KDRT kepada Istri, Seorang Polisi di Bengkulu Divonis 2 Tahun Penjara
Majelis hakim berkeyakinan Iptu M bersalah, berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti yang diajukan di dalam persidangan atas kasus yang dilaporkan istri terdakwa AMT (29). AMT adalah seorang sarjana kedokteran yang dinikahi terdakwa pada bulan Februari tahun 2018.
Inspektur Polisi Satu (Iptu) M, perwira pertama di jajaran Kepolisian Daerah Bengkulu divonis hukuman dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, yang diketuai Rizal Fauzi bersama hakim anggota Hascahyo dan Candra Gautama. M terbukti bersalah dalam kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT terhadap istrinya sendiri.
Majelis hakim berkeyakinan Iptu M bersalah, berdasarkan keterangan para saksi dan alat bukti yang diajukan di dalam persidangan atas kasus yang dilaporkan istri terdakwa AMT (29). AMT adalah seorang sarjana kedokteran yang dinikahi terdakwa pada bulan Februari tahun 2018.
-
Apa yang dimaksud dengan KDRT? Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi di Indonesia. KDRT dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anggota keluarga lainnya.
-
Kenapa KTT ASEAN digelar di Jakarta? KTT yang akan diselenggarakan di Jakarta tersebut menjadi momen penting bagi Indonesia sebagai tuan rumah untuk memfasilitasi dialog dan kerjasama antara pemimpin negara anggota.
-
Siapa yang menjadi korban KDRT? Bagaimana tidak, seorang gadis di Sulawesi Utara menjadi korban KDRT oleh sang suami.
-
Apa yang telah diraih oleh seluruh kelurahan di DKI Jakarta? Sebanyak 267 kelurahan yang berada di wilayah administratif DKI Jakarta kini telah sepenuhnya berpredikat sadar hukum.
-
Di mana MRT Jakarta berada? Terdapat enam kilometer jalur Mass Rapid Transit (MRT) di bawah tanah Jakarta.
-
Kapan kemacetan di Jakarta terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
Terdakwa divonis bersalah melanggar Pasal 44 ayat 1 Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
"Menjatuhkan hukuman dua tahun pidana penjara terhadap terdakwa," ucap Rizal saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama PN Bengkulu, Jumat (19/6). Dikutip dari Liputan6.com.
Terdakwa Iptu M dilaporkan korban AMS sang istri ke Mapolda Bengkulu pada tanggal 23 September 2019 dengan Laporan Polisi nomor: LP/B/944/IX/2019/Polda Bengkulu. Dalam laporannya, AMS mengaku dianiaya dalam rentang waktu bulan April 2018 hingga Februari 2019 di Polsek Maje Kabupaten Kaur, Bandar Lampung dan Polsek Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara.
Korban juga mengaku selalu mendapat tindakan kekerasan berupa pemukulan yang mengakibatkan cedera fisik. Ini dibuktikan dengan hasil visum yang diajukan yang menerangkan terdapat pergeseran pada tulang rahang dan cedera pada mata bagian bawah.
Terdakwa Iptu M melalui kuasa hukumnya Danny Apeles dan rekan menyatakan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim belum memenuhi rasa keadilan. Sebab hanya satu alat bukti yang dijadikan patokan dalam memutus perkara ini. Sedangkan alat bukti dan saksi pembanding yang mereka ajukan di muka persidangan diabaikan.
"Atas putusan ini kami nyatakan pikir-pikir dulu dan akan berkonsultasi dengan klien kami secara rinci," kata Danny.
Mereka berkeyakinan dakwaan yang dilajukan terdakwa terhadap korban tidak bisa dibuktikan. Ini sangat jelas digambarkan dalam nota pembelaan yang diakukan pada persidangan sebelumnya. Bukti yang diajukan sangat valid dan keterangan para saksi membantah empat peristiwa yang digambarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertama perbuatan dilakukan di Polsek Maje, saat peristiwa yang dilaporkan itu, posisi terdakwa sudah tidak ada di Polsek Maje. Di sisi lain, saat itu, menurut kuasa hukum terdakwa, korban sedang berada di Medan.
Peristiwa kedua di Kecamatan Batik Nau Bengkulu Utara, tidak ada saksi yang melihat adanya KDRT yang dilakukan terdakwa terdahap korban. Empat saksi yang diajukan, semuanya menyatakan tidak melihat terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan terdakwa terhadap korban.
"Salah satu saksi yang kami ajukan setiap hari bersama dengan terdakwa menyatakan tidak pernah melihat adanya KDRT," tegas Danny.
Saksi juga menyatakan tidak melihat adanya bekas-bekas kekerasan seperti yang digambarkan korban bahwa seminggu dua kali dipukuli, diinjak-injak, ditendang dan sebagainya.
Dalam nota pembelaan peristiwa yang ketiga adalah tindak kekerasan saat terdakwa dan korban dalam perjalanan dari Lampung ke Bengkulu. Tidak ada saksi yang melihat adanya kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap korban.
Dua orang saksi yang bersama-sama dalam perjalanan itu juga menyatakan tidak melihat adanya tindakan seperti yang dilaporkan korban. Berikutnya TKP Pantai Berkas. Dalam peristiwa ini, yang ada adalah korban marah-marah terhadap terdakwa karena meninggalkan korban di lokasi.
Pihaknya menghadirkan enam orang saksi dan bukti itu didukung hasil forensik dan rontgen. jika pun ada tindak kekerasan, hal itu sudah lama terjadi, sebab antara perbuatan yg digambarkan JPU pada Februari 2019 dan baru dilaporkan September 2019.
"Kami menduga ini dilakukan karena korban tidak mau bercerai denga terdakwa, sebab hingga kasus ini bergulir di persidangan pada PN Bengkulu, korban masih berkomunikasi dengan terdakwa," kata Danny Apeles.
Baca juga:
KDRT kepada Istri, Seorang Polisi di Bengkulu Divonis 2 Tahun Penjara
Kemen PPPA Waspadai KDRT Selama Pandemi Covid-19
Kesal Tak Bisa Ereksi Saat Hendak Berhubungan, Suami Aniaya Istri
Seorang Pelajar SMA di Kupang Memaki dan Melaporkan Ibu Kandung ke Polisi
Gara-Gara Membantah Nasihat Ibu, ABG di Temanggung Dibakar Ayah
Angka KDRT di Semarang Meningkat Akibat Para Suami Kena PHK Hingga WFH
Diduga Gangguan Jiwa, Suami di Mamuju Tengah Bacok Istri Sampai Tewas