Polisi Bongkar Kasus Kosmetik Ilegal hingga Barang Palsu, Kerugian Capai Rp12 Miliar
Penyidikan kasus dilakukan sejak Januari 2024 hingga Juli 2024. Dengan menetapkan delapan tersangka
Subdit 1 Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus kejahatan berkaitan importir pakaian ilegal, beragam makanan, sabun hingga alat-alat kecantikan. Dengan mencatut brand-brand ternama yang sudah dikenal masyarakat.
"Berhasil melakukan pengungkapan dan penangkapan terhadap para pelaku kasus importasi pangan, kesehatan dan perlindungan konsumen," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi saat jumpa pers, Selasa (6/7)
Penyidikan kasus dilakukan sejak Januari 2024 hingga Juli 2024. Dengan hasil delapan tersangka enam di antaranya merupakan WNI berinisial MT (43), DE (42), RE (37), FF (45), M (40) dan MF (23). Sementara satu orang merupakan WNA asal Tiongkok berinisial LX (43) dan mantan WN Nigeria berinisial A (51).
Namun, ke delapan tersangka yang telah dijerat tidak dilakukan penahanan. Karena pasal yang disangkakan hukumannya di bawah lima tahun penjara.
"Ada delapan tersangka. Ini kejahatan transnasional crime karena melibatkan satu WNA Cina dan satu eks warga negara Nigeria yang dua tahun terakhir sudah menjadi WNI," ungkap Ade Ary.
Kasus Impor Ilegal
Adapun dalam kasus importasi ilegal terdapat empat objek barang yang menjadi pokok kasus. Pertama, importasi barang elektronik berupa drone dan jam tangan digital yang tidak bersertifikat Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) serta tanpa panduan berlabel bahasa Indonesia.
"Kedua, dugaan tindak pidana kesediaan farmasi berupa salep diduga berasal China diperdagangkan tanpa izin edar,” kata Wadirreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Hendri Umar.
Ketiga, mengimpor dan memperdagangkan barang berupa kosmetik dari Nigeria di mana berbagai macam merk tidak memiliki izin edar. Keempat, kasus menyimpan dan memperdagangkan pakaian impor bekas yang tidak sesuai dengan standar dan mutu yang diedarkan.
Bahan Pangan Palsu
Sementara untuk klaster kedua yang berhasil diungkap yakni di bidang pangan palsu yakni peredaran bakso dengan bahan baku tak sesuai dan minyak goreng tanpa izin edar yang tidak sesuai.
"Bahan pokok yang digunakan pelaku bilang daging sapi tapi di laboratorium hanya tepung dan ditambah jeroan dari leher sapi. Diblender dijadikan bahan dasar bakso," ujarnya.
"Kedua, terkait memproduksi mengedarkan minyak goreng kemasan dikatakan minyak goreng premium. Tetapi di laboratorium bukan bagian dari premium. Oleh si pelaku memberi label agar harga semakin tinggi. Tidak memiliki izin edar dan tidak punya sertifikat standar SNI," tambah Hendri.
Produk Kesehatan Berbahaya
Klaster ketiga di bidang kesehatan dalam sektor perlindungan konsumen khususnya produk kosmetik. Termasuk farmasi berupa sabun mandi yang dijual online dengan pasang iklan merek terkenal.
"Memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi sabun cair sampo dan handbody gunakan berbagai merek internasional dan hampir semua produk sudah beredar luas di masyarakat. Dilakukan melawan hukum tanpa izin edar resmi," ungkapnya.
Sementara dari hasil penelitian, disebutkan barang-barang produk kosmetik dan kesehatan itu diduga mengandung limbah kimia yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh tubuh.
"Kami periksa laboratoris apakah produk memiliki kadar sesuai apakah, di dalam terkandung mikro organik maupun kimia di bawah standar," ucapnya.
Akibat kejahatan ini, total kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan para pelaku ditaksir kurang lebih Rp12 miliar dari kasus yang sudah dilakukan sejak tahun 2023.
Sementara untuk barang bukti, ada 395 ball pakaian bekas, 931 pcs peralatan elektronik berupa (Drone dan Jam tangan), 930 pcs kosmetik impor dari Nigeria dan China, 1.997,5 liter berbagai macam kosmetik berupa sabun, shampo, body scrub, sabun bayi, handbody, 540 Botol minyak goreng kemasan merek jenius 800 ml, dan 2.275 bungkus bakso.
Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 110, Pasal 111 juncto Pasal 47, Pasal 112 juncto Pasal 51 ayat 2, Pasal 113, dan Pasal 57 UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
Kemudian, Pasal 64 ayat 21 UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pangan, Pasal 142 UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Pasal 435 juncto Pasal 138 ayat 2 dan 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Kesehatan, dan Pasal 62, Pasal 8 ayat 1, Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.