Jihad Sesat Penyerang Anggota Polsek Wonokromo
Penyerangan yang dilakukan IM adalah penyerangan tunggal alias 'lone wolf'.
Sore itu, Aiptu Agus, tengah piket di Polsek Wonokromo, Surabaya, Sabtu (17/8). Bertugas menunggu setiap laporan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Sekitar pukul 16.45 WIB, seorang warga mendatangi Polsek Wonokromo. Kedatangannya langsung disambut Aiptu Agus.
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Bagaimana polisi menyelidiki kasus dugaan TPPO ini? Karena proses penyidikan dan penyelidikan masih berlangsung, khususnya di Polda Jambi yang telah menaikan kasus ke tahap penyidikan. Serta, Polda Sumatera Selatan dan Polda Sulawesi Selatan yang masih proses penyelidikan.
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Dimana BNPT menemukan landasan hukum untuk memberikan kompensasi kepada korban terorisme? Ibnu menjelaskan, landasan pemerintah melakukan pembayaran kompensasi atau ganti rugi tertuang dalam PP No. 35 Tahun 2020 tentang pemberian kompensasi, restitusi, dan bantuan kepada saksi dan korban.
Alih-alih memberi laporan, warga bernama Imam Musthofa alias IM itu justru mengeluarkan sebilah celurit bermaksud menyerang Aiptu Agus. Serangan itu membuat punggung Aiptu Agus robek. Beruntung peristiwa tersebut juga dilihat rekan Aiptu Agus yang tengah piket dari Reskrim bernama Briptu Febian. Pelaku itu pun langsung ditembak Briptu Febian hingga tersungkur di lantai Polsek Wonokromo.
Polisi bergerak cepat menyelidiki kasus pembacokan anggotanya ini. Selain menguak identitas, polisi juga menemukan kertas yang bergambarkan lambang ISIS. Tersangka diduga kuat terlibat dalam jaringan teroris. Hal itu didapatkan dari hasil interogasi sementara dilakukan polisi.
"Inisialnya IM, dari interogasi sementara diduga yang bersangkutan melakukan amaliyah," kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, Sabtu (17/8).
Berdasarkan identifikasi kepolisian, para teroris yang berhasil ditangkap ini memiliki beberapa perilaku identik.
Mereka seorang yang pendiam sejak semula atau seorang yang ceria, tetapi tiba-tiba berubah pendiam. Imam Musthofa pun demikian, di benak teman-teman masa kecilnya, yang terkenang dari pemuda 31 tahun itu adalah sosok pendiam yang religius.
Seorang teman masa kecil Imam ingat betul, bila pulang sekolah, karibnya itu memilih pulang sendiri dan jarang terlihat pulang bersama teman-teman. Imam juga anak rumahan yang tak terlalu suka bermain.
"Tapi sikapnya baik, cuma irit bicara, oh ya dia juga religius," kata Maktum, nama teman kecil Imam, warga Desa Bilaporah, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep. Desa ini bertetangga dengan Desa Talaga, tempat tinggal Imam Musthofa, di Kecamatan Ganding.
Maka, pada Sabtu malam, 17 Agustus 2019 lalu, Maktum terkaget-kaget, ketika membaca berita di media sosial tentang penyerangan Kantor Polsek Wonokromo Surabaya. Pelakunya disebut asal Desa Talaga bernama Imam Musthofa. Dia tak mengira bocah yang pendiam bisa berbuat nekat, terlebih peristiwa itu dikaitkan dengan terorisme.
"Enggak nanggung-nanggung, bukan kriminal biasa, langsung terorisme, nyerang Polsek Wonokromo," ungkap dia.
Berubah Sejak Merantau ke Surabaya
Lahir 1988, Imam anak desa yang beruntung, di Dusun Karang Jati yang tandus, pendidikannya terbilang tinggi. Ia menamatkan sekolah dasar dan menengah di Bilaporah. Untuk jenjang Sekolah Menengah Atas ia tamatkan di sebuah pondok pesantren besar di Sumenep.
Imam tak kuliah. Dia pulang kampung selepas nyantri. FZ, gadis dan kembang Desa Talaga, dipersunting Imam pada 2014. Keluarga ini merantau ke Surabaya setelah anak pertama lahir setahun kemudian. "Kabarnya dia usaha kerupuk gitu," ujar Maktum.
Lama merantau, Imam dan istrinya langsung jadi omongan warga begitu pulang. Penampilan mereka berubah. Imam bercelana cingkrang dan si istri menutup wajahnya dengan cadar.
Sebuah kamar kos di daerah Sidosermo Gang I Surabaya ditempati keluarga Imam sejak 2015. Dia mencari nafkah dengan menjajakan makaroni renteng ke warung-warung. Dua tahun lalu, anaknya masuk ke MI Baiturrahman tak jauh dari tempat tinggalnya.
Imam juga kerap ikut pengajian di masjid sekolah itu. Sejak itu, tak hanya penampilan yang berubah. Keluarga ini juga menjadi tertutup, jarang berinteraksi dengan warga.
