Izin birokrasi ribet, ekspor kayu Indonesia kalah dari Singapura
Sulitnya izin birokrasi mendorong banyak kayu dari Indonesia dijual tanpa sertifikat.
Deputi Direktur Yayasan Java Learning Center (Javlec) Suryanto Sadiyo mengatakan, nilai eskpor kayu Singapura lebih tinggi ketimbang Indonesia. Hal itu dinilai menjadi ironi bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
Suryanto Sadiyo menerangkan, berdasarkan data yang dihimpun dari mantan Dewan Kehutanan Nasional tahun 2012, Singapura memiliki nilai ekspor kayu sebesar USD 5,176.5. Sedangkan Indonesia di tahun yang sama memiliki nilai ekspor kayu sebesar USD 4,305.6.
"Ini menjadi bukti jika pengelolaan industri kayu dari hutan Indonesia masih perlu dibenahi," ujar Suryanto Sadiyo dalam diskusi pengelolaan hutan lestari, Yogyakarta, Jumat (22/7).
Suryanto Sadiyo menjelaskan, faktor utama Singapura memiliki nilai ekspor kayu yang jauh lebih tinggi karena kebijakan sertifikasi kayu yang diterapkan. Sertifikat kayu tersebut yang menjadi pasar dunia lebih percaya melakukan jual-beli.
"Orang lebih percaya berdagang kayu dengan Singapura sumber kayunya jelas sudah tersertifikasi," ujar Suryanto.
Menurut Suryanto, penyebab rendahnya nilai ekspor kayu di Indonesia salah satunya adalah sistem birokrasi yang mempersulit mengurus izin legalisasi industri dan perdagangan kayu. Hal itu menyebabkan banyak kayu dari Indonesia dijual tanpa sertifikat.
"Di Indonesia itu banyak ilegal loging. Selama ini kayu-kayu yang tidak jelas sumbernya dari mana. Biasanya di laut lepas itu kayu Indonesia diganti dokumen negara oleh oknum," ujarnya.
Suryanto menambah, Indonesia memiliki peluang besar menguasai pasar jual beli kayu dunia. Hal itu mengingat kebutuhan Eropa akan kayu itu besar. Eropa merupakan salah satu importir kayu terbesar di dunia.
"Orang Eropa itu tidak mungkin hidup tanpa kayu karena musim dingin rumah di sana itu butuh kayu. Angka kebutuhan kayu Eropa itu sangat besar nah ini peluang Indonesia," tambah Suryanto.