidak boleh dilewatkan ketika kita mengunjungi ibu kota.
-
Apa yang diuji coba oleh Pemprov DKI Jakarta? Penjelasan Pemprov DKI Uji Coba TransJakarta Rute Kalideres-Bandara Soekarno Hatta Dikawal Patwal Selama uji coba dengan menggunakan Bus Metro TransJakarta dikawal dengan petugas Patwal hingga ada penutupan sementara di beberapa persimpangan Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta menjajal langsung TransJakarta menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dimulai dari Terminal Kalideres.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
Siswari, pengemis ini punya deposito ratusan juta rupiah dan tabungan di Bank
Siswari Sri Wahyuningsih (51), seorang pengemis dan pengamen yang tiap hari mengemis dan mengamen di sekitar lampu lalu lintas Kawasan Yos Sudarso, Kota Semarang, Jawa Tengah, ternyata memiliki uang deposito sebesar Rp 140 juta dan tabungan sebanyak Rp 16 juta.
"Pengemis itu sudah beberapa hari yang lalu ditangkap Satpol PP Kota dan diserahkan ke kami. Setelah saya interogasi dan diperiksa tasnya, ada uang tunai gendelan dan recehan sampai Rp 400 ribu, deposito Rp 140 juta, dan uang tabungan di Bank BNI 46 Sayangan sebesar Rp 16 juta," kata Kepala Balai Rehabilitasi Sosial (Resos) Among Jiwo, Ridwan, Selasa (22/3).
Ridwan melanjutkan, selain menemukan uang tunai dan deposito serta tabungan, pengemis perempuan paruh baya itu membawa surat-surat lain tersimpan dalam tas dibawanya selama mengemis dan mengamen.
"Surat -surat itu berupa satu berkas sertifikat tanah di daerah Tlogosari, tiga buah surat BKPB kendaraan roda dua, dan ATM Bank BNI 46. Kalau menurut alamat KTP di Kecamatan Genuk. Tapi dia tinggalnya di perumahan di Jalan Kawung, Perumnas Tlogosari, Kota Semarang," papar Ridwan.
Saat menggeledah tas Siswari, petugas juga menemukan sebuah sertifikat tanah atas namanya.
"Sertifikat tanahnya seluas 105 meter persegi, itu atas namanya sendiri. Kalau BPKB ada yang nama dia dan nama orang lain. Mungkin nama anak-anaknya. Ngakunya dia ngamen sudah dilakukan sejak enam bulan kemarin," sambung Ridwan.
Saat dimintai keterangan petugas Satpol PP usai diamankan, kata Ridwan, Siswari menapik uang ratusan juta tidak seluruhnya dari hasil mengemis dan mengamen.
"Uang banyak itu menurut pengakuannya dia (Siswari), hasil dari penjualan tanahnya. Sebelumnya uang yang berada di dalam deposito mencapai Rp 300 juta. Uang itu dulu hasil penjualan tanah. Dulu di dalam deposito itu ada uang 300 juta, tapi setelah dirinya berpisah dengan suami pisah ranjang itu, akhirnya uang itu berkurang-berkurang untuk biaya makan. Sampai juga buka usaha jualan ayam goreng penyet, namun bangkrut karena banyak diutangi sama orang," beber Ridwan.
Tidak hanya soal jumlah harta dan uang Siswari terbilang mengejutkan. Ternyata dia mempunyai tiga anak saat ini duduk di bangku kuliah, di tiga kampus ternama di Kota Semarang.
Anaknya yang pertama berinisial HMS kuliah di Universitas Perbankan (Unisbank) di Jalan Tri Lomba Juang, Kota Semarang. Kemudian anak kedua berinisial SMS kuliah di jurusan Bahasa Inggris, Universitas Sultan Agung (Unisula), Jalan Raya Kaligawe, Kota Semarang.
Kemudian anak terakhir berinisial SMJ kuliah di Politeknik Negeri Semarang (Polines) di Kawasan Kampus Undip Tembalang, Kota Semarang. Dalam waktu dekat, anak keduanya akan diwisuda.
"Sekitar bulan April katanya yang anaknya kuliah Unissula mau wisuda," kata Ridwan.
Kakek badut Winnie the Pooh punya rumah mewah dan 7 istri
Dinas Sosial Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur membawa seorang kakek berpakaian badut Winnie the Pooh dari depan Lippo Mall. Pria di balik kostum badut beruang kuning ini bernama Suaedi, mengaku hidup sebatang kara di daerah Driyorejo, Gresik.