Penyerangan Terekam CCTV
Puncaknya, Sabtu petang (17/8) lalu, Imam mendatangi kantor Polsek Wonokromo. Polisi tak mencurigainya karena celurit untuk menyerang disimpan dalam sebuah ransel.
Terhalang oleh sebuah meja besar, polisi tak menyadari Imam yang berpura-pura melapor masalah lalu lintas, membuka ransel dan mengambil sebilah celurit dan kemudian membacokkan ke polisi di depannya.
Imam berhasil dilumpuhkan setelah dua polisi datang membantu. Selain celurit, dalam ransel juga ditemukan pisau, ketapel, anak panah, airsoft gun, kerupuk dan beberapa stiker ISIS, sebuah organisasi teroris di Timur Tengah. Temuan inilah yang membuat Imam diduga terlibat terorisme.
Polri menyimpulkan serangan nekat Imam sebagai self terorism alias jihad seorang diri. Imam disebut terpapar radikalisme di internet. Dia sering menonton ceramah-ceramah Aman Abdurrahman.
Pelaku Memahami Jihad Sesat dari Internet
Kapolri Jenderal Tito Karnavian telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan evaluasi sistem keamanan di Polsek, Polres, Polda maupun pos-pos kantor polisi yang tersebar di Indonesia. Perintah ini merupakan buntut atas penyerangan Polsek Wonokromo, Jawa Timur, Sabtu (17/8) lalu.
Menurut Tito, penyerang anggotanya itu melakukan self radicalism atau radikalisasi diri sendiri dengan melihat internet. "Sementara info yang saya dapat dari Densus 88 maupun Polda Jatim, tersangka ini self radicalism, radikalisasi diri sendiri karena melihat online, dari gadget, internet," kata Tito di Jakarta, Minggu (18/8).
Berbekal melihat internet, pelaku kemudian meyakini pemahaman interpretasi jihad versi dirinya sendiri dengan mendatangi Polsek Wonokromo dan menyerang petugas.
"Polisi dianggap thogut karena bagi mereka polisi selain thogut juga dianggap kafir harbi karena sering melakukan penegakan hukum kepada mereka, sehingga bagi pelaku melakukan serangan kepada kepolisian dianggap bisa mendapat pahala," ujar Tito.
Pernyataan itu hampir senada dengan Staf Khusus Kedeputian I bidang Deradikalisasi dan Pencegahan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suaib Tahir. Di mana Suabi mengatakan, penyerangan yang dilakukan IM adalah penyerangan tunggal alias 'lone wolf'.
"Dia belajar sendiri, senang mempelajari sendiri, akhirnya terpapar dan melakukan. Melakukan tindakan terorisme secara individu," katanya dalam diskusi dan peluncuran buku 'Memberantas Terorisme di Indonesia: Praktik, Kebijakan, dan Tantangan', di Hotel Atlet, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).
Menurutnya, tipe ini bukanlah lawan yang sulit ditaklukkan. Sebab, lone wolf turun ke jalan hanya untuk ajang uji coba.
"Ini biasanya sebenarnya tingkat kekuatannya sangat sederhana. Akhirnya saat melakukan semacam uji coba, kita perhatikan di jalan ya kaya ragu-ragu kan," katanya.
Sementara itu, Lembaga riset, The Habibie Center (THC) menyebutkan, trend penyerangan yang dilakukan oleh teroris di Indonesia kini telah berubah. Di mana sebelum 2018 lebih banyak menyerang ke masyarakat kini kepolisian.
"Kalau sebelumnya kerap menyerang masyarakat, keramaian, 2018 mulai berubah," kata Direktur Program dan Riset THC, Muhammad Hasan Ansor.
Dia mengatakan, dari data yang dimiliki 74 persen teroris lebih banyak menyerang kepolisian. Hal ini dikarenakan para teroris memiliki dendam yang besar kepada polisi karena banyaknya teroris yang ditangkap.
"Target serangan terorisme di Indonesia sejak 2017 hingga 2018, paling tinggi polisi 74 persen, warga Indonesia 11 persen, 5 persen fasilitas agama, dan 10 persen lagi baru yang lainnya," ujarnya.
Baca juga:
BNPT Sebut Penyerang Polsek Wonokromo Tipe 'Lone Wolf'
3 Anggota Polsek Wonokromo Korban Teror Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa
Kapolri Sebut Penyerang Polisi di Polsek Wonokromo Terindikasi Jaringan JAD
Polisi Dalami Penyerang Mapolsek Wonokromo Terafiliasi dengan ISIS
Kapolri Sebut Penyerang Polisi di Wonokromo Memahami Jihad Sesat dari Internet
Depan Mahasiswa Baru, Kapolda Metro Cerita Teroris Ingin Mati Bertemu Bidadari
VIDEO: Kapolri Perintahkan Semua Jaringan Teror Harus Ditangkap