Jika dikosongkan di KTP, agama baru bisa bermunculan
Menurut Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid, tujuan e-KTP untuk perbaiki data kependudukan, maka kolom agama harus diisi.
Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid tidak sepakat dengan aturan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang menyatakan, kolom agama di KTP boleh dikosongkan. Dia menilai, aturan ini berpeluang dimanfaatkan oleh orang yang ingin membuat agama baru.
Hidayat mengatakan, untuk kolom agama sudah sepatutnya ditulis. Apalagi, kata dia, sistem administrasi bertujuan untuk memberikan kepastian status bagi para penduduk.
"Kalau itu maksudnya untuk kepercayaan mestinya ditulis saja, agama dan aliran kepercayaan mestinya jangan dikosongkan karena administrasi kan untuk memberikan kepastian kalau tidak pasti bagaimana ada yang bisa diisi dan tidak diisi, berarti tatanan administrasi kita malah menjadi tidak terukur," ujar Hidayat saat dihubungi, Jumat (13/12).
Menurut dia, sistem ini justru membuka peluang orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengembangkan ideologi yang dilarang. Dengan begitu, masalah baru akan muncul di Indonesia.
"Menurut saya, apalagi e-KTP kan untuk menertibkan data kependudukan. Jadi pemerintah jangan malah membuka terjadinya hal-hal yang tidak pasti, apalagi bisa dipakai mereka-mereka yang mengembangkan ideologi yang dilarang di Indonesia seperti komunisme, atheis dan lain sebagainya," tegas dia.
Apalagi, lanjut dia, Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada UUD dan Pancasila. Di mana seluruh warga negara harus berketuhanan Yang Maha Esa.
"Karena Indonesia kan negara Pancasila, negara berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, jadi mestinya pemerintah bisa memastikan terdata, akurat, mereka beragama, mereka berkepercayaan," tambah dia.
Oleh sebab itu, ia pun berjanji akan menginstruksikan kepada anggotanya di Komisi II DPR untuk meminta penjelasan terkait aturan itu.
"Minggu depan akan kita rapatkan. untuk rapat Komisi II buat penafsiran yang jelas tentang hal itu," pungkasnya.
Sekedar diketahui, Rancangan Undang-Undang Administrasi Kependudukan akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Administrasi Kependudukan setelah melalui rapat paripurna DPR pada tanggal 26 November 2013. Pada Pasal 64 Ayat (1) UU Administrasi Kependudukan, setiap warga negara harus memilih satu di antara lima agama yang diakui oleh pemerintah sebagai identitas dirinya.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memastikan tak akan ada diskriminasi terhadap agama tertentu. Dia menjelaskan, bagi pemeluk agama atau kepercayaan lain di luar yang diakui pemerintah, isian akan dikosongkan. Gamawan mengatakan, soal dicantumkannya agama masih dilakukan kajian di Kementerian Agama.