Diduga Suaedi rela melakoni pekerjaan dengan berkostum badut hanya modus, agar banyak orang kasihan dan dirinya mendapat untung lebih banyak dari sekadar mengemis.
Kakek berumur 75 tahun itu juga mengaku menderita sakit stroke. Dengan dalih itu, meski sakit, dia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya menjadi badut, berharap belas kasih orang. Dengan berkostum beruang kuning itu, Suedi bisa kantongi Rp 500 ribu setiap harinya, hasil belas kasih orang.
Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Sidoarjo Husni Tamrin akhirnya perintahkan petugas membawa Suaedi agar dirawat di Liponsos Sidoarjo, Jalan Sidokare.
"Hasil dari menjadi badut, dia bisa mendapat Rp 500 ribu per hari, ini dari pengakuannya sendiri. Dia bilang kalau sehari tidak dapat (Rp 500 ribu) itu, dia tidak akan pulang," sambung Dayat.
Dayat memaparkan, dari hasil itu, dalam satu tahun dia bisa membeli rumah di Mojokerto, beli motor Yamaha Vixion dan motor matik. Istrinya saja ada tujuh.
"Katanya istri saya cuma tujuh saja. Cuma tujuh. Loh ini bener dari pengakuannya sendiri," katanya Dayat.
Pengemis di Aceh punya paspor, emas, ringgit dan uang jutaan rupiah
Enam orang gelandang dan pengemis (Gepeng) ditangkap Satpol PP yang beroperasi di kawasan Banda Aceh, Rabu (18/3). Hal yang mencengangkan, petugas mendapatkan emas, uang rupiah hingga ringgit Malaysia.
Bahkan salah seorang dari mereka yang memiliki emas mengaku, perhiasan ini yang didapatkan dari mengemis di Banda Aceh untuk bekal menikah. Mereka sudah mengemis di Banda Aceh selama 1 bulan lebih.
"Salah satu pengemis menjawab, emas yang dimilikinya untuk mahar menikah," jelas Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Banda Aceh, Tarmizi Yahya.
Selain memiliki paspor, emas dan ringgit, di antara gepeng ini juga memiliki uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu sebanyak Rp 1,8 juta, termasuk ringgit. Gepeng yang memegang ringgit mengaku dia hendak berangkat ke Malaysia kembali, namun butuh ongkos untuk keberangkatannya.
"Bahkan ada satu orang yang pegang uang ringgit, dia itu hendak berangkat kembali ke Malaysia, maka cari uang dulu di Banda Aceh dengan mengemis," ungkap Tarmizi.
Sementara itu, Wakil Kapolsek Baiturrahman, Iptu Suwandi Desky dalam kesempatan yang sama membenarkan proses penangkapan gepeng ini. Katanya, dirinya juga sempat heran ketika melihat barang-barang berharga yang dimiliki para gepeng.
Para gepeng ini sempat dibawa ke kantor Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh sebelum akhirnya di bawa ke rumah penampungan milik Dinas Sosial Provinsi Aceh di Ladong, Aceh Besar.
Pengemis tajir kantongi Rp 11 juta di Ibu Kota Jakarta
Edi Supriyadi, kakek berusia 78 tahun asal Kudus, Jawa Tengah ini rela jauh dari kampung halaman dan bekerja di Jakarta demi mencari uang lebih untuk menghidupi keluarganya.
Sadar tak memiliki keahilan khusus, Edi pun tak masalah harus mengemis di sekitar Kecamatan Senen. Dari hasil mengemis setiap hari, Edi mendapat keuntungan fantastis.
"Setelah digeledah ada sejumlah uang tunai senilai Rp 11 juga di dalam tasnya," ungkap Kasie Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Sudin Sosial Jakarta Pusat, Wanson Sinaga.
Pada saat petugas melakukan razia rutin Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Setelah diamankan dan digeledah, petugas terkejut di dalam tas milik Edi yang ditaruh di gerobak berisi uang tunai Rp 11 juta.
"Makanya langsung kami naikkan ke atas mobil dan dilakukan penggeledahan tasnya," tegas Sinaga.
Uang Edi terdiri dari pecahan Rp 100 ribu. Sedangkan uang pecahan Rp 50 ribu hanya ditemukan empat lembar. Petugas juga menemukan pisau dapur, selimut, alat penerangan dan air mineral dari dalam gerobak milik Edi Supriyadi.
"Gerobaknya juga berfungsi sebagai rumahnya. Karena kami menemukan sejumlah alat-alat rumah tangga," terang Sinaga.
Pengemis ini kedapatan bawa uang Rp 25 juta
Walang bin Kliwon (54) dan Sa'ran (60), pengemis asal Subang, Jawa Barat, kedapatan membawa uang Rp 25 juta, bahkan dua pengemis itu sempat ingin menyogok petugas dari Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan.
Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda mengatakan Kedua pengemis itu terjaring setelah petugas memantau selama 2 hari berdasarkan laporan dari masyarakat.
Saat terjaring, keduanya kedapatan membawa uang tunai yang dimasukkan ke dalam plastik hitam.
"Plastik pertama kita buka dan hitung ada Rp 7 juta. Lalu plastik lainnya juga ada uang, dengan total keseluruhan Rp 25.448.600," kata Miftahul.
Pengemis modus kaki buntung sebulan raup uang Rp 5 juta
Aris Setianto (27) warga asal Boyolali ini menggunakan modus kaki buntung untuk mengemis di Jalan Gunung Sahari Raya, Jakarta Pusat. Pria berpura-pura buntung ini terjaring razia Satuan Tugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.
Aris sudah mengemis sejak tahun 2008. Aris mengaku bahwa mengemis sudah menjadi profesi yang menguntungkan untuknya. Penghasilan dari modus kaki buntungnya itu cukup besar, sehari dapat Rp 150-200 ribu.
"Dalam sebulan ia bisa dapat 4-5 juta hanya dengan mengemis. Ia juga mengontrak rumah di sekitar Tanah Tinggi, Jakarta Pusat dengan bayaran 350.000 per bulan," kata Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Chaidir, Minggu (15/11).
Chaidir menambahkan, pihaknya akan terus melakukan penjangkauan terhadap pengemis dengan berbagai modus. Seperti berpura-pura buntung, mengeksploitasi anaknya untuk mengemis, dan modus-modus lainnya. Hal itu melanggar Perda 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
"Jika masyarakat ingin berbagi kepada sesama, agar disalurkan ke lembaga yang resmi. Karena lembaga yang telah resmi telah terdaftar dan transparan dalam menyalurkan bantuan. Sehingga tidak dimanfaatkan oleh oknum yang ingin mengambil keuntungan," pesan Chaidir.
Pura-pura lumpuh, Cecep raup ratusan ribu rupiah dalam setengah hari
Cecep (29), seorang pengemis di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, yang terlihat tidak bisa berjalan disebabkan lumpuh. Faktanya, kondisi Cecep tidak cacat dan fisiknya relatif bagus. Bekerja sebagai pengemis, dalam setengah hari, dia mendapatkan Rp 251 ribu.
Terbongkarnya Cecep, setelah dia terjaring operasi penertiban gelandangan dan pengemis, yang digelar Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) kota Pontianak di kawasan Jalan Danau Sentarum, di sekitar SMK Negeri 1, Pontianak. Saat mengemis, dia mengenakan sarung, kaus dan topi.
"Setelah dibawa ke kantor, kita cek kondisi fisiknya dengan meminta dia membuka sarungnya, ternyata kedua kakinya normal," kata Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Pontianak, Aswin Djafar di Pontianak, Kamis (28/1).
Pengemis modus buta ini sehari raup uang Rp 300 ribu
Nasari (32) dan Darto (50), sebagai pengemis di Jakarta Barat bisa mengantongi Rp 300.000 tiap harinya. Modus yang digunakan dengan berpura-pura sebagai orang buta.
Petugas Pelayanan dan Pengendalian Sosial (P3S) Sudin Sosial Jakarta Barat Amir menjelaskan awal mula penangkapan dua pengemis tersebut petugas melihat keduanya minta-minta di sebuah warung di pinggiran Jalan Kedoya.
"Yang satu di depan berjalan dengan membawa tongkat dan yang di belakang memegang pundaknya," kata Amir di Jakarta Barat, Kamis (26/11).
Mengetahui akan dihampiri oleh petugas, lanjut Amir, keduanya pun langsung lari kocar-kacir dan lupa jika tengah berakting sebagai orang buta.
"Padahal kita akan tanya dan intograsi keduanya. Pas mau kita pegang yang belakang ehh mereka berdua kabur ngacir," papar Amir.
Menurut keterangan pelaku, sambung Amir, kedua pengemis itu bisa mengantongi uang Rp 200.000 hingga Rp 300.000 tiap harinya. Hasil dari mengemis itu guna membiayai pembangunan rumah di Kampung.
"Katanya penghasilannya sehari bisa dua sampai tiga ratus ribu sehari. Pada saat digeledah uang di sakunya terkumpul uang Rp 860.000. Hebatnya ketika ditanya lebih dalam lagi ternyata mereka nekat mengemis karena sedang membangun rumah di kampung halamannya di Tegal," pungkasnya.