Kasus Mutilasi di Mimika, Komnas HAM Usut Dugaan Jual Beli Senpi Dilakukan Aparat
Dugaan jual beli senjata api diselidiki Komnas HAM mencuat di tengah penyelidikan dilakukan polisi dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil yang melibatkan enam anggota TNI di Timika, Mimika, Papua.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sedang menyelidiki kasus jual beli senjata api dilakukan aparat yang ditengarai menjadi penyebab konflik di wilayah Papua. Dugaan jual beli senjata api diselidiki Komnas HAM mencuat di tengah penyelidikan dilakukan polisi dalam kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil yang melibatkan enam anggota TNI di Timika, Mimika, Papua.
"Kami sedang menyelidiki hal tersebut (isu jual beli senjata), begini, karena apa? Ini penting soalnya supaya diletakkan dalam konteks yang lebih besar," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara saat ditemui wartawan, Senin (4/9).
-
Di mana prajurit TNI AD ini berasal? Diungkapkan oleh pria asli Kaimana, Papua Barat ini bahwa sebelum memutuskan menikah, Ia sudah menjalin asmara atau berpacaran selama 3 tahun.
-
Apa yang menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD? Soegito lulus Akademi Militer dan bergabung dengan Korps Baret Merah yang saat itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pasukan elite ini menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD. Berbagai penugasan tempur pernah dijalani oleh Soegito. Termasuk terjun ke Dili saat Indonesia menyerbu Timor Timur.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Kenapa gudang amunisi TNI dianggap rahasia? Sehingga, tidak bisa sembarang orang bisa mengetahui terkait gudang amunisi tersebut.“Kan orang juga nggak tahu di situ ada gedung munisi. Nggak tahu (orang), karena gudang munisi kan sifatnya rahasia tertutup dia,” ujarnya.
Beka mengatakan, kasus jual beli senjata menjadi salah satu penyebab kekerasan di Papua. Peredaran senjata itu diduga melibatkan aparat.
"Siklus kekerasan di Papua ini kan salah satunya juga banyak disebabkan karena jual beli senjata. Mudahnya orang mendapatkan akses senjata dan juga salah satunya ya dari aparat," tambah Beka.
Oleh sebab itu, Beka mengatakan isu jual beli senjata harus segera diusut aparat. Pengusutan tuntas kasus jual beli senjata diharapkan dapat memutus kekerasan di Papua.
"Makanya penting saya kira ini diusut tuntas. Sehingga menimbulkan efek jera dan juga mereka yang terlibat kemudian bisa dihukum dan nantinya ke depan kan tidak ada lagi begitu jual beli senjata," ucap dia.
Komnas HAM Minta Sidang Digelar Terbuka
Selain menyelidiki kasus jual beli senjata, Komnas HAM meminta proses hukum prajurit TNI AD dilakukan terbuka kendati persidangan para tersangka digelar militer.
"Untuk anggota militer tentu saja harus pidana militer. Tetapi Komnas HAM meminta dibuat itu terbuka. Artinya publik bisa mengakses sehingga proses hukumnya bisa berjalan transparan dan tentunya, nanti hukumannya adil gitu ya," ujar Beka.
Tak hanya transparan, Beka juga berharap para tersangka dijerat hukuman setimpal perbuatan dilakukannya. Hasil penyelidikan polisi, pelaku pembunuhan dan mutilasi warga di Timika, berjumlah 10 orang dengan 6 tersangka prajurit TNI AD.
"Setimpal semua tersangka itu. Itu yang pertama. Terkait penduduk sipil yang ikut terlibat, tentu saja harus lewat pengadilan biasa, jadi ada dua hal yang harus dilakukan," kata dia.
Kronologi Mutilasi 4 Warga Timika
Untuk diketahui, kasus pembunuhan sadis disertai mutilasi terjadi pada Senin 22 Agustus 2022 di Jalan Budi Utomo ujung, Kota Timika, Papua Tengah.
Para korban dihabisi nyawanya oleh pelaku kemudian tubuhnya dipotong. Setelah itu potongan tubuh korban dimasukkan kedalam 6 karung yang berisi batu sebagai pemberat dan dibuang di jembatan sungai Pigapu.
Saat ini polisi sudah menemukan potongan tubuh dari empat korban pembunuhan sadis itu.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 55, 56 KUHP dan atau pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Adapun total tersangka sejauh ini terdapat 12 di antaranya 8 dari kalangan anggota TNI dan 4 dari sipil. Terbaru terdapat panembahan 2 dari 8 tersangka kluster anggota TNI.
"Ada dua tersangka baru yang merupakan oknum anggota TNI diduga ikut terlibat dalam kasus pembunuhan ini," ujar Kapolres Mimika AKBP I Gede Putra, Sabtu (3/9).
Sementara tersangka sisanya terdapat enam merupakan, seorang perwira infanteri berinisial Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Sementara sisanya berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R. Sedangkan, empat tersangka dari kalangan sipil yakni APL alias J, DU, R, dan RMH. Untuk tersangka kalangan sipil ditangani pihak kepolisian.
(mdk/gil)