Jadi agen minuman impor oplosan, mantan bartender diciduk polisi
"Saya jadi sales pendapatannya kecil, makanya sekarang 6 bulan terakhir saya menjual miras oplosan," ujar Ahmad.
Pengalaman menjadi bartender nampaknya dimanfaatkan Ahmad Sofian (35), untuk meracik minuman keras (miras) impor oplosan dengan tujuan mengeruk keuntungan. Bersama rekannya yaitu Supriyadi (34), dirinya ditangkap oleh aparat Polres Metro Jakarta Utara ketika akan menyuplai miras impor oplosan ke salah satu hotel di Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Mohammad Iqbal menyatakan ditangkapnya dua pemuda itu berawal dari laporan warga sekitar akibat terganggu dengan ulah mereka. Hal itu akibat minuman yang dioplosnya membuat mual-mual sehingga memicu keributan antar sesama pengunjung.
"Laporan dari warga langsung kita tindaklanjuti. Penangkapan pemasok minuman oplosan itu berlangsung tanpa perlawanan," kata Iqbal di Polres Metro Jakarta Utara, Kamis (29/1).
Menurutnya sebelum menangkap kedua pemasok, mereka terlebih dahulu melakukan pengintaian. Tujuannya, memastikan pelaku pemalsuan miras dapat diringkus dengan mudah.
"Mereka (pelaku pemalsuan) keluarnya malam hari. Saat jalanan lengang. Kami intai, agar mereka tidak mampu kabur saat penangkapan dan tidak ada perlawanan," terang dia.
Lanjut dia, kedua pengoplos miras impor ini diduga memiliki jaringan besar. Hasil penangkapan akan segera dikembangkan lebih jauh.
"Kami yakin mereka ini sindikat. Dalam waktu dekat, kita harap bisa menguak sindikatnya," ungkap dia.
Sementara itu, Ahmad Sofian sempat menyangkal minuman itu miliknya. Dia mengaku hanya sebagai kurir. "Saya cuma nganterin aja Pak," terangnya kepada penyidik.
Dia menyatakan gajinya selama sembilan tahun menjadi bartender di sebuah tempat hiburan malam sangat kecil. Oleh sebab itu, dia memilih menjadi penjual minuman oplosan.
"Saya jadi sales pendapatannya kecil, makanya sekarang 6 bulan terakhir saya menjual miras oplosan," ujar dia.
Kedua tersangka tersebut diancam hukuman kurungan selama lima tahun lebih karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan Pasal 135 dan Pasal 139.