Jalan Panjang Pemprov Sulsel Rebut Kembali Lahan Masjid Al Markaz
Polemik kepemilikan tanah di atas Masjid Al Markaz Al Islami Makassar berakhir setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) memenangkan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Perlu waktu setidaknya tiga tahun bagi Pemprov Sulsel mengambil kembali aset seluas kurang lebih 7 hektare itu.
Polemik kepemilikan tanah di atas Masjid Al Markaz Al Islami Makassar berakhir setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) memenangkan kasasi di Mahkamah Agung (MA). Perlu waktu setidaknya tiga tahun bagi Pemprov Sulsel mengambil kembali aset seluas kurang lebih 7 hektare itu.
Sengketa lahan Masjid Al Markaz diungkapkan Ketua Umum Yayasan Masjid Al Markaz Prof Basri Hasanuddin. Awalnya dia mengaku sempat khawatir lahan tempat berdirinya masjid terbesar di Sulsel itu akan diserobot warga karena digugat di Pengadilan Makassar pada tahun 2019.
-
Kapan Masjid Raya Sumatra Barat diresmikan? Awal pembangunan masjid ini ditandai dengan peletakan batu pertama pada 21 Desember 2007 silam.
-
Kapan Masjid Agung Sungailiat dibangun? Destinasi yang kedua ada Masjid Agung yang sudah berdiri sejak tahun 1983 silam. Alamat masjid ini berada di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka Belitung, bangunan ini tepat berhadapan dengan Hutan Kot Sungailiat.
-
Bagaimana bentuk menara Masjid Sememen? Dilansir dari Liputan6.com, Menara Sangga Buwana itu sangat mirip dengan Menara Panggung Sangga Buwana milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Menara itu berbentuk heksagonal yang memiliki arti arah mata angin dan empat unsur alam yaitu air, api, angin, dan tanah.
-
Dimana Masjid Sejuta Pemuda berada di Sukabumi? Masjid Sejuta Pemuda di Jalan lamping, Gedongpanjang, Kecamatan Citamiang, Kota Sukabumi, Jawa Barat, belakangan tengah viral.
-
Di mana Masjid Raya Sumatra Barat dibangun? Terletak di Kecamatan Padang Utara, Kota Padang, pembangunan masjid ini berlangsung cukup lama.
-
Siapa yang dimakamkan di belakang Masjid Sulthoni Wotgaleh? Di belakang masjid ini terdapat makam tua Hastana Wotgaleh. Di sana dimakamkan Panembahan Purbaya I, putra dari Panembahan Senopati, raja pertama Kerajaan Mataram Islam.
"Lahan tempat berdirinya Masjid Al Markaz ini sudah tiga tahun digugat. Total luas lahan masjid sekitar 7 Ha," ujarnya kepada wartawan, Jumat (15/10) lalu.
Prof Basri mengaku tidak mengetahui bagaimana awal lahan Masjid Al Markaz Al Islami bisa diklaim warga. Apalagi, lahan seluas 7 Ha tersebut memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyebutkan lahan tersebut milik Pemprov Sulsel dan dihibahkan ke Pengurus Masjid Al Markaz.
"Lahan tempat berdirinya Masjid Al Markaz ini ada sertifikatnya dari BPN dan merupakan milik Pemprov Sulsel," bebernya.
Prof Basri mengaku lahan Masjid Al Markaz Al Islami sebelumnya merupakan milik Universitas Hasanuddin (Unhas). Dia bersama Ahmad Amiruddin merupakan saksi peralihan kepemilikan lahan tersebut dari Unhas ke Pemprov Sulsel.
"Saat itu saya rektor (Unhas) dan ada Prof Ahmad Amiruddin yang sekaligus mantan rektor juga. Jadi kami ingin melanjutkan cita-cita Jenderal Jusuf yang ingin memanfaatkan kampus lama Unhas dijadikan kompleks agama dan pendidikan," bebernya.
Setelah penyerahan itu, Unhas akhirnya mendapatkan aset milik Pemprov Sulsel di sejumlah daerah. Hal itu terjadi karena Unhas dan Pemprov Sulsel melakukan tukar guling aset.
Prof Basri mengaku akibat sengketa tersebut, pihak yayasan tidak bisa melanjutkan pembangunan sekolah internasional. Padahal, rencana pembangunan sekolah itu sudah direncanakan sejak tahun 2012 yang diinisiasi Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Indonesia.
"Karena gugatan itu pembangunan sekolah internasional tidak bisa dilanjutkannya," tuturnya.
Berdasarkan penelusuran merdeka.com, lahan Masjid Al Markaz Al Islami seluas 7 Ha digugat oleh dua orang, yakni Ince Rahmawati dan Ince Baharuddin. Dalam gugatan dengan nomor perkara dengan nomor perkara 387/Pdt.G/2019/PN.Mks jo. 300/PDT/2020/PT.MKS, Pemprov Sulsel menjadi tergugat I, SD Anak Indonesia tergugat II, RS Cuma-cuma tergugat III, dan Kakantah Makassar sebagai turut tergugat.
Selain berdiri Masjid Al Markaz, sejumlah bangunan juga terdapat di lahan seluas 7 Ha tersebut. Bangunan itu yakni Badan Amil Zakat (BAZ), Palang Merah Indonesia (PMI) Makassar, dan kantor Koramil Bontoala.
Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mengaku senang lahan Masjid Al Markaz Al Islami bisa dimiliki kembali Pemprov Sulsel setelah menang kasasi di Mahkamah Agung (MA). Andi Sudirman mengatakan, semua itu berkat kerja sama dengan Korsupgah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Kepolisian.
"Alhamdulillah, Pemprov Sulsel menang putusan MA atas gugatan tanah (masjid) Al Markaz setelah beberapa kali kita mengalami hasil kurang berpihak beberapa tahun terakhir," ujarnya.
Andi Sudirman juga mengungkapkan, selain lahan Masjid Al Markaz, ada tujuh aset milik negara yang berada di Makassar juga digugat oleh orang sama, yakni Ince Rahmawati dan Ince Burhanuddin. Total aset milik negara yang digugat bisa mencapai Rp1 triliun.
Setelah memenangkan kasasi atas kepemilikan tanah di Masjid Al Markaz, Pemprov Sulsel berbalik menyerang dengan melaporkan penggugat ke Polda Sulsel. Pelaporan tersebut berdasarkan saran dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan mafia tanah.
"Mereka (KPK) mendorong kita untuk membuat laporan kepolisian terkait surat-surat yang dari beberapa indikasi bahwa mereka adalah rekayasa. Atau mungkin keasliannya oke, tapi dia adalah tidak ada hak kepemilikan sebenarnya," ujarnya kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulsel, Selasa (9/11).
Setelah Pemprov Sulsel menang dari sisi perdata, kata Andi Sudirman, pihaknya mengambil langkah pada aspek pidananya. Ia mengaku laporan tersebut sedang berproses di Kepolisian.
"Sudah beberapa kita laporkan, seperti (Masjid) Al Markaz kita sudah menang kasasi, tapi kita laporkan lagi. Sudah dilaporkan, lagi proses sekarang untuk kelengkapan bukti-bukti dan data," tegasnya.
Ia menegaskan masalah mafia tanah sangat merugikan negara. Untuk itu, pihaknya akan bertindak tegas.
"Karena itu kan masalah termasuk merugikan negara. Jadi kita tetap proses, kalau mereka tidak mau kasih ke kita, proses (hukum) tetap berjalan," ucapnya.
Andi Sudirman menambahkan saat ini setidaknya ada 50 ribu bidang tanah yang dimiliki Pemprov Sulsel tetapi belum memiliki sertifikat. Untuk itu, pihaknya melalui Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) akan mengurus hal tersebut.
"Kita sudah anggarkan untuk tahun depan. Ada 100 bidang tanah kalau tidak salah, tapi jelasnya tanya BKAD," bebernya.
Sementara itu, Plt Divisi Korsupgah KPK Wilayah VIII Yudhiawan Wibisono mengaku pihaknya sudah mendorong pemerintah daerah untuk menjaga asetnya dari mafia tanah. Pasalnya, jika aset tersebut hilang bisa saja terjadi tindak pidana korupsi.
"Kalau hilang itu berarti bisa melanggar, tindak pidana korupsi. Siapa pun yang terlibat tindak pidana korupsi, mau mafia tanah, aparat penegak hukum, aparat dari pemerintah ya saya tangani," tegasnya.
Yudhiawan mengakui ada sejumlah aset di Sulsel yang menjadi perhatian dan berpotensi diserobot mafia tanah. Ia mengungkapkan setidaknya ada enam atau tujuh aset yang berpotensi berpindah tangan karena digugat mafia tanah.
"Pasti jadi perhatian, seperti (Masjid) Al Markaz yang sekarang sudah kembali ke Pemprov. Termasuk aset lain ada enam atau tujuh datanya ada di Pemprov, silakan dicek, ya harus tetap miliknya negara bukan milik pribadi atau golongan tertentu," ucapnya.
Kepala Kanwil BPN Sulsel Bambang Priono juga mengungkapkan adanya aset milik negara digugat dua orang yang sama. Nilai aset yang digugat ditaksir total Rp1 triliun itu di antaranya milik PT Pelindo, PT PLN, Jalan Tol, Masjid Al Markaz, dan Universitas Hasanuddin.
"Rata-rata tanahnya milik BUMN dan penggugatnya orang yang sama dan itu juga. Ini kalau ditotal nilai asetnya bisa hampir Rp1 triliun," ujarnya kepada wartawan.
Bambang mengungkapkan aset tersebut digugat berdasarkan tanah rincik. Meski demikian, pihaknya meragukan surat tanah rincik tersebut karena berupa Eigendom Verponding.
"Apa iya dulu tanahnya di mana-mana dan celakanya yang dipakai menggugat itu rincik. Inilah tugas penegak hukum untuk mencari tahu kenapa bisa sama," ucap Bambang.
(mdk/yan)